Aduhai Bapak Ibu yang merasa waras.
Bukankah kalian tahu, Undang-undang Pemilu tidak melarang penderita ODGJ masuk dalam daftar pemilih tetap (DPT). Hak pilih diatur sebagai hak konstitusional warga negara dalam UU Pemilu. Perdebatan itu rasanya terlambat. KPU hanya menjalankan dan mematuhi putusan yang telah ditetapkan oleh Mahkamah Kontitusi (MK). Prinsipnya penderita disabilitas tetap dilayani, apapun jenisnya, termasuk disabilitas gangguan jiwa.
KPU pun sudah mengatur, penggunaan hak pilih disesuaian dengan hari H pemungutan suara berdasarkan rekomendasi dokter yang merawat. Jika pada hari H yang bersangkutan dalam kondisi 'waras', mereka akan mendapatkan hak pilihnya. Begitu pula sebaliknya. KPU kan sudah menjelaskan, pendataan melihat sikon. Bila saat pendataan yang bersangkutan sedang 'kambuh', tentu tidak mungkin ditanya sendiri. Bisa bertanya kepada keluarga/dokter/tenaga medis yang merawatnya.
Bapak Ibu yang waras. KPU kan sudah menjelaskan, disabilitas gangguan jiwa harus ada penjamin oleh pihak yang punya otoritas (dokter) bahwa yang bersangkutan pada hari H sedang waras dan karenanya yang bersangkutan cakap melakukan tindakan hukum untuk memilih.
Kalau kalian tidak setuju dengan aturan itu, kan kalian tahu harus bagaimana? Kalian kan tahu undang-undang itu siapa yang buat. Kalau kalian takut ada pengiringan suara, kan ada saksi-saksi kalian. Kalian harusnya tahu harus bagaimana. Katanya waras?
Bapak Ibu yang merasa waras. Sebenarnya, perdebatan ini lebih merupakan representasi masyarakat kita yang sampai sekarang menganggap sebelah mata terhadap saudara-saudara kita yang mengidap ODGJ. Penderita ODGJ dianggap sampah bagi masyarakat. Bahkan keberadaan mereka dianggap aib bagi keluarga dan lingkungan. Kalau mereka diberi pilihan, mereka juga tidak mau kok sakit seperti itu.
Beragam pikiran negatif itulah yang harusnya kita ubah. Mari jadikan Pemilu 2019 menjadi momentum yang pas untuk menyetarakan saudara-saudara kita yang mengidap ODGJ. Rangkul mereka. Sapa mereka. Ajak mereka bicara. Gitu.
Kalian harus sadar. Kalimat-kalimat kalian yang melecehkan ODGJ sangatlah menyakitkan. Tapi, alhamdulillah mereka tidak perlu berdemo berjilid-jilid. Mereka sudah biasa disakiti. Sakit mereka itu sudah sangat menyakitkan. Kalian tidak akan sanggup. Cukup mereka yang merasakan.
Begitu menderitanya mereka tidak bisa tidur nyenyak seperti kalian. Begitu menderitanya mereka berjuang melawan pikiran-pikiran negatif yang datang. Nah, ini kalian yang waras malah mengundang-undang pikiran negatif tiap hari. Kalian tidak perlu menunggu keluarga kalian atau kalian sendiri sakit seperti mereka, baru bisa berempati, kan?
Bapak Ibu yang merasa waras. Kalian perlu banyak mendengar aspirasi Komunitas-komunitas Peduli Skizofrenia yang ada di Indonesia. Bagaimana perjuangan mereka untuk sembuh. Bagaimana perjuangan mereka untuk bisa dianggap oleh keluarga. Bisa tetap berkarya dengan segala keterbatasannya. Bagaimana perjuangan anggota keluarga mendukung kesembuhan.
Bapak Ibu yang memang waras. Sudahi perdebatan yang tidak berguna ini. Kami lebih membutuhkan program-program kalian untuk memperjuangkan para penderita ODGJ. Program bagaimana mereka dapat pengobatan gratis. Program memperbanyak fasilitas kesehatan dan pengobatan yang mudah dijangkau. Kalau perlu di setiap kecamatan ada dokter yang siap menangani mereka. Program pemberdayaan dan pelatihan bagi mereka yang sudah sembuh untuk berkarya. Program sosialisasi agar keluarga dan masyarakat lebih peduli. Program meluruskan persepsi negatif yang selalu disematkan bagi ODGJ. Program bagi orang-orang yang waras seperti kalian agar tidak ikut-ikutan sakit seperti saudara kami yang ODGJ.