Mohon tunggu...
Muhammad Ali Husein
Muhammad Ali Husein Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Fisip Unsoed

Selanjutnya

Tutup

Catatan

KPK Mandul, Sebuah Hegemoni Tirani Minoritas

30 Mei 2013   11:42 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:48 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh : Muhammad Ali Husein

Kadept Kasrat KAMMI Kathoza 2013

"Saya enggak perlu diminta turun (sebagai pimpinan). Satu tahun enggak bisa apa-apa, saya akan mundur," (Abraham Samad, saat fit and proper test 28 November 2011 di ruang rapat Komisi III DPR).

Retorika populis politik Abraham Samad berhasil menghegemoni pola berfikir publik akan sebuah tesa yang memiliki implikasi substansial dalam kinerja KPK. Bagaimana tidak, janji yang sudah lewat lebih dari satu tahun tersebut mengalami sebuah dislokasi makna dan hanya menjadi penghangat media dalam pemberitaan. Ya, Abraham Samad memang berjanji menuntaskan kasus-kasus besar dalam waktu satu tahun kepemimpinannya, namun hingga saat ini belum ada fakta empirik yang mendukung prakondisi-prakondisi itu terjadi.

Kinerja KPK yang merupakan manifestasi dari manuver sebuah janji Abraham Samad seakan tereduksi dengan konstelasi politik, seolah kehilangan urgensi dan miskin substansi, hal ini yang menjadi determinasi publik untuk bergerak tuntaskan perubahan dan menolak lupa terhadap kasus-kasus korupsi yang masih diabaikan KPK.

Lihat saja kasus-kasus mega skandal Century dan Hambalang, janji Abraham Samad seolah direm oleh pihak istana. Kasus-kasus hukum yang bermuatan politis ini masih belum menemukan titik terang sejak dilaporkan ke KPK pada tahun 2008 dan 2010 silam. Sarat akan muatan politis memang, karena indikasi keterlibatan menyeret orang-orang istana, hingga lima tahun berjalan pelaku kasus ini masih belum terungkap ke permukaan.

KPK seolah pilih kasih dalam menangani kasus korupsi, kasus yang jelas-jelas merugikan Negara -sebut saja Century- hingga Rp 6,7 Triliun ini tidak jelas perkembangannya. Sedangkan kasus-kasus yang masih belum jelas merugikan Negara malah di proses habis-habisan. Hangat di pemberitaan namun miskin prestasi inilah yang mendasari determinasi publik untuk menurunkan kepercayaannya terhadap lembaga superbody ini pada bulan juli 2011 silam. Tingkat kepercayaan publik terhadap KPK menurun dengan jelas dari 58,3% pada tahun 2005 menjadi 41,6% pada tahun 2011.

Sikap intoleran absolutisme kerap mendasari paradoks berfikir publik akan sikap-sikap yang dibentuk KPK dalam menghadapi kasus-kasus korupsi. Dalam kasuistik ini berlaku premis Michel Foucault, yang mengatakan “di mana ada kekuasaan, di sana ada perlawanan, dan perlawanan tersebut tidak pernah berada eksternal dari relasi kekuasaan yang ada”. Meskipun istana menyembunyikan, meskipun KPK terkekang kinerjanya karena hegemoni tirani minoritas, publik akan tetap melawan, melawan dalam bentuk menolak lupa!.

#Nb : Berikut daftar kasus korupsi yang masih belum dituntaskan KPK (versi @TrioMacan2000 & ICW), diantaranya :

1.Kasus Century tahun 2008 yang melibatkan Istana, indikasi kerugian Rp 6,7 Triliun.

2.Kasus Hambalang tahun 2010, indikasi kerugian Rp 2,5 Triliun.

3.Kasus Korupsi CSR Pertamina pada tahun 2008-2009, indikasi uang mengalir ke Partai Demokrat Rp 600 Miliar.

4.Kasus korupsi Hartati di JIEC dan Bank Mandiri, indikasi kerugian Rp 1,5 Triliun.

5.Kasus korupsi proyek eKTP tahun 2011 di Kemendagri, indikasi kerugian Rp 3,5 Triliun.

6.Kasus korupsi PT. Antam dalam penyerobotan lahan oleh Harita Grup yang rugikan negara 19 Triliun

7.Kasus korupsi pajak Bakrie Group bersama Gayus.

8.Kasus korupsi rekening gendut Jenderal Polri.

9.Kasus korupsi pengadan solar home system (SHS) di Kementerian ESDM.

10.Kasus korupsi Mafia Anggaran DPR yang dilaporkan Wa Ode Nurhayati, indikasi kerugikan Rp 7,7 Triliun.

11.Kasus korupsi PLN yang terindikasi melibatkan Dahlan Iskan, kerugian PLN mencapai Rp36,7 Triliun, indikasi kerugian Rp 36,7 Triliun.

12.Kasus korupsi penyerobotan lahan tambang PT. Bukit Asam yang dilaporkan mantan Menkumham Patrialis Akbar, indikasi kerugian Rp 6 Triliun.

13.Kasus korupsi pengadaan gerbong kereta api dari Jepang yang disebut-sebut melibatkan Hatta Rajasa.

14.Kasus korupsi impor daging sapi pada tahun 2013.

15.Dan kasus-kasus korupsi lainnya yang kini sudah tenggelam di media.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun