Mohon tunggu...
Muhammad Ali Husein
Muhammad Ali Husein Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Fisip Unsoed

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Analisis Prosedur Sengketa Hasil Pilpres 2014 ke MK

26 Juli 2014   03:51 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:12 1624
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1406296168762466967

Oleh : Muhammad Ali Husein

Menteri Sospol BEM Unsoed 2014

Setelah tanggal 22 Juli 2014 kemarin KPU membacakan hasil rekapitulasi nasional Pilpres yang memenangkan pasangan Jokowi – JK, tepat tiga hari setelahnya yaitu 25 Juli 2014, kompetitor Jokowi – JK, yaitu Prabowo – Hatta melayangkan gugatan hasil Pilpres ke Mahkamah Konstitusi. Pasangan Prabowo – Hatta dengan rekapitulasi TimKamNas nya mengaku memenangi hajatan lima tahunan ini dengan perolehan 54% suara nasional. Sedangkan KPU melalui Keputusan Komisi Pemilihan Umum, Nomor 535/Kpts/KPU/Tahun 2014 yang ditetapkan pada tanggal 22 Juli 2014 menetapkan pasangan Jokowi – JK menang dengan perolehan 70.997.833 suara atau 53,15%. Sedangkan pasangan Prabowo – Hatta memperoleh 62.576.444 suara atau 46,85%.

Namun penetapan hasil Pilpres tanggal 22 Juli kemarin bukanlah akhir, masih ada rangkaian akhir hajatan lima tahunan yaitu masa gugatan hasil Pilpres, karena politik adalah tentang menit-menit akhir. Dalam UUD ’45, jika ada peserta pemilu yang merasa keberatan dengan hasil Pemilu, bisa diadukan pada Mahkamah Konstitusi untuk memutus perselisihan tentang hasil Pemilu. Sedikitnya ada tiga landasan utama yang mendasari prosedur gugatan hasil Pilpres ke MK, yaitu UUD ’45, UU Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pilpres, dan Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pedoman Beracara dalam Perselisihan Hail Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

UUD ’45 Pasal 24C (1)

UUD ’45 mengatur segala sengketa hasil Pilpres diputus oleh MK. MK sebagai lembaga negara bertugas khusus dalam menyelesaikan sengketa hasil Pemilu. Berbeda dengan MA yang mengadili pada tingkat kasasi, MK mengadili pada tingkat pertama dan terakhir, dengan sifat final dan mengikat. Adapun diperjelas dalam UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pilpres, pemohon harus mendaftarkan gugatannya ke MK dalam tempo paling lambat tiga hari setelah penetapan hasil Pilpres oleh KPU.

Terhadap penetapan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dapat diajukan keberatan hanya oleh Pasangan Calon kepada Mahkamah Konstitusi dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari setelah penetapan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden oleh KPU.

UU Nomor 42 Tahun 2008 Pasal 201 (1)

Di pasal yang sama dalam UU Pilpes dijelaskan, bahwa gugatan yang dimaksud adalah gugatan terhadap hasil penghitungan suara Pilpres yang mempengaruhi terpilih atau tidaknya pasangan calon menjadi Presiden atau mampu dipilih kembali atau tidak dalam putaran kedua Pilpres. Batasan tersebut dirasa cukup tegas bahwa gugatan yang didaftarkan ke MK haruslah yang berkaitan dengan hasil Pilpres yang mempengaruhi pasangan calon. Jika diluar koridor penjelasan UU Pilpres tersebut, maka gugatan yang didaftarkan ditolak oleh MK. Pasal tersebut menambahkan, setelah gugatan didaftarkan maka MK harus memutus perselisihan tersebut paling lama 14 hari sejak didaftarkan. Jika pasangan Prabowo – Hatta mendaftarkan gugatan hasil Pilpres pada 25 Juli 2014, maka paling lama MK memutus sengketa Pilpres yang didaftarkan adalah pada 7 Juli 2014.

Mahkamah Konstitusi memutus perselisihan yang timbul akibat keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya permohonan keberatan oleh Mahkamah Konstitusi.

UU Nomor 42 Tahun 2008 Pasal 201 (3)

Setelah UUD mengamanahkan gugatan hasil Pilpres ditempuh melalui jalur MK dan UU Pilpres Tahun 2008 memperjelas penyelesaian gugatan Pilpres dengan mekanisme yang dituangkan dalam pasal 201, terakhir dilengkapi dengan Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pedoman Beracara dalam Perselisihan Hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. PMK (Peraturan MK) tersebut menjabarkan secara rigit mengenai pedoman penyelesaian gugagatn Pilpres di MK. PMK menjelaskan bahwa pemohon dalam perkara PHPU (Perselisihan Hasil Pemilihan Umum) adalah pasangan calon.

Pemohon dalam perkara PHPU Presiden dan Wakil Presiden adalah pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden.

Peraturan MK Nomor 4 Tahun 2014 Pasal 2 (1)

Dengan begini jelas, jika gugatan atau yang dalam PMK disebut sebagai PHPU dilayangkan oleh Prabowo seorang, maka akan batal diatas hukum, karena PMK mengharuskan gugatan atau PHPU dilayangkan oleh pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden. Jika pemohonnya adalah pasangan calon, maka termohonnya adalah KPU sebagai lembaga penyelenggara yang hasil rekapitulasinya disengketakan. Adapun objek yang diperkarakan oleh pasangan calon adalah berkiblat pada UUD ‘45, yakni hasil rekapituasi Pilpres oleh KPU.

Objek dalam perkara PHPU Presiden dan Wakil Presiden adalah penetapan perolehan suara hasil pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang dilakukan secara nasional oleh Termohon ............ .

Peraturan MK Nomor 4 Tahun 2014 Pasal 3

UUD ’45, UU Pilpres, dan Peraturan MK tentang pedoman perselisihan hasil pemilu merupakan sebuah produk peraturan perundang-undangan yang hierarkis. Peraturan perundangng-undangan memberikan koridor-koridor mengenai siapa subjek hukum dalam sengketa hasil Pilpres beserta objek perkaranya. Lembaga yang bertugas memutus pun dibatasi juga dengan mekanisme yang dijabarkan dalam UU Pilpres dan Peraturan MK. Digugatnya hasil Pilpres ke MK bukanlah barang baru, karena memang tugas MK sebagai lembaga negara yang memutus sengketa hasil pemilu. MK adalah manifestasi benteng moral bangsa Indonesia. Sandaran moral bangsa Indonesia ada pada lembaga MK. Apapun keputusan MK nantinya, haruslah dihormati oleh seluruh bangsa Indonesia. Boleh jadi hasil rekapitulasi KPU diragukan publik, namun kalau sudah masuk pada amar putusan MK, ia bersifat final dan mengikat. Karena itulah corak khas kewibawaan negara terletak pada lembaga MK.

Putusan Mahkamah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan putusan pada tingkat pertama dan terakhir yang bersifat final dan mengikat.

Peraturan MK Nomor 4 Tahun 2014 pasal 39 (4)

Apapun Putusan MK di sengketa hasil Pilpres 2014, apakah tetap seperti keputusan KPU memenangkan Jokowi - JK atau malah akan diadakan PSU (Pemungutan Suara Ulang) di beberapa TPS yang bermasalah,

We Stand on MK Side.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun