Dua orang pendidik yang kebetulan penyelenggara lomba dalam suatu sekolah sedang berbincang tentang perkembangan pendaftar lomba yang tidak begitu banyak. Maka tercetuslah ide bahwa bagi siswa yang mau ikut lomba maka akan dinaikkan poinnya atau akan mendapatkan nilai bagus. Maka para peserta didik tersebut berbondong-bondong mendaftar bahkan orang tua langsung mendaftarkan anaknya hanya gara-gara ingin mendapatkan nilai bagus untuk anaknya.Â
Budaya `iming-iming murah` seperti ini masih membudaya dalam pikiran kita sebagai seorang pendidik. Patut disesalkan kenapa para pendidik tidak cenderung belajar bagaimana mendidik peserta didik dengan benar dan metode yang benar. Para guru hanya ingin terlihat sukses dan baik dengan patokan nilai bagus namun tidak mempedulikan dampak yang ditimbulkan dari kebijakan yang digulirkan. Saya yakin bahwa pendidik yang masih membudayakan hal-hal `primitif` dengan membuat iming-iming point, bintang, atau yang lain adalah mereka yang tidak mau belajar tentang perkembangan zaman atau tidak mempedulikan dampak moral yang diakibatkan dari kebijakan tersebut.
Seperti yang diutarakan oleh ibu Itje Chodidjah, "Budaya kompetisi dalam pendidikan itu bagai pisau bermata dua. Di satu sisi seolah-olah itu memotivasi di sisi lain kita sering lupa dampak moral yang terbangun. Salah satu dampaknya adalah budaya sikut-sikutan, budaya buli-bulian, budaya menang kalah yang lebih mencorong daripada kepentingan bersama". Jika kita menilik kembali 5 posisi Kontrol guru maka setiap pendidik akan memahami tipe guru mana yang masuk kriteria. Hal ini tergantung dari cara-cara bagaimana setiap pendidik mengontrol peserta didik dalam proses pembentukan disiplin.
1. TIPE PENGHUKUM
Tipe ini tidak selalu merujuk pada hukuman fisik namun juga hukuman secara verbal. Orang-orang yang menjalankan posisi penghukum percaya bahwa sekolah mempunyai sistem atau alat yang dapat menekan murid lebih dalam lagi. Diane Gossen mengatakan penghukum melihat pertanyaan-pertanyaan murid sebagai penghinaan otoroitas guru bukan sebagi kesempatan berdiskusi. Penghukum merespon perlakuan negatif murid dengan cara menghardik, menunjuk-nunjuk, menyakiti dan menyindir. Pola yang digunakan oleh penghukum adalah menggunakan ancamana untukk mengatur murid-murid.
2. TIPE PEMBUAT RASA BERSALAH.
Pada posisi ini guru menempatkan diri sebagai orang yang merasa selalu benar dan murid sebagai orang yang selalu salah dan tidak berharga. Guru akan selalu merendahkan suaranya dan selalu lembut. Pada posisi kontrol ini guru menggunakan keheningan untuk menciptakan suasana tidak nyaman kepada murid serta membuat orang lain merasa bersalah atau rendah diri.
Diane Gossen mengatakan"Alih-alih murid belajar dari kesalahannya dan memperbaikinya, justru akibat dari posisi kontrol ini membuat murid memandang buruk dirinya dan merasa tidak berharga".Â
3. TIPE TEMAN.
Pada posisi ini guru menempatkan diri sebagai tempat yang nyaman bagi murid-muridnya. Sebagai pembimbing posisi kontrol teman adalah poisis kontrol penghukum.
Guru sebagai teman akan menggunakan nada suara ramah, akrab, bercanda untuk menjaga suasana agar tetap santai. Posisi ini tentunya akan membangun hubungan yang baik antara guru dan murid. Murid akan merasa senang, aman dan akrab dengan gurunya. Inilah merupakan salah satu dampak positif dari posisi kontrol ini.