Secara universal, modal pembiayaan pembangunan perkotaan diperoleh dari 3 sumber, yaitu pemerintah, swasta, kerjasama antara pemerintah dan swasta. Sumber-sumber pendanaan tersebut dapat diperoleh dari instrumen keuangan melalui pendapatan, hutang/pinjaman dan kekayaan. Pembiayaan juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan kota atau negara di berbagai bidang terutaman di bidang infrastruktur perkotaan. Semakin maju sebuah peradaban, maka semakin besar kebutuhannya dan secara otomatis anggaran biaya yang dibutuhkan untuk merealisasikan kebutuhan tersebut juga semakin besar.
Pembangunan jembatan Suramadu merupakan inovasi besaryang diperuntukan untuk mempercepat pembangunan di Pulau Madura, yang meliputi bidang infrastruktur dan ekonomi di Madura. Sudah dua tahun jembatan Suramadu berjalan dengan fungsinya dan telah memberikan berbagai dampak (impact) yang cukup besar bagi Madura. Namun disisi lain setelah berdirinya jembatan Suramadu masih ada masalah besar. Pembangunan Jembatan Suramadu disubkontrakkan kepada Consortium of Indonesia Contractors (CIC), yang terdiri dari PT Adhi Karya, PT Hutama Karya, PT Waskita Karya, serta PT Wijaya Karya. Dari CCC kemudian disubkan lagi kepada 17 vendor yang hingga kini belum menerima pelunasan pembayaran pekerjaan yang sudah mereka lakukan. Pemerintah Provinsi Jawa Timur akhirnya menalangi dana pembangunan melalui Bank Jatim sebesar Rp 50 miliar sebelum dana pinjaman dari Bank Exim of China sebesar 68,9 juta dollar AS cair. Sumber pembiayaan Jembatan Suramadu diperoleh dari APBN dan APBD Propinsi Jawa Timur serta APBD Kota Surabaya dan 4 kota di Madura. Pembiayaan pembangunan Suramadu 55% ditanggung pemerintah, sedangkan 45 % sisanya pinjaman dari China. Dari total biaya pembangunan Suramadu sebesar Rp 4,5 triliun, sekitar Rp 2,1 triliun di antaranya harus berutang kepada China.
Sampai saat ini Pemprov masih menunggu balasan dari Pemerintah Pusat. Sikap pemerintah baik Pemerintah Pusat atau Provinsi harusnya lebih profesional dalam menghadapi permasalahan dengan pihak swasta, dalam konteks ini vendor rekanan CIC. Ketidakprofesionalan pemerintah tergambar pada tidak jelasnya nasib vendor yang harus menunggu pelunasan hutang sampai 17 bulan tanpa informasi yang jelas. Pemerintah seharusnya memberikan solusi awal bagi vendor jika memang sedang tidak memiliki dana untuk membayar vendor. Sikap pemerintah yang terkesan tidak profesional akan menurunkan tingkat kepercayaan pihak swasta dalam menjalin kerjasama dengan pemerintah pada proyek pembangunan yang lain. Dan seharusnya sebelum dimulai kerjasama telah ditandatangani kesepakatan antar dua belah pihak, sehingga apabila di tengah atau di akhir kerjasama terjadi permasalahan, masing-masing pihak dapat mengacu pada perjanjian yang telah disepakati. disisi lain pihak pemerintah tidak hanya menunggu dari APBN yang ada akan tetapi bisa bisa melakukan pendayaan aset kota. Metode pembiayaan ini pada dasarnya merupakan suatu bentuk upaya kerjasama dimana Pemerintah Kota atau BUMD menyewakan atau melakukan kerjasama usaha atas lahan atau fasilitas yang dikuasainya. Karena itu, sebagai pemilik fasilitas atau aset, khususnya lahan di perkotaan (biasanya HPL), Pemerintah dapat bekerja sama dengan investor untuk mendayagunakan aset itu melalui berbagai bentuk solusi antara lain dengan menerapkan Build Operate Transfer (BOT), memberi hak pengusahaan kepada investor selama masa kontrak, dan pada akhir masa kontrak, fasilitas menjadi milik Pemerintah. Kemudian Pemerintah memberi hak pengusahaan kepada investor untuk mengoperasikan atau mengelola fasilitas tersebut untuk jangka waktu tertentu yang telah disepakati. Selain itu juga bisa menerapkan profit share, misalnya mengambil keuntungan dari tarif masuk tol, meski memakan waktu yang lama setidaknya dapat membantu kekurangan dana yang belum terbayarkan. Cara lain untuk membantu masalah dana pasca terbangunnya jembatan Suramadu, dengan cara pembiayaan alternatif yaitu Pengembangan Wilayah Khusus. Metode pembiayaan ini maksudnya adalah pemerintah kota menetapkan suatu bagian kota sebagai wilayah khusus dan memungut fee dari pemilik bisnis atau properti, dalam bentuk Local Improvement District atau Business Improvement District.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H