Mohon tunggu...
Nur Alifia Fitriani
Nur Alifia Fitriani Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Digitalisasi Administrasi Pemerintah Daerah? Memang penting?

14 Juni 2024   21:31 Diperbarui: 15 Juni 2024   14:10 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

APBD menjadi salah satu sumber keuangan yang sangat penting bagi pemerintah daerah untuk melaksanakan berbagai program dan kegiatan yang berhubungan dengan kesejahteraan masyarakat. Maka dari itu memang sudah seharusnya pemerintah mewujudkan keterbukaan informasi publik kepada masyarakat terutama terkait dengan realitas penggunaan APBD. Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh publik kecuali terhadap informasi publik yang dikecualikan sesuai dengan undang-undang, kepatutan, serta kepentingan umum dengan mempertimbangkan pada konsekuensi yang ditimbulkan apabila informasi tersebut diberikan kepada masyarakat. Undang-undang tersebut menjadi salah satu dasar diselenggarakannya keterbukaan informasi publik kepada masyarakat.

Lalu apakah keterbukaan informasi publik oleh Pemerintah Daerah itu penting?

Kebebasan masyarakat untuk mendapatkan informasi publik telah dijamin dalam Pasal 28F Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut sebagai UUD NRI 1945) sebagai dasar negara Indonesia dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Pasal 28F UUD NRI 1945 yang salah satunya menyebutkan bahwa semua orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh komunikasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya. Menurut Staf ahli bidang informasi dan Media Massa, Henry Subianto, menyatakan bahwa masyarakat berhak tahu mengenai penggunaan anggaran, kinerja pemerintah maupun dokumen termasuk kontrak Kerjasama maupun perjanjian. Namun hanya untuk mendapatkan informasi publik, bukan sebagai auditor yang hanya dimiliki oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kecuali terhadap beberapa informasi yang dikecualikan untuk diketahui, seperti dokumen penggunaan, pemanfaatan, pemindahtanganan dan penghapusan Badan Milik Daerah (BMD) yang sedang dalam proses; dokumen pelaksanaan inventarisasi dan penilaian BMD; data detail BMD, data BMD berupa tanah yang belum memiliki surat bukti kepemilikan; dokumen BPKB; dokumen STNK; sertifikat tanah, lahan, bangunan milik BMD/Pemerintah; dokumen Izin Mendirikan Bangunan (IMB) milik BMD/Pemerintah; daftar penerima hibah, bantuan keuangan, dan bantuan sosial; serta dokumen penerbitan SP2D (Belanja Operasi, Belanja Modal, Hibah, Bantuan Keuangan, Belanja Tidak Terduga, Subsidi, dll).

Menurut Donny Yoesgiantoro, Ketua Komisioner Komisi Informasi Publik menyebutkan bahwa keterbukaan informasi publik kepada masyarakat dapat mendukung stabilitas sektor keamanan dan ketertiban masyarakat. Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik juga menyebutkan bahwa tujuan dari keterbukaan informasi adalah agar masyarakat mengetahui rencana pembuatan dan program kebijakan publik, meningkatkan partisipasi masyarakat, mewujudkan penyelenggaraan negara yang transparan, efektif, efisien, akuntabel dan dapat dipertenggungjawabkan, serta dalam rangka meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi.

Namun hingga saat ini, masih banyak Pemerintah Daerah yang belum melakukan Keterbukaan Informasi terutama terkait dengan rancangan APBD-nya. Salah satunya adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Sejak tahun 2013 lalu, Pemerintah Kabupaten Bojonegoro Jawa Timur dianggap masih cukup tertutup terhadap APBD nya. Meskipun sejak Tahun 2015-2022 berdasarkan data yang diperoleh melalui APBD Online Bojonegoro menunjukkan bahwa penggunaan APBD Bojonegoro semakin meningkat, namun hingga data terakhir yang ada menunjukkan bahwa resapan APBD tersebut belum sepenuhnya digunakan secara optimal sesuai dengan target yang telah ditentukan. Hal tersebut dapat dilihat pada Tahun 2023, APBD Perubahan Kabupaten Bojonegoro ditetapkan sebesar Rp. 7,9 triliun namun pada kenyataannya hingga saat ini serapannya hanya mencapai angka 40% saja. Menurut H. Abdul Wahid Azhar, Calon Legislatif Partai Demokrat Dapil IX Jawa Timur, Kabupaten Bojonegoro dan Tuban belum maksimalnya serapan anggaran berdampak pada tingkat pengangguran dan stunting yang masih cukup tinggi serta membuat beberapa program yang direncanakan banyak yang masih terbengkalai dan belum dimanfaatkan secara optimal.

Hal tersebut menunjukkan bahwa memang diperlukan keterbukaan informasi terkait dengan rancangan APBD agar Pemerintah Daerah lebih transparan dalam anggaran mereka dan masyarakat dapat mengawasi serta memberikan aspirasinya kepada Pemerintah Daerah terkait dengan rancangan APBD yang telah dipublikasikan. Di Bojonegoro sendiri, dalam hal pelayanan adiministrasi telah dilakukan secara online, yaitu melalui aplikasi yang disebut dengan Si N’duk (Sistem Informasi Online Dokumen Kependudukan). Namun pada kenyataannya, hingga saat ini belum berjalan secara optimal. Misalnya saja, hilangnya aplikasi Si N’duk dari aplikasi Playstore maupun website Si N’duk dari laman pencarian. Salah satu daerah yang telah melakukan keterbukaan dan/atau transparansi terkait dengan rancangan APBD nya adalah DKI Jakarta pada masa kepemimpinan Gubernur Ahok. Sistem penganggaran milik Pemerintah Provnsi DKI Jakarta pada saat itu pernah mendapatkan penghargaan sebagai salah satu inovasi perencanaan terbaik menurut Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang meliputi e-budgeting (rencana anggaran), serta e-planning budgeting (APBD), serta e-musrenbang (rencana Pembangunan) yang semuanya berbasis digital. Hal ini juga berkaitan juga dengan tujuan pemerintah untuk mewujudkan e-government serta Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AUPB).

Menurut R. Eko Indrajit, terdapat beberapa indikator dalam e-government dan AUPB yang salah satunya adalah transparansi dan hal tersebut dapat diwujudkan melalui Keterbukaan Informasi Publik. Salah satu sistem yang menarik dalam sistem perencanaan DKI Jakarta ini adalah pada sistem e-budgeting yang berisi rencana penganggaran yang diliput dalam sistem digital, sehingga semua perubahan angga akan terekam dengan jelas dan lengkap termasuk informasi identitas pengubahnya saat itu juga. Anggaran tersebut dapat langsung diawasi karena Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah engunggah anggaran yang disebut Kebijakan Umum Anggaran-Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) dalam website tersebut yang disusun oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah. Namun sejak bergantinya Gubernur DKI Jakarta menjadi Anies Baswedan, kebijakan tersebut dihapuskan dan tidak digunakan kembali. 

Padahal jika ditinjau lebih lanjut, hal tersebut merupakan inovasi baru dan solutif terkait dengan administrasi digital sekaligus dalam mewujudkan keterbukaan informasi terkait APBD kepada masyarakat ataupun menjadi masukan bagi Pemerintah Daerah lain atau bahkan Pemerintah Pusat sebagai Langkah untuk mewujudkan transparansi serta keterbukaan informasi kepada masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun