Mohon tunggu...
ALIFYA KHAIRUNNISA UINJKT
ALIFYA KHAIRUNNISA UINJKT Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Semester 2 Program Studi Pendidikan Kimia. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Hobi saya menganalisa film dan menikmati alunan musik.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Mengapa Generasi Z "Ciut" untuk Mengkritik Pemerintah?

20 Juni 2023   13:39 Diperbarui: 20 Juni 2023   14:37 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 Sumber Gambar: https://csis.or.id/publication/

Negara kita yaitu Indonesia adalah negara demokrasi. Demokrasi erat kaitannya dengan kebebasan, maka setiap individu di Indonesia pantas untuk memiliki hak kebebasan. Setiap Individu mendapatkan hak kebebasan, karena manusia tidak mau dipaksa, penyebab tidak mau dipaksa yaitu manusia memiliki kemampuan untuk berpikir. Dari proses berpikir tersebut, terlahirnya berbagai pemikiran kreatif untuk memecahkan permasalahan hidup. Sehingga, manusia bebas berpendapat dan memilih jalan hidupnya sendiri. Salah satu komponen demokrasi yaitu kebebasan sipil. Kebebasan sipil adalah kebebasan pribadi setiap warga negara untuk memilih jalan hidupnya sendiri, tanpa adanya campur tangan dari pemerintah.

Permasalahan yang selalu menjadi buah bibir masyarakat dari kebebasan sipil ini adalah kebebasan berpendapat untuk mengkritik pemerintah. Indonesia walau menyuarakan secara lantang bahwa termasuk negara sistem demokrasi, namun masih ada pejabat yang menolak untuk dikritik dengan berbagai bentuk ancaman, seperti akan melaporkan orang yang mengkritik ke polisi lalu diadili. Oleh karena itu, kebebasan berpendapat untuk mengkritik pemerintah selalu menjadi permasalah utama, karena kebebasan berpendapat belum sepenuhnya terealisasi.

Saat ini, adanya berbagai media sebagai tempat untuk mengemukakan pendapat yang diakibatkan oleh perkembangan zaman. Media sosial merupakan salah satu tempat yang termudah dan banyak dijangkau oleh masyarakat. Sehingga, media sosial merupakan pilihan yang tepat untuk mengkritik pemerintah, supaya permasalahan dari kritikan tersebut bisa cepat ditanggani. Saat membahas media sosial, tentu saja rasanya hampa jika tidak membicarakan generasi Z. Karena generasi Z  paling akrab dengan media sosial, terutama TikTok.

Generasi Z yang memiliki rentang usia dari 17 sampai 23 tahun, seharusnya dapat berpikir lebih kompleks untuk menentukan yang benar dan salah. Maka dari itu, generasi Z dapat berpastisipasi untuk mengkritik pemerintah.  Seperti yang telah disebutkan, media sosial merupakan tempat terbaik untuk mengemukakan pendapat, dengan demikian generasi Z memiliki keuntungan lebih untuk mengkritik pemerintah. Akan tetapi, jarang ditemukan generasi Z yang berani untuk menyuarakan pendapatnya dalam mengkritik pemerintah pada media sosial terutama TikTok.

Permasalahan tersebut merupakan hal penting, sebab generasi Z yang lebih cepat dan mudah untuk beradaptasi dengan teknologi serta kecepatan informasi yang ada, dapat memanfaatkan kemampuan tersebut untuk ikut serta mengkritik pemerintah supaya merubah Indonesia menjadi yang lebih baik, belum digunakan sepenuhnya. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Centre of Strategic and International Studies (CSIS) dengan periode survei 8 sampai 13 Agustus 2022 menunjukan bahwa 43,9% pemilih muda termasuk generasi Z mengatakan tidak bebas dalam menyampaikan kritik kepada pemerintah.

Menurut saya dari permasalahan dan hasil survei oleh CSIS bahwa jarang ditemukan generasi Z untuk mengkritik pemerintah di media sosial adalah karena mereka merasa tidak bebas dalam menyampaikan kritik kepada pemerintah. Hal tersebut disebabkan adanya berbagai kasus seseorang yang mengkritik pemerintah justru mendapatkan sebuah ancaman maupun penolakan. Salah satunya adalah peristiwa yang sempat menjadi perbincangan oleh masyarakat yaitu salah satu generasi Z bernama Bima Yudho Saputro mengkritik pemerintah Lampung tentang jalan Lampung yang rusak melalui sebuah video di TikTok.

 Video kritikan tersebut menjadi sorotan, karena setelah Bima mengkritik, ia dilaporkan ke polisi oleh Gindha Ansori selaku advokat dan Ketua Koordinator Presidium Komite Pemantauan Kebijakan dan Anggaran Daerah (KPKAD) atas dugaan ujaran kebencian terhadap Provinsi Lampung. Sekarang, penyelidikan terhadap Bima telah dihentikan dan jalan rusak di Provinsi Lampung sudah diperbaiki.

Dengan demikian, terbukti jika berani mengkritik pemerintah apabila ada suatu penyimpangan dapat mengubah keadaan tersebut menjadi lebih baik. Walaupun akan ada beberapa halangan serta rintangan, seperti yang dihadapi oleh Bima Yudho Saputro. Bima menggunakan hak kebebasannya serta kemampuanya dalam beradaptasi dengan teknologi serta informasi untuk berani mengkritik pemerintah. Bima Yudho Saputro merupakan salah satu dari sekian banyaknya generasi Z yang berani untuk mengkritik pemerintah.

 Maka, sangat dibutuhkan lebih banyak Bima supaya berbagai kondisi buruk di Indonesia menjadi lebih baik. Serta harapan kepada pemerintah Indonesia untuk tidak menjadi pemerintah yang anti kritik, karena Indonesia adalah negara dengan sistem demokrasi. Kebebasan berpendapat tanpa menerima ancaman dan kesiapan warga negara yang merasa mampu untuk mengubah keadaan di Indonesia menjadi lebih baik merupakan bagian dari indikator demokrasi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun