Mohon tunggu...
Ali Hota Hei
Ali Hota Hei Mohon Tunggu... -

Ali Hota Hei dari nama asli Ali Kusno. Pria kelahiran Sragen, 6 Oktober 1983 Saat ini aktif bekerja di Lembaga Bimbingan Belajar di Samarinda, Kalimantan Timur Aktif dalam kegiatan Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Jangan Namakan Gayus

26 Januari 2011   05:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:11 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Malam itu seperti biasanya, udara begitu dingin. Hujan telah turun mengguyur sejak sore. Tulus telah capek seharian bekerja di sawah. Sawah satu-satunya warisan dari orang tua. Tulus hanya lulusan SD, dan pasti Ijazahnya tidak laku lagi untuk mencari pekerjaan. Warisan satu-satunya berupa dua petak tanah menjadi ladang pekerjaan. Membersihkan rerumputan di dua petak sawah miliknya menjadi pengisi hari-hari.

Tulus telah berkeluarga, tetangga satu kampung menjadi pendamping hidup. Prihatin. Ya, Prihatin nama istrinya. Dialah yang membantu Tulus mengerjakan sawah. Hasil tani hanya untuk kebutuhan makan sehari-hari. Itupun dengan seadanya dan bisa dibilang kurang. Sayur, cabai dan kebutuhan makan yang sekiranya ada di kebun dan sawah, menjadi santapan mereka. Sayur singkong, papaya, dan bayam, dengan sedikit hiburan tempe dan ikan asin.

Tiga tahun sudah mereka berumah tangga. Kini Prihatin telah mengandung calon anak yang pertama. Tulus sangat tidak sabar menantikan kelahiran anaknya. Dari pertanda perut Prihatin yang agak lonjong dia berkeyakinan anaknya akan laki-laki.

Kata Bu Bidan sekitar seminggu lagi akan segera lahir.

Dingin malam kian menusuk menerobos lubang-lubang gedhek rumah. Gemericik sisa hujan tadi sore menetes di tritisan. Memberi irama tersendiri di tengah keheningan malam. Tulus dan Prihatin sedang berbincang di dalam rumah. Rumah yang hanya ada sekat untuk satu kamar tidur. Selebihnya dibiarkan lapang untuk dapur di sisi pojok dan beberapa kursi di tengah.

"Mas, anak kita sebentar lagi akan lahir," tutur Prihatin pada suaminya.

Dalam hati Prihatin sebenarnya juga ingin mengatakan sebenarnya dia sudah tidak sabar untuk segera melahirkan.

Selain ingin segera menimang anaknya, badannya yang rapuh tidak kuasa lagi menahan bayi yang dikandung.

Tulus berusaha menyempilkan senyum diantara legam wajah pada istrinya.

"Tin, semoga bayi kita sehat ya. Kamu pun juga bisa melahirkan dengan lancer," pinta Tulus pada istrinya. Dengan penuh kelembutan Tulus mengelus perut istrinya.

"Mas, Anak kita mau Mas namakan siapa?" tanya Prihatin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun