Tawuran dari POV Pelajar: Perspektif dan Pengalaman Mereka
Kota Sukabumi, Jawa Barat - Tawuran pelajar telah menjadi masalah kronis yang terjadi dikalangan pelajar. Fenomena kekerasan antar pelajar ini tak hanya menimbulkan kerugian fisik dan material, tetapi juga menyisakan trauma emosional yang mendalam bagi banyak pihak, terutama para pelajar itu sendiri. Lalu, bagaimana sesungguhnya pandangan dan pengalaman mereka yang terlibat dalam tawuran tersebut? Apa yang mendorong mereka untuk terjerumus dalam kekerasan?
"Pas awalnya sih, saya cuma ikut-ikutan aja, karena waktu itu teman ada masalah sama sekolah lain, tapi lama-lama jadi asik juga," ungkap FA (18), siswa SMKN Negri Sukabumi. FA mengaku bahwa tawuran sering kali dilihat sebagai sebuah cara untuk menunjukkan keberanian dan kegagahan. "Saya ngerasa kalau tawuran tuh didepan teman-teman jadi keliatan keren dan disegani," katanya.
FA juga mengakui bahwa tawuran bukan tindakan yang baik dan terpuji. Namun, kejadian ini sering kali berpicu karena masalah pribadi, tekanan dari keluarga dan sekolah. "Saya ngerti kalau tawuran emang ya gabaik, cuman kalau lagi cape sekolah atau lagi emosi, bawaannya pengen tawuran, karena tawuran jadi kayak pelarian aja, dengan berantem gitu semua emosi jadi keluar-kan dan baru ngerasain lega kalau udah selesai tawuran," tutur FA.
Tawuran pelajar yang semakin marak di Kota Sukabumi tidak hanya menjadi masalah bagi para pelajar itu sendiri, namun menjadi masalah juga untuk orang tua mereka. Kekhawatiran, kecemasan, dan perasaan tak berdaya sering kali menghantui orang tua ketika mengetahui anak mereka terlibat dalam tawuran. Namun, di balik keresahan tersebut, ada pula harapan dan upaya yang dilakukan orang tua untuk mengatasi masalah ini.
Ibu RS, Ibunda dari FA, mengungkapkan, "Saya cuman takut dan khawatir kalau anak saya ikutan tawuran. Saya setiap hari selalu ingetin anak saya, tapi selalu aja gadidengar. Kadang saya juga cape kasih taunya, tapi ya gimana? Itu anak saya, kalau terjadi apa-apa kan saya yang repot juga. Ibu RS mengharapkan anaknya bisa mengurangi bahkan menjahui tindakan kekerasan yang merugikan orang lain. " Saya pengennya, anak saya bisa jauhin Tawuran, anak saya juga sudah beberapa kali dapat teguran dari sekolah, Karena ya kalau tawuran bukan ngerugiin orang tua aja tapi ngerugiin pihak sekolah juga kan."
Sebagi orang tua, pastinya mereka mengharapkan agar anak-anak mereka tumbuh besar menjadi Anak yang baik, Berbudi pekerti, memiliki kehidupan yang lurus, dan masa depan yang cerah. Bagi mereka, Tawuran hanyalah kegiatan yang tidak penting dan merugikan banyak pihak. Yang terpenting bagi orang tua untuk anak-anaknya adalah dengan sekolah yang giat, mencari teman-teman yang baik, serta menjadi anak-anak yang teladan.
"Saya selalu doain anak saya yang terbaik, saya harap semoga anak saya cepet sadar, kalau tawuran itu engga ada artinya. Apalagi anak saya udah mau lulus-kan, saya pengennya anak saya focus aja sekolah gausah aneh-aneh, toh ini juga buat masa depan dia kan".
Harapan ini tentu menjadi harapan bagi semua orang tua. Jika orang tua dan pihak sekolah bisa bekerja sama untuk mendidik anak-anaknya, maka tawuran bisa menjadi fenomena yang akan hilang seiring berjalanan waktu, dengan bimbingan yang tepat dan dukungan dari masing-masing orang tua untuk anak-anaknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H