Mohon tunggu...
Money

Manajemen Sampah di Perkotaan ( studi kasus : Masalah sampah di Surabaya )

9 Januari 2012   17:52 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:07 4536
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sampai saat ini sampah masih menjadi permasalahan yang belum terpecahkan khususnya bagi kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Surabaya, Bandung dan lain – lain. Dalam manajemen kota, hampir setiap kota mempunyai permasalahan antara lain permasalahan sampah yang sering menjadi masalah yang cukup pelik bagi kota-kota besar. Sebagai kota terbesar kedua di Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 2 ½ juta jiwa, Surabaya menghadapi permasalahan-permasalahan tekanan penduduk terhadap daya dukung lingkungannya. Masalah itu antara lain meluasnya permukiman kumuh, menumpuknya sampah, terbatasnya fasilitas umum seperti prasarana air minum dan ruang terbuka hijau, pedagang kaki lima, transportasi, pencemaran udara, meningkatnya kriminalitas dan berbagai masalah kependudukan yang lain. Salah satu masalah pelik yang sulit dipecahkan adalah masalah sampah, mengingat volume sampah yang cenderung terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan permukiman serta keterbatasan lahan untuk pembuangan akhir.

Berbagai sumber sampah yang memberikan kontribusi terhadap timbulan sampah kota Surabaya antara lain berasal dari permukiman, perkotaan, pasar, layanan kesehatan, fasilitas umum. 60-80% sampah kota berasal dari permukiman atau rumah tangga. Timbunan sampah rumah tangga rata-rata di Kota Surabaya sebesar 319 gram per orang per hari, yang terdiri dari sampah organik 250 gram per orang ( 75,58% ) dan sampah anorganik sebesar 61 gram per orang per hari ( 24,42% ).

Menurut Tim Studi Japan International Coorperation Agency, ( JICA ) sebagaimana dilaporkan Departemen Pekerja Umum ( 1993 ) antara tahun 1992-2010 bahwa sampah rumah tangga Kota Surabaya mengalami pertumbuhan 5% setiap tahunnya yang disebabkan kenaikan jumlah penduduk sekitar 1,6% per tahun, peningkatan timbulan sampah per kapita 3,4% per tahun.Sampah telah menjadi salah satu permasalahan Kota Surabaya yang serius. Pemandangan kota Surabaya terlihat kumuh dan semakin parah dengan tumpukan-tumpukan sampah diberbagai sudut kota dan telah mengganggu kenyamanan lingkungan.

Pengelolaan sampah di kota Surabaya masih sebatas mengumpulkan dan menumpuknya pada tempat (lahan) pembuangan akhir ( TPA ), dan belum melakukan proses pengolahan misalnya menjadi kompos. Pengolahan lanjut sampah yang ada selama ini masih sebatas pemusnahan melalui mesin pembakar (incinerator). Disisi lain, permasalahan sampah di Kota Surabaya menjadi semakin berat, mengingat makin meningkatnya jumlah penduduk dan makin kompleknya permasalahan. Dalam konteks manajemen kota, hampir setiap kota mempunyai permasalahan, seperti minimnya lahan pembuangan akhir, budaya membuang sampah sembarang tempat, serta keterlibatan sektor informal. Manajemen pengelolaan sampah yang masih terbatas dan tidak sustainable cukup meresahkan bagi warga Surabaya dan cukup menyita perhatian dari berbagai kalangan. Pemandangan kota Surabaya yang terlihat kumuh semakin parah dengan tumpukan-tumpukan sampah disudut-sudut kota yang menambah ketidaknyaman lingkungan. Sampah yang bertumpuk dimana-mana, saat ini bukan saja menjadi beban Pemkot Surabaya tetapi juga masalah bagi semua warga kota Surabaya.

Pengelolaan sampah di Indonesia khususnya kota-kota besar seperti Surabaya masih menggunakan paradigma lama yaitu cara kumpul-angkut-buang. Source reduction (reduksi mulai dari sumbernya) atau pemilahan sampah tidak pernah berjalan dengan baik. Meskipun telah ada upaya pengomposan dan daur ulang, tapi masih terbatas. Berkaitan dengan sistem pengelolaan persampahan, dasar pengelolaan mesti mengedepankan pada minimasi sampah dan pemanfaatan sampah sebagai sumber energi. Keberhasilan penanganan sampah tersebut juga harus didukung oleh tingkat kesadaran masyarakat yang tinggi mengingat perilaku masyarakat merupakan variable penting.

Kebijaksanaan dalam pengelolaan persampahan memiliki landasan kuat agar sampah yang dihasilkan dapat dikelola dengan baik. Kebijakan dapat dilakukan meliputi penurunan senyawa beracun yang terkandung dalam sampah sejak pada tingkat produksi, minimasi jumlah sampah, peningkatan daur ulang sampah, pembuangan sampah yang masih memiliki nilai energi dikurangi secara signifikan, dan pencemaran lingkungan dicegah sedini mungkin. Berdasarkan landasan tersebut, kebijaksanaan pengelolaan sampah antara lain meliputi pelibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah secara mandiri, pengelolaan sampah dengan menggunakan sanitary landfill yang sesuai dengan ketentuan standar lingkungan, dan pengembangan teknologi tinggi pengolahan sampah untuk sumber energy.

Sebagian besar sampah kota yang dihasilkan tergolong sampah hayati. Rata-rata sampah yang tergolong hayati ini adalah di atas 65 % dari total sampah. Melihat komposisi dari sumber asalnya maka sebagian besar adalah sisa-sisa makanan dari sampah dapur, maka jenis sampah ini akan cepat membusuk, atau terdegradasi oleh mikroorganisme yang berlimpah di alam ini, dan berpotensi pula sebagai sumberdaya penghasil kompos, metan dan energi. Dari sedikit gambaran sampah tersebut, kita dapat menelaah dan membuat suatu rangkaian proses bagaimana sampah yang dihasilkan dapat di kelola menjadi sampah yang lebih ramah lingkungan dan bahkan dimanfaatkan lagi untuk kegunaan yang lain. Berikut merupakan poin-poin penting dalam pengelolaan sampah dan rangkaian pembuangan sampah yang ideal:

1. Pemilahan.

Pemilahan dari sumber dihasilkannya sampah yang terdiri dari sampah organic dan anorgaini serta pemanfaatan kembali sampah yang memiliki resources bernilai tinggi

2. Pewadahan

Pewadahan individual disediakan di tingkat rumah dengan menyediakan 2 unit penampungan sampah terdiri dari sampah organic dan anorganik. Pewadahan komunal (container atau TPS) khusus untuk menampung berbagai jenis sampah baik organik maupun anorganik seperti untuk sampah plastik, gelas, kertas, pakaian/tekstil, logam, sampah besar (bulky waste), sampah B3 (batu baterai, lampu neon, dll) dan lain-lain.

3. Pengumpulan

Waktu pengumpulan door to door  setiap 1 sampai 2 hari dan waktu pengumpulan sampah dari TPS 1 x seminggu.

4. Pengangkutan

Pengumpulan sampah  dengan compactor truck berbeda untuk setiap jenis sampah.

5. Daur Ulang

Pemanfaatan kembali kertas bekas yang dapat digunakan terutama untuk keperluan eksterna. Plastik bekas diolah kembali untuk dijadikan sebagai bijih plastik untuk dijadikan berbagai peralatan rumah tangga seperti ember dll. Peralatan elektronik bekas dipisahkan setiap komponen pembangunnya (logam, plastik/kabel, baterai dll) dan dilakukan pemilahan untuk setiap komponen yang dapat digunakan kembali

6. Composting

Composting dilakukan secara manual atau semi mekanis baik untuk skala individual, komunal maupun skala besar (di lokasi landfill). Pembuatan lubang biopori yang berfungsi upaya composting juga dan sebagai lubang resapan air.

7. Biogas

Sampah organik sebagian diolah dengan alat digester sebagai energi (gas bio). Pemanfaatan gas bio antara lain untuk district heating, energi listrik, dan kompor untuk memasak.

8. Incinerator

Incinerator komunal dengan kapasitas minimal per unitnya 500 ton per hari. Energi panas dari incinerator digunakan untuk district heating (T 50 – 70 derajat Celcius) dan supplai listrik (20 – 40 % pasokan listrik berasal dari incinerator). Emisi gas dari Incinerator sesuai dengan ketentuan standar kualitas udara termasuk komponen dioxin.

9. Landfill

•Landfill di fasilitasi oleh sarana utama dan saran penunjang yang lengkap

•Pemadatan sampah mencapai kepadatan 700 – 800 ton/m3

•Penutupan tanah harian dengan geo textile

•Penutupan tanah intermediate memanfaatkan sisa konstruksi bangunan

•Penutupan tanah akhir dilakukan dengan sangat ketat dan mencapai ketebalan 2– 10m.

•Pengolahan gas dilengkapi dengan gas regulator, pompa pengisap gas, alat deteksi gas, turbin, boiler dan lain-lain.

•Pengolahan lindi (leachate) dilakukan dengan aerator atau oxidation pond Efluennya harus dialirkan ke pipa sewerage yang menuju instalasi pengolahan air limbah (IPAL)

Selain penangan secara teknis juga harus dilakukan peran serta masyarakat pemerintah dan swata dalam upaya peningkatan kesadaran masayarakat dalam pengelolaan sampah dengan upaya yaitu adanya kesadaran dari masyarakat untuk mengurangi jumlah sampah. Serta peran serta pemerintah dan swasta dalam pengelolaan sampah (pengumpulan/pengangkutan, incinerator, daur ulang, landfill, dll) yang dilakukan dengan professional, transparan dan accountable. Peraturan yang dibuat oleh Pemerintah yang berkaitan dengan ketentuan pengelolaan sampah harus realistis, sistematis dan dapat menjadi acuan dalam pelaksanaan penanganan sampah yang sustainable pihak pengelola maupun masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun