Mohon tunggu...
Agung S Raharjo
Agung S Raharjo Mohon Tunggu... -

terus belajar untuk mencintai negeri ini

Selanjutnya

Tutup

Politik

Untuk yang Suka Ngomong Politik (Ngompol)

21 Mei 2013   11:09 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:15 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Memang tidak mudah bagi sebuah organisasi politik (parpol) untuk membangun citra diri sebagai partai yang Bersih. Bersih itu selalu dilekatkan dengan warna putih (warna dasar) yang tidak terkotori dengan warna-warna lain sebagai pembanding, misalakan : hijau, merah, kuning, dll. Oleh karena itu sangat mudah mengatakan tidak bersih jika ada warna lain didalam ruang warna putih itu sendiri. Ya, inilah ruang persepsi dimana penulis dan kebanyakan orang memahaminya secara sederhana tentang bersih dan tidak bersih. Warna dasar bersih itu Putih, dan bukan yang lain.

Namun kemudian pemahaman seperti ini sungguh merepotkan jika dibawa pada ranah politik.Mengapa demikian ?karena wilayah ini membuat penilaian serba kaku dan rawan muncul “penghukuman” yang bersifat sewenang-wenang. Mari kita mulai dari sebuah kesepakatan umum tentang nilai bersihyakni partai yang dianggap bersih itu yang belum pernah tersangkut masalah korupsi.Ok, pada titik ini menurut penulis masih bisa ditoleransi tatkala memang sudah terbukti bersalah didepan pengadilan. Oya, sebelum lebih lanjut membahas, izinkan penulis untuk tidak mempersoalkan hukum dalam konteks keadilan dan kesetaraan, karena pada wilayah ini akan banyak catatan ataupun kritikan yang bisa dilontarkan.Baik kembali pada pokok bahasan, bahwa semua bukti kesalahan yang berujung pada suatu tindak kejahatan tatkala sudah diputus memalui proses pengadilan maka jatuh sudah hukuman atas kasus tersebut.Namun demikian, bagaimana jika melihat pada kasus Misbakhun, terkait masalah Century, yang dikemudian hari dibebaskan karena pengajuan PK ke MA dikabulkan. Oya, maaf kita tidak usah bawa teori konspirasi diwilayah ini soal kebebasan misbakhun. Lanjut, yang ingin penulis utarakan bahwa ada “vonis” yang muncul ditengah-tengah masyarakat yang begitu kuat kadang terburu-buru dan ketika “vonis” ini ternyata kemudian berseberangan dengan putusan akhir dari sebuah mekanisme hukum maka tidak cukup mudah untuk meralatnya. Jika demikian adanya dan terus saja terjadi ditengah-tengah kehidupan masyarakat negeri ini menurut hemat penulis ini sungguh ironis.Sebagian masyarakat akan begitu mudah menghukumi sebuah peristiwa tanpa menelaah lebih dalam dan lebih objektif.Yang lebih mengkhawatirkan, jika arus opini komunikasi media dengan masyarakat begitu tidak berimbangmaka bisa dipastikan yang menang adalah yang memiliki “kekuasaan” didalam mengatur opini ini.Masyarakat tidak diberikan kesempatan untuk menerima informasi analisa dari sisi-sisi yang lain, begitu seterusnya dan dilakukan berulang-ulang. Terlebih jika akhirnya membentuk sebuah pemaknaan yang salah kaprah terhadap suatu hal, missal : yang namanya aparat penegak hukum itu selalu benar. Sehingga apapun yang dilakukan aparat hukum itu benar. Ini seperti guyonan pasal 1 dan pasal 2, penulis kira pembaca budiman sangat familiar soal ini.

Nah, inilah kemudian konteks partai bersih sangat susah dipertahankan.PKS yang berslogan Bersih,Peduli dan Profesionaltelah beralih semangat perjuanganya menjadiCinta, Kerja dan Harmoni.Apakah dengan kasus yang sedang menimpaPKS ini menandakan organisasi ini sudah tidak bersih ? Lalu apakah jika ada sebuah survey yang menyatakan partaiA ini partai yang bersih kemudian serta merta juga kita anggap bersih ? untuk menjawab pertanyaan ini semua kembali pada penilaian masing-masing.Namun yang perlu diingat oleh kita semua bahwa ruang politik, hukumdan social itu harus terbangun harmonis. Mari kita selalu menggunakan nalar logika kita untuk menelaah informasi dengan seksama serta menggunakan hari nurani agar keputusan kita ini mempunyai nilai “rasa” yang tidak mengusiknurani . Misal, Jika penulis memvonis sesuatu itu dengan prasangka buruk, jika suatu ketika ternyata tidak begitu kebenarannya maka semestinya penulis jugabersikap mengakui kekhilfan prasangka yang terlontar secara salah. Akan tetapi jauh yang lebih penting disini yakni menghindari kebiasaan untuk me-hakim-I sesuatu dengan terburu-buru dikarenakan mengikuti nuansa ke glamour an sebuah berita/opini. Jangan seperti air didaun talas.

Kepada para penikmat informasi/berita mari kita membangun karakterpenerima informasisecara lebih baik.Jika harus beropini/ngomong politik  maka sampaikan dengan nalar logika yang ciamik dan bersikap santun. Jangan mengedepankan rasa emosional yang berlebihan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun