Perdebatan mengenai penggunaan musik dalam shalawat sering kali muncul di tengah umat Islam. Beberapa pihak menilai bahwa dakwah melalui shalawat yang diiringi musik atau nyanyian tidak sesuai dengan ajaran Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Namun, apakah pandangan ini sejalan dengan sejarah, dalil, dan tradisi Islam yang kaya?
1. Sejarah dan Tradisi Islam
Sejak masa awal Islam, seni dan budaya menjadi alat penting dalam menyebarkan dakwah. Salah satu contoh yang terkenal adalah Qasidah Burdah karya Imam Al-Bushiri, yang hingga kini masih dilantunkan di berbagai belahan dunia Islam dengan irama yang indah. Tradisi ini menunjukkan bahwa seni, termasuk musik dan nyanyian, telah lama digunakan untuk mengekspresikan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.
Selain itu, di banyak negara Muslim seperti Indonesia, Mesir, dan Turki, seni shalawat dengan iringan musik berkembang menjadi media yang efektif untuk menyentuh hati masyarakat. Shalawat seperti "Ya Nabi Salam Alaika" atau karya-karya modern lainnya berhasil membawa pesan Islam dengan cara yang penuh keindahan.
2. Pandangan Dalil Al-Qur'an dan Hadits
Dalam Al-Qur'an dan hadits, tidak ditemukan larangan eksplisit mengenai penggunaan musik dalam dakwah, selama musik tersebut tidak mengandung unsur yang haram. Dalam QS. Luqman: 19, Allah berfirman:
"Dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai."
Ayat ini mengajarkan agar penyampaian pesan dilakukan dengan cara yang lembut, indah, dan hikmah, termasuk melalui seni.
Hadits lain meriwayatkan bahwa Rasulullah pernah mendengarkan anak-anak perempuan menyanyikan lagu-lagu tradisional ketika perayaan Hari Raya. Hal ini menunjukkan bahwa seni tidak dilarang selama berada dalam koridor yang sesuai dengan syariat.
3. Kaidah Ushul Fiqih