Mohon tunggu...
Aliiyah SyamSmith
Aliiyah SyamSmith Mohon Tunggu... -

Lebih baik menunggu,daripada ditunggu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

PUTIH KULITMU TAK SEPUTIH NASIBMU

11 November 2012   14:57 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:37 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Masih saja aku tak bisa memicingkan mata, walau telah terdengar adzan subuh dari mesjid dekat rumah. Masih terngiang kata-kata Faizah saat kami ngobrol panjang lebar ditelepon tadi malam. Aku telah hapal betul akan kebiasaan sahabatku yang satu ini. Bila ia lagi dalam keadaan gundah gulana maka yang dicari adalah aku tanpa peduli waktu dan tempat dimana saja aku berada. Dan akupun harus siap sedia nggak pake alasan untuk tetap punya waktu mendengarkan curhat Faizah. Topik nya pun tak jauh dari soal kehidupan berumah tangga yang baru saja dijalaninya. Namun bila pada pasangan baru menikah yang ku dengar adalah seputar cerita bahagia, maka berbeda dengan kehidupan Faizah. Sejak awal tak pernah kudengar cerita bahagia darinya. Yang ada hanyalah cerita yang berlumur kesedihan, sakit hati dan penderitaan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Aku tahu persis kisah cinta Faizah dengan suaminya ini karena semuanya diceritakannya padaku. Dan ketika ia memutuskan untuk menikah, bukan aku saja yang terkejut. Tapi juga saudara dan yang terutama ibunya. Ayah Faizah telah tiada sehingga pembuat keputusan mutlak ada ditangan ibunya. Sudah bukan rahasia lagi, sebagai keluarga keturunan Arab di kehidupan keluarga Faizah berlaku adat yang sangat keras, terutama menyangkut soal memilih pasangan hidup. Yang paling keras adalah peraturan yang berlaku untuk anak perempuan. Karena kelak akan melahirkan anak yang mengikuti garis keturunan suami, maka salah satu syarat yang harus ditaati adalah harus menikah dengan laki-laki yang juga masih berdarah Arab. Tapi yang namanya peraturan, selalu saja ada pelanggaran didalamnya. Dimana saja. Bahkan peraturan yang telah diwariskan turun temurun dari jaman nenek moyang si Faizah. Ada beberapa orangtua yang telah mengijinkan anak perempuan menikah dengan pria pribumi, ada yang suku Jawa, Melayu, Bugis, Sunda bahkan ada yang menikah dengan pria asing, dengan syarat haruslah yang seiman dan menikah secara baik-baik, dalam arti bukan menikah karena hamil duluan karena itu adalah aib terbesar bagi keluarga dan tak termaafkan. Bersyukur mereka hidup bahagia walaupun pada awalnya tak sedikit juga protes datang dari keluarga, terutama paman dari pihak ibu dan bapak. Pada ibu Faizah, hal ini tak berlaku. Peraturan keluarga adalah harga mati yang tak bisa diganggu gugat.

Siapa yang tak kenal Faizah, sebagai gadis keturunan pastilah ia memiliki raut wajah yang khas, dikenal ramah dan anak yang baik oleh lingkungannya. Ia bergaul dengan siapa saja dan tak segan membantu bagi siapa saja yang membutuhkan sesuai kemampuannya. Seperti ketika si Sumijo, tukang sayur langganan yang tiba-tiba datang bertamu sore itu untuk minta dipinjamkan uang karena anaknya masuk rumah sakit, Faizah memberi bantuannya dengan sepenuh hati. Setiap waktu sholat maka ia akan melangkahkan kaki ke mesjid keluarga yang tak jauh dari rumahnya. Tak pernah ia terlihat keluyuran dijalan raya seperti gadis-gadis lain. Bila ia keluar rumah tak pernah sendiri tapi selalu ditemani ibunya atau saudara laki-laki. Ia biasa terlihat berjalan sendiri bila pergi ke kantor. Banyak lelaki bujang yang menaruh hati padanya mulai dari yang malu-malu dengan hanya memberikan bahasa isyarat sampai pada yang putus urat malu karena berani datang bertamu ke rumahnya walau tak dibukakan pintu oleh ibunya dan faizah. Bahkan pernah ku saksikan sendiri ketika ada seorang lelaki yang nekat bertamu ke rumahnya penuh dengan tentengan oleh-oleh dari ibunya si cowok yang khusus diberikan untuk Faizah, tapi tak pernah disambut oleh ibu Faizah. Tapi sejak perkenalannya dengan lelaki itu, sifat dan kehidupan Faizah berubah total. Hal yang membuat semua orang terkejut, termasuk aku. Ia tak pernah lagi terlihat sholat berjamaah dimesjid, tiba-tiba menarik diri dari pergaulan, bahkan sering terlihat pulang larut malam, hal yang sangat bertolak belakang dengan sifat dan tabiat faizah yang ku kenal. Baru 3 bulan menikah, ia mengeluh tentang tabiat suaminya yang kasar, kerap memaki dan memukul. Hingga kemudian ia hamil dan keguguran karena bukan hanya badannya yang tersiksa tapi juga bathin seperti ketika ia menemukan barang-barang milik mantan pacar si suami yang masih disimpan rapi, dan ulah suaminya yang selalu menyakitkan hatinya. Yang anehnya, sifat kasar suaminya itu telah diketahui faizah sejak mereka masih pacaran. Namun Faizah selalu saja dibuat tak bisa menghindar. Hingga akhirnya mereka menikah. Dan tadi malam seperti menjadi puncak dari semua penderitaan Faizah. Ia seperti orang yang telah kehabisan energi dan memilih untuk menyerah. Walau ia tahu tak pernah bisa mengembalikan keadaan seperti saat ia belum bertemu suaminya itu,karena ia telah dianggap mati oleh ibunya sebagai hukuman bagi anak yang telah melanggar adat keluarga, ia menyerah. Terbuang dari keluarga, kehilangan pekerjaan hingga menyakiti hati ibunya dan membuat aib bagi keluarganya.. “terlalu mahal harga yang harus aku bayar untuk ini” katanya lirih......Inilah nasib perempuan, mahluk lemah yang selalu saja dibuat tak berdaya karena cinta.

Beruntung aku memilki orang tua yang sangat baik. Mereka memberi kebebasan yang bertanggung jawab pada kami, anak laki atau perempuan. Mereka memberikan kesempatan yang terbuka luas bagi anak-anaknya untuk bersekolah setinggi mungkin. Dan karena itulah, aku selalu berhati-hati dalam melangkah. Apalagi aku anak perempuan. Aku tak ingin menyakiti hati mereka terutama ibuku. Aku ingin membuat ia bangga padaku, satu saat nanti..Soal jodoh? Bila aku telah siap, akan tiba masanya kelak aku bahagia dengan lelaki pilihan hatiku yang tentunya atas doa dan restu kedua orang tuaku... Sayup-sayup terdengar lagu menado dari CD yang baru ku beli kemaren sore..”bukang main na pe hati babadiam nintau standby mo lari,ngana kira kita ampas kalapa ngana ramas ngana buang, kita ini ngana yang pilih sandiri bukang tampa batera cinta palsu...”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun