"Ikut dong, kan kalian yang mimpin permainan" jawabku sambil tersenyum dan di sambut dengan wajah mereka yang mulai menegang.
"Oke the winners, kita akan mulai permainan ini. Kalian akan menulis dikepingan-kepingan kertas kalian sesuai perintah pak Zul. Kertas pertama silahkan di tulis: Menikah, kertas kedua: Karir, selanjutnya: bekerja dan yang terakhir: sukses  " Mereka mulai sibuk dengan kesibukan masing-masing . Ada yang mulai menebak-nebak permainannya dan ada juga yang mulai mmengintippekerjaan teman sebangkunya.
"Pak kita ikut dong, capek megangin kayak gini.. " Dinar mulai mengeluhkan dengan pekerjaanya. Si Suntar juga sudah mulai menggeliatkan tubuhnya.
"Hei bos, capek mana dengan ngomong?" tanyaku dengan bergurau. Aku kadang-kadang memang suka memanggil anak-anak dengan panggilan bos, dengan harapan mereka punya masa depan dan kesuksesan.
"Sama-sama capeknya pak Zul" jawab Sutar
"Kalian boleh ikut asal tidak mengganggu yang lain" jawabku memberi syarat.
"Oke bos,eh..pak Zul" teriak Dinar yang sudah siap-siap merayakan kebebasannya.
"Silahkan bergabung " kataku sambil menunjuk tempat duduk. Mereka mulai tersenyum . Sambil meletakkan peta dunia tersebut di tempat semula, mereka dengan cepat berlari ke tempat duduk mereka dan bergabung dalam permainan.
"Baiklah, sesaat lagi kita akan memainkan permainan ini. Tiffany..silahkan maju dan bawa kepingan kertasmu. Pak Zul akan menutup mata Tiffany dan selanjutnya kalian akan melakukan hal yang sama" aku mulai mengambil sapu tangan dari saku celana dan kuikatkan ke kedua mata anak itu.
"Dengan perlahan dan konsentrasi silahkan lempar potongan kertasmu di atas peta, bayangkan bahwa ini kisah nyata dan mulailah dengan doa "
"Tapi gelap banget pak Zul.. " keluh Tiffany yang tertutup matanya.