Assalammualaikum wr. Wb. all. Hari Ini saya akan membuat artikel dengan mengambil judul “Al-Ghazali dan Uang (Pemikiran Ekonomi Islam)". Judul sudah kentara sekali mengenai apa yang akan artikel bahas hari ini, heheh so check it out, all.
Tak kenal maka tak sayang, Hujjatul Islam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Tusi Al-Ghazali lahir di Tus, sebuah kota kecil di Khurasan, Iran pada tahun 450 H (1058 M). Al-Ghazali adalah sosok ilmuwan dan penulis yang sangat produktif. Ia bahkan dengan tulisannya menarik perhatian dunia. Cukup segini pengenalannya, kembali ke topik. hihihi
Seperti yang kita ketahui bahwa uang berfungsi sebagai alat tukar. Pertama dalam kehidupan terdahulu sebagai bentuk perilaku ekonomi, manusia melakukan barter, namun seiring berkembangnya waktu muncul uang logam yang dipakai sebagai alat bayar, dan hingga kini selain logam uang sudah berbentuk kertas. Ekonomi menjelaskan bahwa segala sesuatu dapat digunakan sebagai uang asalkan dapat diterima semua pihak untuk dijadikan alat tukar. Dari segi undang-undang sendiri uang menjadi alat bagi pemiliknya untuk memenuhi segala kewajiban.
Dalam ekonomi barter, transaksi hanya terjadi bila kedua pihak mempunyai kebutuhan dua sekaligus, yakni pihak pertama membutuhkan barang milik pihak kedua dan sebaliknya. Al-Ghazali menjelaskan bahwa ada kalanya seseorang mempunyai sesuatu yang tidak dibutuhkannya dan membutuhkan sesuatu yang tidak dimilikinya. Nah, disini muncullah kesulitan bagi manusia yang membutuhkan sesuatu namun ia tidak memiliki nilai tukar untuk memilikinya. Menurutnya, uang diibaratkan cermin yang tidak mempunyai warna, tetapi dapat merefleksikan semua warna. Maksudnya, uang tidak langsung memberikan kegunaan, hanya saat terjadi pembelian barang, barang itulah yang menjadi kegunaan.
Dalam pemikiran ekonominya, Al-Ghazali perhatiannya tidak terfokus mengenai kehidupan masyarakat dalam atu fokus bidang tertentu, tetapi meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Â Dalam etika pasar menurut Al-Ghazali, ia mengecam seseorang yang melakukan penimbunan dan penipuan. Sama dengan halnya uang, Al-Ghazali juga mengecam penimbunan uang , dan orang yang melakukan penimbunan uang ini dapat dikatakan sebagai penjahat. Mengapa demikian? Karena menimbun uang juga berart menarik uang sementara dari peredaran. Penimbunan uang juga berarti memperlambat perputaran uang dan membuat mengecilnya transaksi sehingga perekonomian menjadi lesu.
Sedangkan penipuan, dalam hal uang, peredaran uang palsu juga dikecam oleh Al-Ghazali. Â Al-Ghazali berpendapat bahwa mencetak uang palsu atau mengedarkannya lebih berbahaya dari mencuri seribu dirham. Kenapa? Karena, mencuri adalah salah satu perbuatan dosa sedangkan mencetak dan mengedarkan uang palsu dosa itu akan terus terulang setiap uang tersebut dipergunakan, dan merugikan orang lain.
Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa apa saja dapat menjadi alat tukar (uang) asalkan disetujui oleh semua pihak. Al-Ghazali juga berpendapat bahwa uang tidak harus terbuat dari logam perak atau emas, kertaspun dapat dijadikan alat bayar asalkan pemerintah pemerintah menyatakannya sebagai alat bayar yang resmi.
Sekian artikel hari ini dari saya, semoga bermanfaat. Jika adala salah ketik mohon dimaklumi. Untuk buku, jika kalian ingin mengetahui sejarah pemikiran ekonomi Islam, dapat membaca buku dengan judul Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Edisi Ketiga oleh Ir. H. Adiwarman Azwar Karim, S.E., M.B.A., M.A.E.P.
Sekian, wassalammualaikum wr. wb.Â
Semoga Bermanfaat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H