Cahaya senja menyelimuti jembatan penghubung antar desa itu. Di bawah jembatan itu mengalir air sungai yang memantulkan cahaya senja. Sangat indah. Namun, keindahan itu tidak membahagiakan pria itu.
Masih dengan kemeja kerja-nya, pria itu melewati pembatas besi jembatan dan berdiri di ujung tepi jembatan, dia siap melompat. Melompat ke sungai di bawah jembatan yang jaraknya lima meter. Wajahnya putus asa dan sedih, jiwanya seperti hilang.
"Sialaaaaaaan" Pria itu berteriak sekuatnya. Melampiaskan semua amarahnya. Jembatan itu terkenal sepi, terlebih lagi waktu sudah sore sehingga semakin jarang orang berlalu lalang. Pria itu tahu betapa sepinya jembatan ini, makanya dia memilih jembatan ini sebagai tempat dia bunuh diri. Dia membenci dirinya sendiri.Â
Pria itu bernama Rendi, umurnya 24 tahun. Tapi, terlalu banyak masalah yang menimpa dirinya. Ibu nya baru saja meninggal, ayahnya yang seorang pecandu alkohol dipenjara karena memukul orang di jalan, pacarnya berselingkuh dengan sahabat kantornya, dia dikejar penagih hutang karena pacarnya meminta banyak hal darinya. Dia merasa lelah dengan semua ini. Dia bahkan tidak sempat beristirahat memikirkan tentang dirinya. Dunia seperti ingin membunuhnya secara perlahan.
"Inikan yang lu mau?" teriak Rendi, "liat! gua udah siap mati," dia berteriak pada langit.
Rendi sudah siap melompat, dan dia benar-benar siap meninggalkan semua masalah ini.
"Sebelum lompat jangan lupa sebut nama Tuhan lo," tiba-tiba sebuah suara muncul dari belakang Rendi.
Rendi memeriksa. Seorang pria berkacamata berada di sebelah kanan-nya sejauh satu meter. Dia sedang santai dengan rokoknya menikmati senja.
"Ha? Apa maksudnya" tanya Rendi
"Ya, kalau mau lompat, lompat aja ga akan ada yang ngelarang, tapi jangan lupa sebut nama Tuhan lo,"
"Kenapa gua harus sebut nama Tuhan gua?"