Mohon tunggu...
Alika Ghina Utami
Alika Ghina Utami Mohon Tunggu... Mahasiswa - Political Science Student

Mahasiswa Ilmu Politik yang tertarik dengan topik hukum, politik, gaya hidup, dan ekonomi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Melihat Persoalan Kuota 30% Keterwakilan Perempuan di Indonesia yang Belum Terpenuhi

9 April 2022   00:56 Diperbarui: 9 April 2022   01:20 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

 Pentingnya representasi politik perempuan berawal dari keyakinan bahwa laki-laki dan perempuan setara, baik itu sebagai subjek maupun objek kebijakan. Yang artinya, laki-laki dan perempuan harus sama dan setara dalam hal akses, partisipasi politik dan diwujudkan dalam bentuk hak pilih. Upaya adanya affirmative action mendorong keterwakilan politik perempuan dalam politik terus disuarakan, seperti pada pelaksanaan pemilu 2009, yang mana terdapat peraturan perundang-undangan mengatur kuota 30% perempuan bagi partai politik dalam menempatkan calon anggota legislatifnya. 

Di Indonesia baik itu di provinsi, kabupaten, dan juga kota terlihat kuota 30% keterwakilan perempuan belum terpenuhi, ada beberapa faktor yang menyebabkan tidak terpenuhi 30% yaitu seperti masih kuatnya calon dari kalangan laki-laki dan sosok laki-laki yang merupakan sosok yang tepat untuk menjadi pemimpin. Namun terdapat dua faktor utama yang berkaitan dengan hal tersebut. Yang pertama yaitu pengaruh dari masih kuatnya peran dan pembagian gender antara laki-laki dan perempuan yang membatasi atau menghambat peran perempuan di bidan kepemimpinan dan pembuatan kebijakan atau keputusan. Yang kedua yaitu kendala atas akses perempuan terhadap kekuasaan tersebar di kelembagaan sosial, politik, seperti pada pemilu dan kepartaian.

Selain itu permasalahan yang terjadi dalam keterwakilan perempuan di legislatif yaitu tidak berimbangnya jumlah perempuan dengan laki-laki yang duduk di parlemen. Walaupun hal tersebut seiring berjalannya waktu dapat teratasi tetapi itu merupakan bentuk permasalahan bagi perempuan di parlemen. Asmaeny (2013 : 236) mengungkapkan bahwa suatu representasi minimal adalah suatu representasi laki-laki maupun perempuan yang ditunjukkan untuk menjamin adanya keseimbangan jumlah jabatan politik dan pengambilan keputusan. Lebih dari itu, dari beberapa penelitian mengatakan bahwa kondisi atau peran sebagai ibu rumah tangga/istri dengan sebagai anggota parlemen harus dilakukan dengan seimbang. 

Harus bisa memfokuskan dan membagi waktu antara kedua hal yang penting. Ada beberapa hal lain yang menyebabkan kuota 30% belum terpenuhi yaitu partai politik merekrut perempuan menjadi calon anggota legislatif belum melihat berdasarkan kemampuan. Namun lebih kepada persoalan formalitas untuk memenuhi amanah undang-undang yang mewajibkan partai mengakomodir keterwakilan 30% perempuan. 

Selain itu, partai politik masih kurang mengangkat isu perempuan dalam platform maupun program partai. Hal ini menunjukkan kurangnya pemahaman partai politik mengenai pentingnya keterwakilan perempuan. Partai hanya memenuhi kuota perempuan sesuai undang-undang, atau hanya sampai tahap pencalegan saja, sedangkan hasil diserahkan kepada masyarakat sebagai pemilih. Akumulasi dari hambatan tersebut menyebabkan pada saat pemilihan caleg perempuan akan kesulitan untuk terpilih dan implikasinya kuota 30% keterwakilan perempuan sulit untuk terpenuhi.

Dengan adanya permasalahan tersebut, menurut beberapa penelitian dan juga kabar berita pemerintah sedang merefleksikan agenda pembangunan global yang menekankan pentingnya kesetaraan gender yaitu dengan memberi kesempatan yang sama untuk kepemimpinan perempuan di setiap tingkat pengambilan keputusan, khususnya di bidang politik baik itu di tingkat daerah maupun nasional. Peran partai politik di dalam keterwakilan perempuan ini sangat penting, dengan mereka memberikan program-program yang mempercayakan pada kaum wanita itu dapat menjadi suatu kesempatan mereka untuk bisa mempromosikan dirinya. 

Selain itu, dengan adanya program-program partai yang bisa menaruh kepercayaan nya kepada perempuan, masyarakat pun dapat melihat dan meningkatkan kepercayaannya. Mereka dapat mengubah mindset dengan isu perempuan yang ada di Indonesia ini, sangat perlu keterwakilan perempuan yang bisa tercapai sesuai dengan Undang-Undang yaitu sebesar 30%. Pada intinya, apabila keterwakilan perempuan di parlemen Indonesia ini ingin tercapai, harus mulai dari masyarakatnya terlebih dahulu selanjutnya pada peran partai politiknya, dan yang terakhir yaitu pada pengambilan kebijakan-kebijakan di parlemen itu sendiri.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun