Mohon tunggu...
Rikat Ali Ikwan
Rikat Ali Ikwan Mohon Tunggu... -

cogito ergo sum - aku ngeblog maka aku ada

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Ini Dia Format Terbaik Liga Indonesia

24 Juli 2011   12:05 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:25 807
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

PSSI saat ini sedang merestrukturisasi format liga Indonesia. Terdapat dua problematika. Pertama, masih samarnya perbedaan antara liga amatir dan liga profesional. Kedua, keberadaan Liga Primer Indonesia yang berada di luar piramida kompetisi.

Pertama, samarnya perbedaan antara liga amatir dan liga profesional. Ini harus ditegaskan dengan membuat dua liga yang secara jelas menyebut sebagai liga amatir dan liga profesional dengan sistemnya masing-masing. Usulannya, buat Liga Super Indonesia sebagai liga profesional. Dan buat satu lagi namanya Liga Nasional sebagai liga amatir.

LSI bisa dibuat dua divisi dengan penamaan Super 1 dan Super 2. Di sini sekaligus bisa manjawab problem kedua, yakni eksistensi LPI. LSI bisa mengakomodir klub-klub LPI untuk bergabung ke dalam divisi Super 2. Masing-masing divisi terdiri dari 18 hingga 22 klub. Seperti umumnya, Super 1 dan Super 2 memiliki hubungan promosi-relagasi/degradasi secara langsung di akhir muasim.

Sedangkan LN, sebagai liga amatir terdiri dari tiga divisi yaitu Divisi I, Divisi II, dan Divisi III.Sebagai liga amatir, maka format kompetisinya harus lebih sederhana dan murah.

Divisi I sebagai kasta tertinggi liga amatir hanya terdiri 8 klub tiap grup, dan divisi ini dibagi 4 grup. Juara grup bertemu secara home dan away, dan pemenangnya maju ke partai puncak di SUGBK Senayan.

Divisi II terdiri dari 8 grup, masing-masing grup terdiri dari 6 klub. Dan Divisi III terdiri dari 16 grup dan tiap grup terdiri dari 4 klub. Dengan kompetisi yang lebih sederhana itu, biaya klub untuk mengikuti kompetisi tidak mahal. Pemainnya, sebagai pemain amatir, masih tetap menekuni pekerjaan utamanya sebagai pegawai kantor atau pekerjaan lain.

Lalu, bagaiman hubungan antara LSI dan LN? Dua sistem ini tidak memiliki hubungan promosi-relegasi/degradasi secara langsung. Maksudnya, juara dan runner up Divisi I LN tidak otomatis promosi ke LSI. Sebab, belum tentu, juara dan runner up liga amatir (LN) siap secara manajemen masuk ke liga profesional yang mahal dan butuh manajemen profesional pula.

Karena itu, untuk masuk ke LSI, diperlukan dua syarat. Pertama, syarat prestasi yaitu juara dan runner up LN. Kedua, syarat kesiapan manajemen. Untuk syarat kedua, organizer LSI harus memverifikasi dan mengaudit secara transparan, apakah klub yang mendaftar memenuhi syarat masuk liga profesional atau tidak.

Pemisahan secara tegas liga amatir dan liga pro seperti ini lazim diterapkan di negara-negara yang kultur profesionalisme klub sepakbolanya belum merata. Bahkan, Argentina pernah menggunakan sistem pemisahan seperti di atas.

Satu lagi yang perlu ditekankan. Liga, baik yang profesional maupun yang amatir (LSI dan LN) harus berbasis klub (football club). Artinya, perserikatan sepakbola tidak boleh lagi mengikuti kompetisi nasional senior, baik amatir maupun profesional. Karena sejatinya, perserikatan sepakbola itu bukan football club, tapi football association di tingkat lokal.

Solusinya, tim perserikatan yang sekarang eksis di liga, eksistensinya diganti klub pengganti. Misalnya, Persija Jakarta. Tim Persija bisa diwdahi klub baru, sebut saja misalnya Jakarta Raya Football Club. Begitu juga dengan tim perserikatan lain.

Lalu dikemanakan mereka (perserikatan itu)? Mereka harus dikembalikan ke akarnya, kembali ke khittahnya untuk menjalankan fungsi grassroot football development. Perserikatan lokal harus kembali menyelenggarakan aktivitas sepakbola masyarakat dengan menggelar kompetisi intern. Kedua, perserikatan harus membangun akademi sepakbola.

Kita ambil contoh Persija lagi. Persija harus berkonsentrasi menjalankan Liga Persija sebagai liga sepakbola masyarakat dan membangun Akademi Sepakbola Persija. Dalam konteks dua hal itulah, dana APBD bisa dikucurkan. Perserikatan-perserikatan lain juga harus melakukan hal serupa.

PSSI sebagai perserikatan sepakbola tingkat nasional juga bisa menyelenggarakan kejuaraan Perserikatan Cup yang mengadu juara-juara liga perserikatan lokal. Selain itu, gelar juara liga intern perserikatan juga menjadi syarat jika klub ingin berkompetisi di liga amatir nasional (Liga Nasional).

PSSI juga harus membuat kompetisi kelompok umur untuk mengakomodir eksistensi akademi-akademi sepakbola yang dimiliki perserikatan lokal dan akademi sepakbola yang dimiliki klub profesional. Misalnya PSSI-Soeratin Cup Under 15, Under 16, Under 17, Under 18, dan Under 19.

Kalau ini semua dijalankan, sepakbola Indonesia akan semarak, berprestasi, dan menguntungkan secara bisnis. Jangan lagi hanya berorientasi pada sepakbola glamor, tapi juga harus mengaktifkan sepakbola grassroot, baik sepakbola masyarakat maupun sepakbola junior. Majulah sepakbola Indonesia!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun