Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang memerlukan penanganan efektif dan berkelanjutan. Berbagai pihak telah melakukan upaya untuk mengatasi tingkat kemiskinan. Namun masalah kemiskinan belum dapat diselesaikan secara tuntas, bahkan angka kemiskinan terus meningkat sejalan dengan berbagai krisis multidimensional yang dihadapi bangsa ini.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, 26,16 juta orang dan tingkat kemiskinan Indonesia sebesar 9,54 persen pada Maret 2022. Secara umum, masyarakat miskin menggeluti kegiatan ekonomi rumah tangga dan sektor informal yang sangat rentan terkena dampak dari sebuah krisis dan di tambah lagi prediksi dari IMF (International Monetary Fund) bahwa akan terjadi resesi global pada 2023.
Pemerintah, melalui berbagai program yang dilakukan telah berupaya untuk menanggulangi masalah kemiskinan yang terus meningkat. Melalui peluncuran berbagai program seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT), Raskin, PNPM, peluncuran kartu Prasejahtera, dsb). Di samping itu juga, banyak juga masyarakat baik secara individu maupun lembaga, berusaha memberikan bantuan agar masyarakat miskin keluar dari kesulitan. Sejauh ini penanggulangan kemiskinan yang dibangun oleh pemerintah, masyarakat, maupun lembaga cenderung hanya menggunakan pendekatan karitatif (kedermawanan) saja. Hal tersebut, dikhawatirkan pendekatan seperti ini hanya akan memunculkan rasa ketergantungan terhadap bantuan, dan tidak memunculkan jiwa produktif masyarakat miskin dan bahkan membuat mereka jadi malas dalam berusaha.
Dengan demikian, penanggulangan kemiskinan tidak dapat dilakukan hanya oleh segelintir orang saja. Namun perlu keterlibatan semua elemen masyarakat (akademis, pemerintah, aghniya, dan masyarakat miskin itu sendiri). Penanggulangan kemiskinan juga harus dilakukan secara sistematik, berkelanjutan, holistic, dan terintegrasi. Sejalan dengan itu, sistem ekonomi Islam menawarkan alternatif dalam mengatasi berbagai problematika sosio-ekonomi masyarakat, sekaligus membantu pemerintah menanggulangi tingkat kemiskinan. Alternatif dimaksud berupa redistribusi kekayaan dari pihak yang surplus dana (muzakki) ke pihak yang deficit dana (mustahiq). Redistribusi tersebut dapat dilakukan dengan instrument zakat maupun non zakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H