Mohon tunggu...
Muhammad AlifianRazandi
Muhammad AlifianRazandi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

saya mahasiswa ilmu komunikasi yang memiliki hobi sepakbola, fotografi, dan traveling

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Stereotipe Cosplay Anime dalam Perspektif Masyarakat

5 Januari 2023   20:37 Diperbarui: 6 Januari 2023   08:33 1388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potret cosplayer anime Naruto Shippuden. Sumber: Instagram

Istilah cosplay sudah sangat umum diketahui banyak orang. Di media sosial sangat mudah kita jumpai istilah cosplay ini. Cosplay bisa diartikan sebagai penggunaan kostum tertentu. Penggunaan kostum yang dipakai biasanya berdasarkan referensi yang ditonton seperti karakter film, anime, manga, dan games. 

Cosplayer sebenarnya sudah ada sejak tahun 1939 pada Science World Fiction Convention di New York, dengan kemunculan Forres J. Ackerman yang mengenakan kostum futuristik untuk membantu mempromosikan acara tersebut. Kemudian di tahun 1970-an, beberapa mahasiswa di Jepang berbondong-bondong menyamar sebagai tokoh kartun maupun komik saat menghadiri festival-festival kebudayaan.

Cosplayer adalah suatu aktivitas berdandan dan berkostum pada cosplayer yang muncul saat acara cosplay maupun dalam kehidupan sehari-hari dalam memerankan tokoh yang dikagumi yang dapat diamati secara langsung. Saat ini istilah cosplay justru digunakan secara umum untuk berbagai jenis permainan kostum.

Cosplay semakin populer dari tahun ke tahun, dan berkembang pesat tak hanya di Jepang, melainkan juga di sejumlah negara. Salah satunya di Indonesia, yang mana istilah cosplay sudah populer sejak ada sejumlah anak muda yang mengenakan style Harajuku. Sehingga semakin banyak diminati dan muncul dalam berbagai acara dengan kegiatan penerapan permainan kostum. 

Biasanya cosplay selalu dikaitkan dengan kegiatan para wibu. Wibu adalah  kata serapan dari Bahasa Inggris, weeaboo yang secara garis besar merujuk pada orang yang terobsesi pada pop culture Jepang, terutama manga dan anime. Hal itu membuat mereka bertingkah seperti orang Jepang itu sendiri. Istilah ini pertama kali diperkenalkan Nicholas Gurewitch melalui salah satu komiknya yang bertajuk Perry Bible Fellowship. Istilah ini kemudian diserap dan menggantikan Wapanese, istilah lama yang bermakna sama dengan Wibu. 

Stigma yang erat ada dipikiran masyarakat tentang wibu adalah individu yang malas, kurang pergaulan, anti sosial, bahkan sampah masyarakat. Ini menimbulkan stereotipe kepada para cosplayer yang sering menggunakan kostum anime. Stigma ini yang harus dibenahi dalam masyarakat. Masyarakat kita tidak benar-benar memahami apa yang mereka nilai. Masyarakat kita punya semangat yang tinggi untuk menilai, tapi melempem bila ditanya soal kepahaman tentang hal yang dinilai. 

Banyak orang awam yang menyebut wibu sebagai seseorang yang 'sakit' karena menyukai karakter yang tidak nyata, padahal hal tersebut sejatinya sama saja dengan hobi lainnya. Terdapat keterkaitan antara kegemaran seseorang dengan minat atau kemampuan sosialnya. Dalam konteks anime, terdapat kemungkinan seseorang yang menggemari anime menjadi terlalu terpaku pada kegemarannya tersebut.

"Ada karakteristik tertentu biasanya yang suka anime terlalu terabsorbsi sama anime, mungkin mereka ngomongin anime mulu karena hal tersebut memberikan emotional comfort. Tapi kadang karena terlalu terobsesi mereka jadi kurang bisa luwes bersosialisasi sama hal-hal yang di luar anime," ujar Qaishum. "Ini kasusnya kalo mereka terlalu mengurung diri atau membatasi lingkungan pergaulannya sebatas anime aja karena ada orang yang spend time buat anime banyak, tapi mereka masih bisa manage sosialisasi sama orang yang nggak nonton anime," tambahnya.

Dengan melihat stigma seperti ini, kita harus bijak dalam menghargai hobi seseorang khususnya terkait cosplay ini. Mereka yang biasanya selalu dikaitkan dengan stigma negatif wibu harus menahan malu ketika ada yang berkomentar terlalu jauh tentang hobi tersebut. Seharusnya kita bisa melihat bahwa hobi ini sama saja dengan hobi lainnya, yang jika sudah masuk pasti akan totalitas di dunia tersebut. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun