Mohon tunggu...
Alif Afdillah Suni
Alif Afdillah Suni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta - Fakultas Ssyariah dan Hukum - Jurusan Hukum Keluarga

Saya merupakan Mahasiswa Aktif UIN Jakarta, yang ingin menuangkan isi fikiran didalam tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Jerat Eksploitasi Anak "Manusia Silver": Ancaman Bagi Masa Depan Anak dan Tantangan Penegakan Hukum di Indonesia

26 Mei 2024   22:23 Diperbarui: 26 Mei 2024   23:02 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Di tengah hiruk pikuk perkotaan, di antara deretan kendaraan yang melaju, sesekali terlihat sosok-sosok yang seluruh tubuhnya dicat berwarna perak. Mereka adalah "manusia silver", pengamen jalanan yang menggunakan penampilan mencolok untuk menarik perhatian pengguna jalan dan mendapatkan belas kasihan. Namun, di balik performa yang menyedihkan ini, tersembunyi realita kelam tentang eksploitasi anak di bawah umur.

Praktik "manusia silver" telah menjadi fenomena yang meresahkan di berbagai kota di Indonesia. Anak-anak, yang seharusnya menikmati masa bermain dan belajar, dipaksa untuk bekerja di jalanan, terpapar bahaya, dan mengalami eksploitasi ekonomi. Hal ini tidak hanya merenggut hak-hak fundamental mereka, tetapi juga membahayakan kesehatan, keselamatan, dan masa depan mereka.

Dampak Negatif Eksploitasi "Manusia Silver"

Eksploitasi anak dalam praktik "manusia silver" membawa berbagai dampak negatif, antara lain:

  • Kesehatan: Cat yang digunakan untuk penampilan "manusia silver" berpotensi mengandung bahan berbahaya yang dapat mengganggu kesehatan kulit dan pernafasan anak. Paparan sinar matahari terus menerus di pinggir jalan juga bisa berakibat buruk bagi kesehatan mereka.
  • Keamanan: Anak-anak yang berada di persimpangan jalan rentan terhadap kecelakaan lalu lintas, tindak kriminal, dan pelecehan seksual.
  • Pendidikan: Menjadi "manusia silver" berpotensi mengganggu pendidikan anak, baik karena jam kerja yang panjang ataupun trauma psikologis yang dialami.
  • Eksploitasi: Anak-anak yang dipekerjakan sebagai "manusia silver", terutama jika dipaksa oleh orangtua atau pihak lain, rentan menjadi korban eksploitasi ekonomi. Penghasilan mereka umumnya tidak sebanding dengan risiko dan bahaya yang mereka hadapi.

Landasan Hukum dan Upaya Penyelamatan

Indonesia memiliki landasan hukum yang kuat untuk melindungi anak, termasuk dari eksploitasi sebagai "manusia silver". Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak melarang segala bentuk eksploitasi tenaga anak.

Namun, penegakan hukum terhadap praktik "manusia silver" masih menemui berbagai tantangan. Faktor-faktor seperti minimnya koordinasi antar lembaga, kurangnya bukti, dan intervensi dari keluarga pelaku menjadi kendala dalam penindakan.

Upaya penyelamatan anak-anak "manusia silver" membutuhkan langkah-langkah komprehensif dan kolaborasi dari berbagai pihak:

  • Penegakan hukum: Aparat penegak hukum perlu menindak tegas pihak yang mengeksploitasi anak sebagai "manusia silver". Hal ini membutuhkan koordinasi antar lembaga terkait, seperti Dinas Sosial, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), dan Kepolisian Republik Indonesia.
  • Pemberdayaan masyarakat: Masyarakat perlu diedukasi untuk tidak memberikan uang kepada anak-anak "manusia silver", dan diajak untuk melaporkan kepada pihak berwenang jika melihat praktik tersebut. Edukasi ini dapat dilakukan melalui berbagai media, seperti sosialisasi, kampanye, dan pemasangan spanduk di tempat umum.
  • Bantuan sosial: Pemerintah perlu menyediakan program bantuan sosial untuk keluarga prasejahtera agar anak-anak tidak perlu turun ke jalan. Bantuan ini dapat berupa program keluarga harapan (PKH), bantuan langsung tunai (BLT), atau program lainnya yang berfokus pada pengentasan kemiskinan.
  • Peningkatan kualitas pendidikan: Meningkatkan akses dan kualitas pendidikan agar anak-anak memiliki kesempatan belajar yang lebih baik. Hal ini dapat dilakukan dengan membangun sekolah-sekolah baru, meningkatkan kualitas guru, dan memberikan beasiswa kepada anak-anak dari keluarga prasejahtera.
  • Pembinaan dan rehabilitasi: Anak-anak yang telah diselamatkan dari praktik "manusia silver" membutuhkan pembinaan dan rehabilitasi untuk membantu mereka kembali ke kehidupan normal. Hal ini dapat dilakukan melalui panti asuhan, lembaga rehabilitasi sosial, atau program-program lainnya yang berfokus pada pemulihan anak.

Peran Penting Keluarga dan Masyarakat

Keluarga dan masyarakat memiliki peran penting dalam mencegah terjadinya eksploitasi anak. Keluarga perlu memberikan kasih sayang, perhatian, dan pendidikan yang layak bagi anak-anak. Masyarakat juga perlu aktif mengawasi lingkungan sekitar dan melaporkan kepada pihak berwenang jika melihat praktik "manusia silver".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun