Mohon tunggu...
Vox Pop

Inikah Skenario "Licik" Para Pengusung Menumbalkan Ahok?

15 Desember 2016   22:28 Diperbarui: 15 Desember 2016   22:42 1521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hasil survei yang dirilis Lembaga Survei Indonesia (LSI) membuat pendukung Ahok dapat menarik nafas lega. Karena pasangan Ahok-Djarot mampu memuncaki hasil survei awal Desember dengan 31,8 persen, meninggalkan pasangan Agus-Sylvi yang berada pada posisi kedua dengan 26,5 persen dan Anies-Sandi dengan 24,5 persen.

Dengan posisi seperti ini artinya Ahok-Djarot naik lagi setelah sempat turun hingga 26,2 persen. Jika Pilkada dilakukan hari ini, maka Ahok-Djarot menjadi pemenang sementara. Ahok pantas senang dengan kondisi ini, karena peringkatnya kembali naik.

Tapi Ahok dan pendukungnya tidak boleh terlalu besar kepada dulu, karena untuk DKI Jakarta. Pemenang ditentukan jika ada kandidat yang melebih 50+1, jika tidak maka akan ada putaran kedua.

Yang harus diketahui oleh Ahok dan pendukungnya adalah, meskipun mereka menang satu putaran atau menang di putaran kedua. Jabatan Gubernur DKI Jakarta besar kemungkinan bukan diemban oleh Ahok, tapi oleh Djarot. Kenapa bisa begitu?

Seperti yang disampaikan oleh Prof. Mahfud Md, dalam sejarah kasus hukum terkait dugaan penistaan agama, belum ada satupun yang dinyatakan lolos. Jika berkaca pada sejarah tersebut, maka besar kemungkinan Ahok akan jadi terpidana. Kemenangan yang diraih Ahok beserta pendukungnya pada Pilkada DKI Jakarta nanti hanya sebatas simbol, yang jadi Gubernur nya Djarot. Karena sesuai dengan aturan yang ada Ahok akan diberhentikan seusai dilantik, dan kader PDI P akan mendapatkan jatah Gubernur.

Partai koalisi Ahok-Djarot tetap akan fokus memenangkan Pilkada, tapi prediksinya tidak akan ngotot membebaskan Ahok dari jeratan hukum. Dengan posisi tersebut sama-sama diuntungkan kecuali Ahok. PDI P dapat jatah Gubernur, dan partai koalisi dapat menentukan bersama siapa yang akan menjadi Wakil Gubernur menggantikan Djarot yang naik kelas.

Ahok tidak akan dibela dalam kasus hukumnya secara mati-matian, karena sosok Ahok sulit dikendalikan partai pengusung, akan lebih bagus jika Djarot jadi Gubernur. Selanjutnya, jika Ahok bebas akan ada dampak yang luas dan berimbas kepada Presiden dan partai pengusung secara keseluruhan. Akan lebih bagus jika mengambil sikap mendapatkan keuntungan dengan resiko kecil untuk semua pihak.

Kita sama-sama tahu bagaimana Ahok dan pendukungnya "Menyakiti" partai politik saat dirinya berencana maju dari jalur independen. Tidak mungkin Parpol pengusung dengan mudah melupakan kejadian tersebut, dan mereka merendahkan organisasi yang begitu besar dengan kalah kepada satu orang. Ego partai politik akan lebih besar, karena ini terkait dengan harga diri kader dan partai.

Dengan kondisi tersebut, para pendukung Ahok akan gigit jari. Mereka yang selama ini mati-matian memperjuangkan tidak bisa melihat sosok Ahok jadi Gubernur DKI Jakarta. Para pendukung Ahok hanya akan berhasil mengantarkan Ahok jadi pemenang, tapi tidak mengantarkan jadi Gubernur. Dalam dunia politik kondisi tersebut boleh dibilang mungkin dan biasa terjadi.

Dalam dunia politik, lawan yang berada satu barisan dengan kita lebih kejam dari pada lawan yang akan dihadapi. Mereka kadang rela mengorbankan teman seperjuangan demi kepentingan mereka.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun