Apa hendak dikata? Meski dibilang dia manusia biasa, tetap saja dia manusia istimewa. Okelah, jasadnya memang biasa, tubuhnya tubuh manusia biasa, nyawanya nyawa manusia biasa, tapi..
Kalau para filosof mengatakan bahwa "Manusia adalah binatang yang bisa berfikir", maka apakah kita dapat berhenti pada kata-kata "Manusia adalah binatang" saja? Tidak. Itu adalah kaidah umumnya, dan kaidah khusus "yang bisa berfikir"-nya tidak bisa dihilangkan begitu saja.
Betapa dia tidak istimewa? Hitunglah, dan dalam bilangan jari orang yang bisa berkata, "Tidakkah kau ingin melihat aku sebagai orang yang bersyukur?" manakala ditegor karena kakinya sudah bengkak-bengkak karena kebanyakan shalat malam?
Jangan bandingkan dia dengan kita. Kita masih shalat 5 waktu karena takut dosa, tahajud karena ingin rejeki lancar, naik haji karena ingin naik "pangkat" (strata sosial), bayar zakat karena buang sial...
Tidak istimewakah orang yang menengok orang sakit, hanya karena si sakit absen dari rutinitas meludahinya setiap dia lewat di depan rumahnya, dan kemudian mendoakan kesembuhannya? "Alam nasyrah laka shadrak", Bukankan telah kami lapangkan dadamu (dari segenap nafsu amarah, iri, dengki, egoisme, kesukuan...)
Jangan bandingkan dia dengan kita. Kita adalah manusia yang masih "senggol bacok" manakala kepentingan kita diusik orang lain. Orang parkir menghalangi jalan kita caci maki, hanya karena kita sedang "ngejar setoran" tugas di kantor masing-masing. Orang mengaji keras di masjid kita bilang riya, hanya karena suara sinetron yang kita dengarkan kalah keras oleh speaker masjid. Bahkan ketika istri lupa memanaskan makanan pun, terjadi percekcokan dalam rumah tangga.
Maka tidak pantaskah kita "minimal" setahun sekali mengenang dia?
Bukankah untuk ulang tahun kolega pun tidak lupa kita kirim ucapan selamat jam 3 pagi agar tidak keduluan orang lain, kirim parcel agar proyek tak putus? Padahal apa yang sudah diberikan kolega kita? Hanya sebagian kecil dari kesenangan dunia. Sedangkan yang sudah diberikan dia yang istimewa itu adalah bekal terbaik kita di perjalanan abadi kelak.
Kalian yang setiap hari, setiap jam menit dan detik selalu meneladani dia, mengenang dia dalam setiap denyut nadi, jangan halangi kami, manusia-manusia biasa ini, yang hanya mampu mengenang dia setahun sekali...
Notes: "Walaupun salah satu sifatnya basyarun mislukum, manusia seperti kalian, demikian satu ayat al Quran menyatakan. Tapi basyarun mislukum dalam ayat itu yang sudah dibatasi oleh Allah SWT keumumannya. Dengan apa? Yuha ilayya, aku diberi wahyu, dalam bagian ayat itu selanjutnya. Jadi Yuha ilayya sudah memberikan membatasi keumuman yang ada pada; 'qul innamaa ana basyarun mitslukum'. Tetap dengan ada dasar Yuha ilayya "terbatas", jadi pribadinya hanya dalam sedikit hal saja sama dengan manusia pada umunya, baik fisik, karakter, kecerdasan, budi pekerti dan lain sebagainya." (dukutip dari Habib Luthi Yahya)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H