Mohon tunggu...
Ali Hasan Siswanto
Ali Hasan Siswanto Mohon Tunggu... -

Pengamat politik dan penikmat Moralogi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Petuah Kritis yang Membingungkan

15 Maret 2017   19:29 Diperbarui: 15 Maret 2017   19:33 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Di sebuah tempat yang menahbiskan diri kumpulan intelektual. Aku mendengar berbagai perintah dan tugas yang harus mengedepankan nalar kritis, seperti berpikir kritis, menulis kritis, bicara kritis dan lainnya.

Di tiap jalan menempuh lorong-lorong gelap untuk mengasah potensi intelektual dalam jiwa ini, selalu dihadapkan dengan petuah-petuah "harus kritis, buatlah analisis kritis, berpikirlah secara kritis, bacalah dengan kritis, tulislah dengan kritis dan kritis kritis yang lain'. Padahal tidak pernah menyinggung cara kritis itu seperti apa, bukan juga kritis jadi objek kajian. Terus saya harus berpikir kritis yang bagaimana, jika anda (yang menyuruh) tidak memberi contoh berpikir kritis, atau jangan-jangan anda (yang menyuruh) tidak tahu apa itu kritis. 

Petuah "kritis" selalu membuatku bingung, pemikiran kritis siapa yang akan saya gunakan untuk membaca, menganalisis dan menulis. Apakah kritis ala Karl Marx, Khoheimer, Adorno atau Jurgen Habermas, padahal anda tidak menyinggung manusia-manusia itu.

Belum lagi selesai kebingungan atas jawaban yang akan anda (penyuruh) berikan, kebingungan kedua sudah muncul, analisis kritis seperti apa yang anda maksud, apakah kritis destruktif, dekontruktif, konstruktif atau rekonstruktif.

Sebelum anda selesai menjawab sudah muncul kebingungan ketiga, apakah analisis kritis yang akan digunakan adalah kritis destruktif ala Martin Heidegger atau ala Jean Paul Sartre. Yang mana, dan coba anda jelaskan seperti apa keduanya biar saya paham dan bisa dioperasikan.

Sebelum anda jawab, kebingungan keempat muncul dengan ala kadarnya, apa analisis kritis yang anda inginkan adalah analisis kritis Dekonstruktif, dekonstruksinya siapa yang akan saya pakai, apakah ala Soren Kierkegard, Roland Barthes, Louis Althusser, Edmund Husserl, Emmanuel Levinas, Friedrich Nietzche, Ferdinand de Saussurre, Sigmund Freud, Karl Marx, Claude Levi Strauss, Edwarf Said, Homi K Bhabha, Gayatri Chakravorty Spivak dan Jacques Derrida. Yang mana, dan coba anda jelaskan seperti apa mereka biar saya paham dan bisa dioperasikan.

Sebelum anda selesai menjawab, kebingungan kelima muncul, jangan-jangan anda menginginkan saya menganalisis dengan analisis kritis konstruktif. Analisis konstruksi seperti apa yang diinginkan anda, apa kritis konstruksi ala Jean Piaget, Mark Baldwin atau Gimbatissta Vico. Yang mana, dan coba anda jelaskan seperti apa mereka biar saya paham dan bisa dioperasikan.

Sebelum anda selesai jawab kebingungan keenam akan muncul akibat petuah kritis yang tidak pernah anda jelaskan pada saya, apakah petuah analisis kritis yang anda maksud adalah analisis kritis rekonstruktif, rekonstruksi ala siapa yang anda maksud, apakah ala John Dewey, Caroline Pratt, George Counts, Harold Rugg, John Hendrik, Fritjop Chapra, al-Ghazali, Ibnu Kholdun, Mohammed Arkoun, Hassan Hanafi, Mohammed al-Jabiri, Nasr Hamid Abu Zaid, Sayyid Hosein Nasr atau lainnya. Yang mana, dan coba anda jelaskan seperti apa mereka biar saya paham dan bisa dioperasikan.

Saya tak pernah mengerti petuah kritis anda, karena anda tidak pernah membaca mereka semua. Ah... Buat apa saya bingung itu semua, kalau kritis yang anda pahami hanya memuat pertanyaan-pertanyaan yang tidak lebih dari orang yahudi saja. Mungkin harus saya ikuti "kritis" versi anda dengan muatan banyak tanya  yang tak terarah, sekalipun itu semua tidak benar. Sy mengikuti bukan karena saya tidak paham, tapi karena anda gila. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun