Mohon tunggu...
Ali Asari
Ali Asari Mohon Tunggu... Lainnya - Pembimbing Kemasyarakatan pada Bapas Kelas II Serang

seorang Pembimbing Kemasyarakatan di lingkungan Kemenkumham yang memiliki pekerjaan bidang hukum dengan objek narapidana, eks narapidana dan anak berhadapan dengan hukum, melakukan penelitian kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan dan pendampingan baik di dalam persidangan maupun di luar persidangan. disamping itu, juga menyukai kegiatan sosial kemanusiaan dengan mendirikan gerakan indonesia berbagi

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pemenuhan Hak Narapidana Melalui Pemberian Pembebasan Bersyarat

1 Juni 2022   06:12 Diperbarui: 1 Juni 2022   06:15 510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mendengar istilah Pembebasan Bersyarat tidaklah asing bagi  Sebagian masyarakat di Indonesia, tentunya diarahkan kepada mereka yang dirampas Sebagian kemerdekaannya yaitu narapidana.  Pembebasan Bersyarat merupakan salah satu  hak narapidana yang dapat diberikan, dengan syarat telah memenuhi syarat administrative dan syarat substantif. Secara definisi Pembebasan Bersyarat adalah program pembinaan untuk mengintegrasikan narapidana dan anak ke dalam kehidupan setelah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Perlindungan hukum terhadap hak narapidana untuk mendapatkan Pembebasan Bersyarat  dimuat dalam pasal 14 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.  Tujuan Pembebasan Bersyarat diberikan agar narapidana dapat berinteraksi, menyesuaikan diri  dan mengembalikan nilai-nilai  pada diri narapidana tersebut  sehingga masyarakat dapat menerimanya kelak setelah selesai menjalani pidana.

Pembimbing Kemasyarakatan yang merupakan salah satu petugas pemasyarakatan yang melakukan penelitian kemasyarakatan untuk program Pembebasan Bersyarat, sering kali dihadapkan pada masyarakat yang dalam hal ini  direpresentasikan oleh keluarga narapidana, bahkan narapidana itu sendiri yang tidak mengerti  konsep dan pelaksanaan Pembebasan Bersyarat, dimana  Sebagian  beranggapan bahwa Pembebasan Bersyarat harus diberikan secara mutlak kepada setiap narapidana karena itu hak, Sebagian lagi beranggapan bahwa Pembebasan Bersyarat dapat diberikan kapanpun.

Pembebasan Bersyarat sangat jelas merupakan hak bagi setiap narapidana yang sedang menjalani masa pidana  di dalam Lapas/Rutan namun tidak  dimaknai bahwa hak tersebut sepenuhnya diberikan tanpa disertai persyaratan yang harus dipenuhi bagi narapidana dan dalam pelaksanaannya, hak Pembebasan Bersyarat sewaktu-waktu dapat dicabut apabila melanggar syarat umum atau syarat umum. Untuk mendapatkan Pembebasan Bersyarat tersebut, seorang narapidana  haruslah memenuhi  persyaratan dan ketentuan yang berlaku, dalam hal pemberian Pembebasan Bersyarat bagi narapidana,  perangkat hukum yang dikeluarkan kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia adalah Peraturan pemerintah Nomor 99 tahun 2012 tentang perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1999 tentang Syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan, hingga kemudian lebih rinci dijelaskan dalam Peraturan Menteri No 3 tahun 2018  tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat serta dijelaskan juga dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No 7 tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 3 tahun 2018 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.  Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No 7 tahun 2012 tertib tanggal 27 Januari 2022  telah disosialisasikan kepada seluruh Kantor Wilayah Hukum dan HAM dan Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi tersebut terbit sebagai respon dan tindak lanjut Putusan Mahkamah Agung Nomor 28P/HUM/2021 Tanggal 28 Oktober 2021 menyatakan bahwa Pasal 34A Ayat (1) Huruf a dan ayat (3) serta Pasal 43A ayat (1) huruf a dan ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang perubahan  kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan tidak mempunyai hukum tetap.

Secara umum Pembebasan Bersyarat harus memenuhi  2 (dua) syarat yaitu syarat substantif dan syarat administatrif, syarat-syarat substantif yang dimaksud adalah telah menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas perbuatanya, Telah menunjukkan budi pekerti dan moral yang positif, Berhasil mengikuti program kegiatan pembinaan, masyarakat lebih dapat menerima kegiatan pembinaan narapidana yang bersangkutan, Tidak pernah mendapatkan hukuman disiplin dalam waktu 9 bulan, Telah menjalani 2/3 masa pidana dikurangi masa tahanan dan Remisi. Sementara itu Syarat-syarat administrative yang harus dipenuhi adalah salinan kutipan putusan hakim dan berita acara pelaksanaan putusan pengadilan, laporan perkembangan pembinaan sesuai dengan sistem penilaian pembinaan Narapidana yang ditandatangani oleh Kepala Lapas, laporan penelitian kemasyarakatan yang dibuat oleh Pembimbing Kemasyarakatan yang diketahui oleh Kepala Bapas, surat pemberitahuan ke kejaksaan negeri tentang rencana pengusulan pemberian Pembebasan Bersyarat terhadap Narapidana pemasyarakatan yang bersangkutan, salinan register F dari Kepala Lapas, salinan daftar perubahan dari Kepala Lapas, surat pernyataan dari Narapidana tidak akan melakukan perbuatan melanggar hukum, surat jaminan kesanggupan dari pihak Keluarga, wali, Lembaga Sosial, instansi pemerintah, instansi swasta, atau yayasan yang diketahui oleh lurah, kepala desa, atau nama lain yang menyatakan bahwa: Narapidana tidak akan melarikan diri dan/atau tidak melakukan perbuatan melanggar hukum; dan membantu dalam membimbing dan mengawasi Narapidana selama mengikuti program Pembebasan Bersyarat.

Syarat pemberian Pembebasan Bersyarat sebagaimana telah disebutkan diatas berlaku secara umum, namun memiliki persyaratan lainnya bagi  kejahatan berkategori  luar biasa "extraordinary crime" yaitu tindak pidana terorisme, narkotika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan hak asasi manusia yang berat, dan kejahatan transnasional terorganisasi lainnya. 

Persyaratan lain  dalam pemberian pembebasan bersyarat bagi tindak pidana terorisme adalah  telah menjalani paling sedikit 2/3 (dua per tiga) masa pidana, dengan ketentuan 2/3 (dua per tiga) masa pidana tersebut paling singkat 9 (sembilan) bulan, telah menjalani Asimilasi paling sedikit 1/2 (satu per dua) dari sisa masa pidana yang wajib dijalani; dan telah menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan yang menyebabkan dijatuhi pidana dan menyatakan ikrar: kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia secara tertulis bagi Narapidana warga negara Indonesia; atau tidak akan mengulangi perbuatan tindak pidana terorisme secara tertulis bagi Narapidana warga negara asing.  Persyaratan lain dalam pemberian pembebasan bersyarat bagi tindak pidana narkotika yang dipidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun adalah telah menjalani paling sedikit 2/3 (dua per tiga) masa pidana, dengan ketentuan 2/3 (dua pertiga) masa pidana tersebut paling singkat 9 (sembilan) bulan; dan telah menjalani Asimilasi paling sedikit 1/2 (satu per dua) dari sisa masa pidana yang wajib dijalani. 

Persyaratan lain  dalam pemberian pembebasan bersyarat bagi tindak pidana korupsi, tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan hak asasi manusia yang berat, dan kejahatan transnasional terorganisasi lainnya adalah telah menjalani paling sedikit 2/3 (dua per tiga) masa pidana, dengan ketentuan 2/3 (dua per tiga) masa pidana tersebut paling singkat 9 (sembilan) bulan; dan telah menjalani Asimilasi paling sedikit 1/2 (satu per dua) dari sisa masa pidana yang wajib dijalani.

Sejatinya Pembebasan Bersyarat adalah pembinaan lanjutan menuju pembinaan di luar Lembaga sebagai suatu kesatuan dari sistem pemasyarakatan  dalam  rangka membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab. 

Melalui tulisan ini Penulis berharap warga binaan pemasyarakatan, keluarga warga binaan pemasyarakatan  dan  masyarakat secara luas  dapat memahami bahwa untuk dapat memperoleh hak Pembebasan bersyarat harus terpenuhi dulu persyaratannya, bukan diartikan bahwa Pembebasan Bersyarat hak mutlak dan harus diberikan tanpa melihat ketentuan yang berlaku, tanpa melihat masa pidana yang sudah jalankan dan juga tanpa melihat prilaku WBP selama berada di Lapas/Rutan serta harus adanya keluarga yang sanggup menjadi penjamin dan adanya penerimaan dari pemerintah dam masyarakat setempat. 

Pada kesimpulannya Pembebasan Bersyarat adalah hak setiap WBP untuk mengajukan dan memperoleh Pembebasan Bersyarat, tetapi itu bukan hak mutlak yang pasti harus disetujui dan diberikan  serta adanya kemungkinan pengusulan Pembebasan Bersyarat dibatalkan dan pelaksanaan Pembebasan Bersyarat dicabut atau dihentikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun