Mohon tunggu...
Alifya Putri Pratiwi
Alifya Putri Pratiwi Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Merdekanya Ibu Saya Ketika Bisa Mengantar Adik ke Jenjang Sekolah yang Lebih Tinggi

18 Agustus 2020   21:04 Diperbarui: 19 Agustus 2020   06:40 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanggal 17 Agustus 2020 adalah Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-75. Seluruh rakyat Indonesia merayakannya. Tidak terkecuali saya. Merasakan semangat kemerdekaan, meskipun tidak mengikuti upacara bendera.

Semangat kemerdekaan itu menyala dalam dada. Bahwa merdeka yang diraih oleh bangsa Indonesia atas jasa para pahlawan yang telah mendahului kita. Mereka berjuang melawan penjajah yang telah merenggut kebebasan hidup, ratusan tahun lamanya. Penjajah mengambil harta kekayaan dan merampas apa yang menjadi hak bangsa di negeri tercinta ini. 

Diceritakan oleh Eyang Putri saya pada masa zaman dulu, di tahun-tahun menjelang kemerdekaan. Beliau mengalami bagaimana rasanya mengungsi. Dari Purwokerto ke Magelang bersama bapak dan ibunya, juga saudara-saudara Eyang lainnya. 

Bapaknya (Eyang Buyut) merupakan incaran atau target Tentara Belanda pada masa itu. Secara gerilya, mengungsi ke tempat yang aman hingga berhari-hari. Menginap di rumah-rumah penduduk. Syukurlah pada saat itu penduduk memang sengaja melindungi beliau juga seluruh anggota keluarga dari patroli penjajah Belanda agar tidak tertangkap. 

Cerita Eyang, saat itu adalah masa-masa yang paling sulit. Untuk makan sehari-hari, keluarga Eyang memakan dari bahan yang ada di alam. Dedaunan yang bisa dimasak, atau menerima bantuan makanan dari penduduk yang dilewati. Hampir tidak pernah bertemu nasi, begitu kata beliau.

Saya bertanya, naik apa selama mengungsi? Eyang menjawab, jalan kaki. Ya, benar-benar jalan kaki. Istirahat ketika lelah, dan mampir ke penduduk sekitar. Tak jarang mereka juga tidur di alam bebas. 

Singkat cerita, Alhamdulillah akhirnya bisa sampai Kota Magelang dan menetap di sana. Ketika zaman sudah merdeka, Eyang Buyut menjadi seorang pengajar di kota ini hingga akhir hayatnya dan dimakamkan di Magelang. 

Sedangkan Eyang Putri sempat kuliah di Bandung dan bekerja ikatan dinas di Kota Pati sebagai guru SMA. Hingga bertemu dengan Eyang Kakung dan akhirnya menetap di Kota Pati. Usianya sekarang sudah 85 tahun. Alhamdulillah sehat meskipun sudah sepuh. Masih mengingat peristiwa yang telah lampau, loh. Meski telah lama berlalu.

Itu sekelumit cerita pada masa sebelum merdeka dan masa-masa awal sesudah merdeka. Meskipun sudah merdeka, tetapi bangsa Indonesia belum sepenuhnya lepas begitu saja dari penjajahan Belanda dan Jepang pada masa itu. Saya beruntung bisa mendengar cerita tentang perjuangan Eyang dan keluarga menghindari penjajah dengan mengungsi.

Dan sekarang, saya sebagai generasi penerus, tinggal menikmati saja bagaimana rasanya hasil kemerdekaan terlepas dari belenggu penjajahan. Kebebasan itu berupa sebuah perasaan aman untuk hidup di bumi pertiwi, tanpa rasa takut oleh penjajah. Dan bisa menikmati perasaaan nyaman di era milenial dengan segala fasilitasnya.

Merdekanya Ibu Ketika Bisa Mengantar Adik ke Jenjang Sekolah  yang Lebih Tinggi di Tahun 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun