Mohon tunggu...
Ali Kamil
Ali Kamil Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa KPI UIN Syarif Hidyatullah

Sampai saat ini masih suka cari masalah. Solusi? Biar waktu yang mencari.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Memerdekakan Harapan

16 Agustus 2023   12:57 Diperbarui: 16 Agustus 2023   13:55 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Katanya, di tahun 2030 Indonesia akan mengalami masa keemasan di tangan kita anak muda. Tapi itu masih sebatas "katanya". Keadaan yang sedang aku hadapi sepertinya tidak menyisakan ruang harapan. Aku membagikan keadaan itu ke dalam dua kategori berdasarkan jangka waktunya; jangka pendek dan jangka panjang.  

Pertama, jika melihat dari jangka pendeknya, banyak media massa menyebutkan anak muda sudah seperti acuh tak acuh menyambut pemilihan umum 2024 mendatang. Padahal hampir 60% pemilih adalah anak muda. Masa kepmimpinan 2024-2028 menjadi jembatan penentu nasib Indonesia emas. Memilih untuk tidak peduli, berarti kita bersedia hak suara kita dipermainkan dan dimanfaatkan. Tidak peduli berarti kita tidak bisa mencari pemimpin yang mampu membedakan mana kebutuhan perut dan keluarga, mana kebutuhan rakyat yang mengangkatnya. Sama saja kita pasrah pada praktek korupsi yang sudah membuat kita geram sejak lama.

Kedua, sebagai bagian dari warga negara dunia, kita akan merasakan dampak pendidihan global jika tidak mencari solusi dari perubahan iklim yang ekstrim ini. Sekjen PBB Antonio Gutteres bilang: "Era pemanasan global sudah selesai. Sekarang kita memasuki era pendidihan global." Kini suhu bumi meningkat 1,1 celcius derajat sejak masa praindsutri dan sepertinya kita sudah rasakan berbagai dampak "demam bumi" ini. Tinggal sedikit lagi manusia ternacam oleh berbagai bencana alam yang lebih mengerikan jika peningkatan suhu bumi melampaui 1,5 celcius derajat.

Kalau alam sudah muak dengan kerakusan manusia, aku khawatir alam menuntut pembalasan. Skenario terburuknya adalah : tidak ada lagi Indonesia di planet yang mati. 

Rasanya kita masih terjajah oleh perasaan takut dan cemas. Jangan sampai putus asa pun ikut menjajah harapan kita. Maka dari itu, mari memaknai kembali arti "merdeka", demi harapan yang masih bisa kita-anak muda-perjuangkan.

Belajar Meraih Kemerdekaan

Momentum kemerdekaan ini pun membuatku bertanya kembali, apakah kemerdekaan yang kita rayakan hanya terbatas pada terlepasnya kita dari pihak asing? Jean Marais mengingatkan Minke akan merdeka sejak pikiran; Berlaku adil dalam berpikir. Ketika para politisi memanfaatkan anak muda dalam hak pilih, apakah patut kita rayakan kemerdekaan? Ketika dunia sedang dilanda bencana, padahal kita tidak luput membuat alam ini sakit, apakah adil jika kita diam membiarkan semua kegilaan itu berlangsung? 

Nampaknya kita masih jauh dari kata merdeka. Ketika kita masih dibuat bingung oleh kebodohan dan dipaksa mengikuti aturan lalim tuan, maka seterusnya anak muda akan mengalami penjajahan. Terjajah oleh keinginan para tuan yang penuh dengan hasrat individual, biarpun itu merugikan rakyat yang memercayai mereka.

Pada zaman penjajahan Belanda, pemberontakan para petani yang mengancam dengan peralatan sawah tidak memiliki dampak yang signifikan. Aparat dengan mudahnya memukul mundur mereka, sementara ruang dan waktu lambat laun menghilangkan suara mereka. Para tuan Belanda pemilik perusahaan lebih mengkhawatirkan pemberontakan para pelajar. Ketika gagasan tentang perlawanan dan kemerdekaan disuarakan oleh para pelajar, maka tidak ada yang mampu membendung gerakan perlawanan yang tersusun dan solid. Tidak heran jika pada zaman itu langka adanya pribumi yang belajar tinggi-tinggi.

Apa yang bisa dilakukan anak muda sekarang? Belajar. Belajar mengharapkan kebaikan, agar sekujur tubuh ikut bergerak sesuai kebaikan. Belajar untuk peduli dan memahami keadaan, agar kemudian memilih sosok yang mewakili rakyat. Belajar untuk menyuarakan hal-hal yang berdampak baik bagi masyarakat. Bahkan belajar untuk menjadi pemimpin yang dibutuhkan, tidak hanya oleh Indonesia, tapi juga dunia. Belajar tidak hanya pengetahuan, tapi juga budi pekerti. Karena budi pekerti adalah alat yang bisa memahami suara hati, juga alat yang bisa menegakkan keadilan.

Bumi Pertiwi untuk Dunia

Ketika para pejabat yang ideal terpilih karena kontribusi seluruh elemen masyarakat -khususnya kepedulian anak muda-, maka para pemangku kebijakan tersebut akan duduk mendengarkan berbagai aspirasi masyarakat. Setelahnya terbentuknya sistem pemerintahan yang ideal melalui penghidupan demokrasi, maka harapan akan Indonesia dan alam yang lebih baik semakin mudah terwujud. Saatnya memikirkan keberlangsungan alam Indonesia dan dunia.

Disinilah masyarakat -khususnya anak muda- mengambil peran, menyerukan beragam solusi dan menciptakan berbagai inovasi. Gerakan ini harus didasari oleh gerakan akar rumput, menghidupkan nilai-nilai cinta alam dalam komunitas paling kecil, bertumbuh menjadi aksi global. Kita sebagai masyarakat bertugas untuk selalu mengingatkan para pejabat akan  kepentingan negara dalam waktu jangka panjang. Kepentingan yang kita sendiri akan rasakan dampaknya.

Pemberi Harapan Pasti

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun