Fenomena terpilihnya politikus muda dalam pemilu kini menimbulkan pertanyaan: apakah keberhasilan mereka disebabkan oleh kemampuan individu atau pengaruh dinasti politik?Â
Masa pemilu akhir-akhir ini tengah diguncang oleh kehadiran politikus muda yang lolos dalam pemilu anggota DPR maupun DPRD. Di era demokrasi yang semakin terbuka, peristiwa ini sangat menarik perhatian masyarakat, terutama anak muda. Banyak yang menduga bahwa politikus muda yang terpilih dikarenakan adanya ikatan dengan dinasti politik, yang terlihat dalam satu keluarga dengan anggota politik lainnya. Lantas, apakah terpilihnya mereka benar-benar karena kemampuan individu, ataukah terdapat pengaruh dinasti politik sebagai faktor pendukung?Â
Keterikatan Keluarga dalam PolitikÂ
Dinasti politik didefinisikan sebagai fenomena yang melibatkan hubungan kekerabatan dalam mengatur masyarakat, baik melalui struktur maupun pemisahan yang jelas antara kekuasaan politik dan kehidupan masyarakat (Rahmat, S.M. 2019).Â
Menurut Fitri (2019), dalam arti tradisional, dinasti politik mengacu pada praktik penguasa yang berupaya menempatkan anggota keluarga, saudara, dan kerabat dekat dalam posisi strategis di pemerintahan, dengan tujuan membangun kerajaan politik. Dari kedua pemikiran tersebut, dinasti politik adalah regenerasi kekuasaan politik dalam sebuah struktur dengan aspek kekeluargaan, bertujuan menempatkan keluarga di dunia politik.Â
Sebagai contoh, Jokowi yang dikenal sebagai tokoh luar lingkaran elite politik tradisional, kini diduga terlibat dalam politik dinasti. Analisis menunjukkan bahwa setelah Jokowi menjadi Presiden Indonesia, anak dan keluarganya perlahan-lahan terjun ke dunia politik dengan mudah dan meraih kekuasaan politik. Namun, kali ini kita akan membahas bagaimana politikus muda bisa lolos dalam dunia politik.Â
KOMPAS menyebutkan bahwa Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menemukan sebanyak 50 dari 87 calon anggota DPR usia muda berpeluang besar lolos terasosiasi dengan dinasti politik. Contohnya, Annisa Maharani Mahesa yang merupakan anggota termuda DPR yang berusia 23 tahun, adalah putri almarhum politikus Gerindra Desmond Junaidi Mahesa. Kaisar Kiasa Kasih Said Putra, berusia 30 tahun, adalah anak anggota DPR Said Abdullah. Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin, menegaskan bahwa banyaknya anak muda yang lolos bukanlah prestasi, tetapi ironi bagi demokrasi Indonesia. "Kalau bicara demokrasi, ya ini mundur," ujarnya kepada Jawa Pos (6/10).
Apakah adil bagi anak muda yang mencalonkan diri tetapi berasal dari latar belakang biasa? Anak muda yang terpilih berasal dari keluarga yang telah memiliki kekuasaan politik sebelumnya, sering kali memberikan mereka akses yang lebih mudah, seperti dukungan finansial dan relasi yang luas, yang sulit didapat oleh calon dari latar belakang biasa.Â
Dampak Dinasti PolitikÂ
Peristiwa ini menjadi tantangan bagi anak muda yang memiliki kemampuan untuk mencalonkan diri tetapi terhalang oleh biaya finansial yang tinggi dan kurangnya jaringan politik dalam keluarga. Keterpilihan anak muda dari dinasti politik menimbulkan berbagai persepsi di masyarakat. Sebagian mendukung karena menganggap ada kemampuan di dunia politik berkat keturunan, sementara yang lain khawatir karena usia yang masih muda dan kematangan dalam pengambilan keputusan. Ini dapat menciptakan ketidakpuasan dan apatis di kalangan generasi muda yang merasa suara mereka tidak dihargai. Konsekuensi bagi Masa Depan Politik Bagaimana masa depan politik di tangan anggota muda yang terpilih?
Menurut Ari Reski Sashari (KUMPARAN, 6/10), hal ini menghambat munculnya pemimpin baru yang lebih berkualitas dan mengurangi dinamika politik yang sehat. Selain itu, politik dinasti juga memperburuk masalah korupsi dan nepotisme. Ketika kekuasaan terkonsentrasi dalam satu keluarga, ada kecenderungan untuk mengutamakan kepentingan keluarga di atas kepentingan umum. Ini menciptakan lingkungan di mana praktik korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan menjadi lebih umum, akibat kurangnya transparansi dan akuntabilitas. Adanya dinasti politik juga menghambat regenerasi kepemimpinan yang pantas dan berkualitas dalam dunia politik. Ketika kekuasaan terpusat dalam satu keluarga, inovasi dan perspektif baru dari anak muda yang tidak memiliki koneksi politik sering kali terabaikan. Hal ini dapat berujung pada ide atau kebijakan yang kurang tepat.Â
Tanggapan Generasi SeumuranÂ
Berdasarkan hasil wawancara, banyak anak muda merasa kecewa dan geram melihat teman sebaya terpilih berkat latar belakang dinasti politik. Meskipun UU Nomor 7 Tahun 2017 mengatur syarat calon anggota legislatif (Pasal 240) tentang kualifikasi calon legislatif, termasuk persyaratan pendidikan dan usia, banyak yang khawatir dominasi dinasti politik bisa menghambat perkembangan politik yang lebih terbuka dan adil. Demokrasi yang sehat membutuhkan keberagaman ide dan latar belakang di antara para pemimpinnya. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa keberhasilan anak muda dari dinasti politik bisa menjadi inspirasi untuk terjun ke dunia politik, asalkan mereka mampu membawa perubahan positif. Fenomena anak muda yang terpilih dalam pemilu tidak terpisahkan dari pengaruh dinasti politik. Meskipun koneksi keluarga dapat memberikan keuntungan, penting bagi masyarakat untuk mendorong keterbukaan dan keadilan dalam dunia politik. Generasi muda harus memiliki kesempatan yang sama untuk berkontribusi, menciptakan sistem politik yang lebih inklusif dan beragam. Dengan kesadaran dan dorongan dari generasi muda, kita dapat membangun masa depan politik yang lebih baik, di mana setiap suara dihargai, tanpa memandang latar belakang keluarga.Â