Mohon tunggu...
Ali Maksum
Ali Maksum Mohon Tunggu... Guru - Education is the most powerful weapon.

Guru, Aktifis dan Pemerhati pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ponsel Vs Buku

28 Januari 2023   18:15 Diperbarui: 28 Januari 2023   18:24 495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat ini teknologi merupakan bagian terpenting bagi manusia. Perkembangan teknologi serta pertumbuhannya membuat manusia tegantung penuh kepada gadjet dalam kehidupan mereka sehari-hari. Ditambah kebijakan pemerintah yang dalam beberapa sektor melakukan konversi cara pembayaran membuat masyarakat mau tidak mau harus mengikuti kebijakan tersebut dalam hal teknologi. Dalam beberapa hal teknologi memang tidak dipungkiri membaut semuanya jadi mudah dan cepat. Namun apakah kemudahan dan kecepatan yang ditawarkan teknologi selalu berdampak positif? atau justru menimbulkan persoalan baru?

Lalu Orang Indonesia menggunakan HP untuk apa? ternyata menurut data 2018 APJI (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) 89.3 persen mereka menggunakannya untuk pesan singkat seperti WA, Line, telegram dan 87, 13 persen untuk bermain media sosial. Namun juga ada yang menggunakannya seperti akses perbankan, pendaftaran online, belanja dsb. 

Hal ini berkesesuaian dengan laporan terbaru tahun lalu we are social dan platform manajemen media social goosuite yang menyatakan bahwa separuh penduduk Indonesia "melek" media sosial , bahkan Indonesia merupakan pengguna tiktok kedua terbesar di dunia dengan jumlah 99 Juta menurut  wolrdpopulationreview .

Tahun 2022 APJII kembali melansir data bahwa pengguna internet di Indonesia  sudah tembus 210 juta. Dari banyaknya pengguna serta maraknya minat pengguna terhadap platform media sosial tidak heran jika tahun ini Indonesia mendapat `juara` dengan predikat pemegang HP terlama di dunia menurut State of Mobile yaitu rata-rata menggunakan 5.7 jam perhari. 

Hal itu bukan merupakan kabar yang menggembirakan mengingat penggunaan HP di masyarakat kita rata-rata tidak digunakan untuk hal yang produktif dan hanya bermedia sosial. Bahkan rekor juga sempat di raih oleh Indonesia sebagai negara paling tidak sopan bermedia sosial se ASEAN.

Lalu apa kabar daya baca kita terhadap buku?

Menurut data UNESCO Indonesia menempati urutan kedua paling bawah soal minat baca terhadap buku yaitu sekitar 0,001 %. Hal ini sangat ironis daya baca rendah namun menggunakan gadjet paling lama. Tidak heran jika Indonesia menjadi sasaran empuk informasi hoax, provokasi dan fitnah. informasi yang tidak disaring dengan kecerdasan pengetahuan yang mumpuni bahkan di terima dengan `sumbu pendek` maka akan cepat tersulut emosi jika informasi yang mereka terima tidak sesuai dengan pemikirannya atau kelompoknya. 

Meskipun demikian minat baca buku rendah tidak serta merta di sebabkan dari satu faktor namun ada beberapa faktor yang ikut menjadi korelasi langsung seperti terbatasnya ketersediaan buku. Berdasarkan jumlah data buku di perpustakaan umum Indonesia, rasio nasional yaitu 0,09 artinya 1 buku di tunggu 90 orang. Hal ini juga menunjukkan bahwa ketersediaan buku saat ini tidak membuat orang minat untuk membaca.  

Dari fenomena perbandingan di atas tentunya kita membutuhkan para penulis-penulis baru untuk memenuhi  dan memeriahkan literasi baca di Indonesia. Beberapa Lembaga Sawadaya telah mulai berkampanye tentang pentingnya literasi dengan berbagai metode termasuk melalui berbagai organisasi dan komunitas literasi. Komunitas yang terlihat seperti LPI Dompet Duafa lewat SLI (Sekolah Literasi Indonesia) yang konsen serta konsisten terhadap literasi baik formal maupun informal. Disekolah sekolah saat ini juga gencar untuk membudayakan membaca seperti membuat pojok baca baik di luar kelas maupun di dalam kelas.

Lewat usaha dari berbagai pihak diharapkan kualitas literasi baca kita makin membaik sehingga tercipta manusia yang cerdas dan unggul sesuai ciat-cita kita bersama. Menjadi keprihatinan kita bahwa di tingkat ASEAN Indonesia memiliki IQ terendah kedua dari bawah setelah Timor Leste dan ini sangat ironi mengingat sarana-prasarana sudah cukup memadahi namun SDM kita paling rendah.  Tentunya hal ini diperlukan kesadaran dan kampanye terus menerus lewat berbagai usaha agar terwujud di masa depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun