Mohon tunggu...
ALI KUSNO
ALI KUSNO Mohon Tunggu... Administrasi - Pengkaji Bahasa dan Sastra Kantor Bahasa Provinsi Kalimantan Timur

Pecinta Bahasa 082154195383

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menjawab Pertanyaan Yusril (Soal Ongen)

7 Mei 2016   16:01 Diperbarui: 7 Mei 2016   18:19 2215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

http://www.nbcindonesia.com

Setelah ditunggu-tunggu, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akhirnya menggelar sidang kasus yang menjerat Yulianus Pangonan alias Ongen, pemilik akun @ypaonganan. Seperti dikutip berbagai media, usai sidang, Kuasa hukum Ongen, Yusril Ihza Mahendra mengatakan dakwaan terhadap Ongen terkesan dipaksakan. Yusril keberatan jika foto Presiden bersama Nikita Mirzani yang disebarkan Ongen disebut sebagai pornografi. Yusril mempertanyakan apakah foto itu mengandung unsur porno atau tidak? Yusril pun mempertanyakan foto Jokowi dengan Nikita dan diberi hashtag oleh Ongen 'papa minta lonte' itu dianggap porno?  

Pernyataan sekaligus pertanyaan Yusril cukup mengusik. Tepatnya menggelitik. Yusril terkesan menilai 200 twitt Ongen antara tanggal 12--14 Desember 2015 hanya sepenggal-sepenggal. Tidak bermaksud membuka ruang ‘sidang’ baru. Tulisan ini tak ubahnya obrolan ringan sambil nyruput kopi.

Ramai dikutip media, pernyataan Dr. Ferry Rita yang menguatkan pandangan Yusril, bahwa tidak ada unsur pornografi dalam cuitan Ongen. Saya punya pandangan berbeda dengan pakar semiotik dari Universitas Tadulako Palu, Dr. Ferry Rita. Boleh kan, Dr. Ferry Rita?

Sebelumnya, mari sama-sama menilik pengertian pornografi. Dalam pasal 1 UU Nomor 44 Tahun 2008, disebutkan pengertian pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.Sedangkan dalam KBBI, pornografi dimaknai dengan penggambaran tingkah laku secara erotis dengan lukisan atau tulisan untuk membangkitkan nafsu berahi; bahan bacaan yang dengan sengaja dan semata-mata dirancang untuk membangkitkan nafsu berahi dalam seks.

Timbulnya makna pornografi seperti dalam pengertian tersebut tidak bisa lepas dari asosiasi yang terbentuk dalam benak pembaca. Menurut Abdul Chaer (2002)  dalam kajian lingustik, makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan keadaan di luar bahasa.

Makna asosiasi berhubungan dengan nilai-nilai moral dan pandangan hidup yang berlaku di masyarakat bahasa yang berhubungan juga dengan nilai rasa bahasa. Begitu pula dengan timbulnya makna asosiasi pornografi, tentunya juga mempertimbangkan nilai-nilai moral dan pandangan hidup yang berlaku di lingkungan masyarakat Indonesia.

Dengan demikian, untuk memaknai cuitan Ongen, selain unsur bahasa (lingual) yang berupa cuitan, juga harus memperhatikan hal di luar bahasa (nonlingual). Unsur nonlingualnya berupa foto JKW yang duduk bersampingan dengan artis NM. Dalam foto tersebut NM menggunakan pakaian pendek mengekpos bagian paha. Juga unsur nonlingual berupa nilai-nilai moral dan pandangan hidup di masyarakat Indonesia. Unsur nonlingual yang juga tidak bisa dipisahkan, yakni konteks saat cuitan itu muncul sedang hangat-hangatnya kasus prostitusi artis yang diduga melibatkan artis NM.

Kehadiran semiotik memang dibutuhkan untuk membantu mengungkap makna unsur lingual dan nonlingual tersebut. Semiotik merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan sistem tanda dan lambang dalam kehidupan manusia. Roland Barthes mengungkapkan bahwa semiotik terarah pada wacana khusus yang disebut mitos (miyth). Sedangkan mitos (Kris Budiman, 2002) tidak lain adalah wacana yang memasuki lapisan konotasi. Penggunaan semiotik dirasa mampu mengungkapkan makna di balik makna yang disampaikan dalam wacana cuitan Ongen.

Pendekatan seperti itu, sudah diterapkan dalam beragam penelitian kebahasaan tentang asosiasi pornografi. Hasilnya, beberapa iklan di televisi terbukti  menggunakan unsur-unsur yang berasosiasi pornografi untuk menarik perhatian pemirsa (Kusno, 2004). Lagu-lagu yang dicekal KPID Jawa Tengah terbukti lirik-liriknya mengandung unsur berasosiasi pornografi (Kusno, 2014). Judul-judul berita artis dalam media cetakjugamemanfaatkan aspek-aspek kebahasaan berasosiasi pornografi (Rochmadi dan Saddhono, 2007). Pada objek-objek penelitian tersebut memang ada kesan kesengajaan dengan tujuan menarik perhatian khalayak.

Lalu bagaimana dengan cuitan Ongen? Setelah saya cermati ada dugaan  beragam asosiasi pornografi yang timbul. Pertama, asosiasi alat kelamin dengan adanya penggunaan kata-kata seperti biji dan it**. Kedua, terbentuknya asosiasi sensualitas tubuh wanita, seperti durian montong (payudara) dan paha. Ketiga, adanya asosiasi ekploitasi alat kelamin, seperti sentil biji si lon**. Keempat, terbentuknya asosiasi ‘papa’ terangsang (seksual), seperti oh nikita, pahamu itu loh. Kelima, adanya asosiasi ‘papa’ melakukan hubungan seks, seperti papa main lon**. Keenam, terbentuknya asosiasi ‘papa’ doyan (seks), seperti papa doyan lon**. Ketujuh, adanya asosiasi ‘papa’ suka alat vital wanita, seperti papa doyan it**.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun