Beberapa tahun belakangan ini negara kita muncul gejala-gejala menuju meredupnya nilai moral di tengah masyarakat.Â
Fenomena ini muncul semakin kencangnya di tengah masyarakat kita bebas bersuara dan dibukanya kran kebebasan berpendapat melalui berbagai media sosial.Â
Di masa lalu mungkin fenomena ini tidak terlihat karena pada waktu itu tidak ada media sosial seperti sekarang ini.Â
Bahkan berita waktu itu sudah di atur sedemikian rupa sehingga yang diterima masyarakat sudah merupakan `paket` jadi yang seakan tinggal diikuti.Â
Sarana protes maupun perasaan tidak setuju belum sebabas sekarang ini. Masyarakat hanya dapat memberikan suaranya lewat corong toa melalui demo atau menulis di media yang harus menunggu ferivikasi penerbit laik atau tidaknya.
Namun hal itu sangat berbeda dengan kondisi sekarang.
Masyarakat begitu bebasnya seperti tanpa aturan berbicara, mencaci maki dengan pandangan pribadi tanpa data bahkan sampai menjurus isu agama yang dulu hanya para ulama sekarang orang-orang awam yang tidak tahu agamapun berbicara agama dengan mengeluarkan dalil-dalil kitab suci tanpa tahu tafsir, tinjauhan bahasa dsb.Â
Tidak hanya agama semua bidang yang sebenarnya bukan keahliannya juga ikut `nimbrung` berpendapat dan ujungnya menjustifikasi tanpa tanpa rasa bersalah karen amungkin merasa hanya di dunia maya dan tidak berdekatan dengan orang tersebut.
Dari persoalan pelik diatas yang mengancam persaudaraan di tengah masyarakat kita anehnya di pendidikan para pendidik belum di bekali literasi yang berhubungan persoalan tersebut.
Tidak bisa dipungkiri bahwa masyarakat juga produk dari pendidikan dan kurikulum yang kita bentuk. Keadaan dan moral mereka sedikit banyak juga hasil resapan pendidikan yang mereka serap dari sekolah. Â
Meskipun akhir-akhir ini pendidikan sudah mulai menggeliat ke arah yang lebih baik namun implementasinya perlu ada penegasan bagaimana nilai moral yang diterapkan kepada siswa juga berbasis projek nyata.Â