Mohon tunggu...
ali fauzi
ali fauzi Mohon Tunggu... -

Seorang guru, orang tua, penulis lepas, dan pengelola www.sejutaguru.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Peraturan Sekolah yang “Membunuh” Anak

19 April 2016   15:48 Diperbarui: 20 April 2016   07:52 1293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa akibatnya?

Siswa akan bermental play to not lose. Bermain untuk tidak kalah. Ketika terlalu banyak peraturan yang memiliki konsekuensi atau hukuman, sementara reward atau penghargaan yang disediakan sangat sedikit, maka kreativitas anak akan terbunuh.

Dalam satu kondisi, di mana ada anak yang melanggar peraturan dan kemudian menerima konsekuensinya (dihukum), sementara di sisi yang lain ada anak yang tidak pernah melanggar peraturan sama sekali namun tidak mendapatkan penghargaan sama sekali. Maka, bagi yang mendapat hukuman akan merasakan jera, sementara bagi anak yang sudah berusaha patuh dan tidak mendapatkan apa-apa akan menganggap dirinya sia-sia.

Baik konsekuensi maupun hukuman, sebenarnya lebih berfokus pada kelemahan anak. Bagaimana cara mengatasi kelemahan tersebut. Namun, upaya ini harus segera diimbangi dengan penguatan potensi atas kekuatan yang dimiliki melalui penghargaan. Jika tidak, setiap anak hanya akan berusaha menghindari hukuman. Setelah berhasil menghindarinya, mereka tidak tahu harus berbuat apa.

Inilah mental play to not lose. Anak akan sekadar ingin naik kelas dan lulus daripada menjadi siswa aktif yang berprestasi dan bermanfaat bagi siswa lainnya. Banyak mahasiswa memilih sekadar lulus daripada menjadi profesional terpandang. Mereka kuliah sekadarnya, sekadar agar tidak diberhentikan dan sekadar lulus aja sehingga saat menjadi PNS pun sekadar menjadi pegawai dan merasa aman.

Inilah akibat jangka panjang dari mental play to not lose. Kita seharusnya mulai khawatir jika ini terjadi. Seharusnya apa yang kita lakukan sebagai pendidik dan orang tua menjadikan anak untuk bermental play to win (bermain untuk menang) dan bukan play to lose (bermain untuk kalah). Bahkan, play to not lose (bermain untuk tidak kalah) pun sebisa mungkin kita hindari.

 2.   Peraturan yang tidak pernah ditegakkan.

Menegakkan peraturan merupakan bagian terpenting setelah peraturan itu dibuat. Jika tidak konsisten, ada akibat buruk yang muncul dalam persepsi seorang anak atau siswa. Peraturan yang sering dilanggar akan menghilangkan kepercayaan terhadap peraturan itu sendiri. Jika ada anak yang melanggar peraturan kemudian lolos dan tidak mendapatkan konsekuensi atau hukuman, anak yang lain akan belajar dari hal tersebut.

Bagi anak yang mengetahui pelanggaran tersebut, akan muncul keraguan dan tanda tanya, kenapa tidak mendapatkan hukuman? Ini bisa memunculkan peluang bagi dirinya untuk, suatu saat, juga ikut melanggar. Bagi yang melanggar, muncul anggapan bahwa peraturan ini boleh dilanggar dan tidak akan terjadi apa-apa. Banyaknya warga yang menerobos lampu lalu lintas merupakan bagian kecil contoh atas hal tersebut.

Apa akibatnya? Ketika usia sekolah, seorang anak sedang membangun diri dan perkembangan dirinya. Sekolah yang memiliki peraturan namun tidak pernah ditegakkan, akan berdampak negatif bagi anak. Dia bisa saja menjadikan kondisi ini sebagai referensi sikapnya terhadap kondisi apapun nantinya.

Bayangkan jika ini banyak terjadi dan dalam waktu yang lama, maka kesadaran hukum dan kepercayaan terhadap hukum akan semakin hilang. Ketika kita harus memilih antara memperkuat kelemahan atau memupuk kekuatan/kelebihan, pertimbangan manfaat jangka panjanglah yang harus menjadi pilihan utama. []

 

www.sejutaguru.blogspot.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun