Mohon tunggu...
Ali Asari
Ali Asari Mohon Tunggu... Lainnya - Pembimbing Kemasyarakatan pada Bapas Kelas II Serang

seorang Pembimbing Kemasyarakatan di lingkungan Kemenkumham yang memiliki pekerjaan bidang hukum dengan objek narapidana, eks narapidana dan anak berhadapan dengan hukum, melakukan penelitian kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan dan pendampingan baik di dalam persidangan maupun di luar persidangan. disamping itu, juga menyukai kegiatan sosial kemanusiaan dengan mendirikan gerakan indonesia berbagi

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Ketika Anak Berhadapan dengan Hukum

22 Juni 2022   16:50 Diperbarui: 22 Juni 2022   16:57 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Anak adalah sebagai penerus bangsa, yang akan meneruskan pembangunan  dan cita cita bangsa menjadi bangsa yang disegani,bangsa yang bermartabat dan bangsa yang damai dan sejahtera. Namun apa jadinya jika anak penerus bangsa harus berhadapan hukum karena persoalan hukum.  Setiap warga negara yang melakukan pelanggaran haruslah mempertanggung jawabkan apa yang telah dilakukan, termasuk anak. Pertanggung jawaban pelanggaran hukum yang dilakukan oleh anak, tentunya berbeda dengan dewasa.  Dalam penanganan anak berhadapan harus mengedepankan asas kepentingan terbaik dan tumbuh kembang anak.

Negara telah mengatur secara spesifik bagaimana penyelesaian perkara anak berhadapan dengan hukum yaitu menggunakan Undang-undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Peraturan Pemerintah No 65 tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Diversi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak, Peraturan Jaksa Agung No. 06/A/J.A/04/2015 tentang Pedoman Pelaksanan Diversi. Hadirnya Undang-undang No 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak ini telah menggesar pola pemidanaan yang awalnya bersifat keadilan retributif (pembalasan) menuju keadilan restoratif (pemulihan)

Penyelesaian perkara anak dibawah umur dapat dilakukan melalui 3 (tiga) cara yaitu melalui mekanisme musyawarah bagi anak yang berumur dibawah 12 tahun, Mekanisme Diversi bagi perkara anak dengan ancaman pidana dibawah 7 tahun dan bukan pengulangan tindak pidana  serta mekanisme persidangan bagi perkara anak dengan ancaman pidana diatas  7 (tujuh) atau pengulangan tindak pidana

Penyelesaian perkara anak melalui musyawarah 

Penyelesaian perkara anak melalui musyawarah ini hanya untuk anak berhadapan dengan hukum yang usianya dibawah 12 tahun,   sehingga dalam perkara apapun ketika anak pelaku belum berumur 12 tahun maka penyelesaian satu satunya adalah musyawarah. Musyawarah diselenggarakan oleh pihak Kepolisian dengan melibatkan anak pelaku,  korban, keluarga anak pelaku,keluarga korban, pemerintah setempat, tokoh masyarakat, Pembimbing Kemasyarakatan dan Pekerja Sosial dengan tujuan mengambil keputusan secara bersama-sama dengan merujuk pada Peraturan Pemerintah No 65 tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun. Pilihan tindakan dan kesepakatan musyawarah yang dapat diambil adalah perdamaian dengan atau tanpa ganti kerugian, penyerahan kembali kepada orang tua/wali, keikut sertaan dalam pendidikan atau pelatihan di Lembaga Pendidikan atau LPKS paling lama selama 3 (tiga) bulan dan atau pelayanan masyarakat.  selanjutnya hasil musyawarah diajukan ke Pengadilan Negeri untuk memperoleh Surat Penetapan Hakim atas perkara anak dengan usia dibawah 12 tahun.

Penyelesaian perkara anak melalui Diversi 

Penyelesaian perkara anak melalui Diversi   mirip dengan  penyelesaian perkara anak melalui musyawarah yaitu   pihak terkait sama-sama duduk bersama mencari penyelesaian seadil adilnya dengan menitikberatkan pemulihan pada korban. Pelaksanaan Diversi hanya dapat dilakukan apabila ancaman pidana dibawah 7 tahun dan bukan pengulangan tindak pidana, dengan artian bahwa  kedua syarat tersebut harus terpenuhi. Diversi dilaksanakan bertujuan untuk mencapai perdamaian antara korban dan anak , menyelesaikan perkara anak di luar persidangan, menanam rasa tanggung jawab terhadap anak, menghindari anak dari perampasan kemerdekaan, dan mendorong masyarakat untuk berpartisipasi.  Beda halnya dengan Musyawarah, Diversi dapat dilaksanakan di 3 (tiga) tingkatan yaitu tingkat penyidikan, tingkat penuntutan dan tingkat Pengadilan. Apabila Diversi  mencapai kesepakatan di tingkat penyidikan maka perkara anak selesai di tingkat Penyidikan melalui penetapan Hakim namun jika tidak mencapai kesepakatan, Diversi kembali dilaksanakan di tingkat Pentuntutan. Apabila Diversi mencapai kesepakatan di tingkat penuntutan maka perkara anak selesai di tingkat penuntutan melalui penetapan Hakim namun jika tidak mencapai kesepakatan, Diversi kembali dilaksanakan di tingkat Pengadilan. Apabila Diversi mencapai kesepakatan di tingkat Pengadilan maka perkara perkara anak selesai di tingkat Pengadilan melalui penetapan Hakim namun jika tidak mencapai kesepakatan, upaya penyelesaian terakhir adalah  Pemeriksaan Persidangan hingga anak dijatuhi putusan Pengadilan. 

Penyelesaian perkara anak melalui Persidangan 

Penyelesaian perkara anak melalui persidangan dilaksanakan bagi perkara anak dengan ancaman pidana yang disangkakan diatas 7 (tujuh) tahun. Ketika Penyidik melakukan penangkapan terhadap anak dan ancaman pidananya di atas 7 (tujuh) maka setelah 14 (empat belas) hari masa penahanan anak selesai, perkara anak dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum. Setelah masa tahanan anak selama  10 hari selesai, perkara anak diajukan ke Pengadilan Negeri untuk pemeriksaan persidangan.  Pelaksanaan sidang anak bersifat tertutup, adapun pihak terkait yang boleh menghadirinya adalah anak pelaku, korban, orang tua/wali anak pelaku, saksi, Jaksa Penuntut Umum, Pembimbing Kemasyarakatan, Penasihat Hukum, dan Pekerja Sosial. Selama persidangan persidangan, anak didampingi oleh orang tua anak, Pembimbing Kemasyarakatan dan Penasihat Hukum. Sebelum hakim memutuskan perkara anak, hakim harus mempertimbangan hasil penelitian kemasyarakatan yang dibuat oleh Pembimbing Kemasyarakatan,dan apabila hasil penelitian kemasyarakatan tidak dipertimbangkan oleh Hakim maka putusan hakim dapat batal demi hukum. Penelitian Kemasyarakatan yang dibuat oleh Pembimbing Kemasyarakatan berisi data pribadi Anak, keluarga, pendidikan, dan kehidupan social, latar belakang dilakukannya tindak pidana, keadaan korban dalam hal ada korban dalam tindak pidana terhadap tubuh atau nyawa,  yang kemudian menghasilkan rekomendasi dengan mempertimbangkan kepentingan terbaik bagi anak dalam aspek yuridis maupun sosialogis. Putusan Hakim terhadap anak memiliki 2 (dua) jenis putusan  yaitu bersifat tindakan dan pidana yang didasari oleh usia anak dan berat ringannya perbuatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun