Peran Pemimpin Milenial di Masa Pandemi dalam Menghadapi Era Digitalisasi dan Persaingan Global
Tantangan yang Meresahkan
Para pemuda, terutama yang sedang menghadapi masa gemilang sebagai mahasiswa, mengemban tanggung jawab yang teramat mulia, yakni mengambil yang terbaik pada masa kini dan mengolahnya sedemikian rupa untuk menghadirkan dunia yang lebih baik di masa depan. Urgensi untuk menjadi poros perubahan yang adaptif ini semakin kuat ketika kita memperhitungkan keadaan yang ada. Menggunakan kacamata perspektif global, banyak sekali perkembangan yang terjadi dan hal-hal tersebut terjadi dalam waktu yang cepat. Kerja sama yang terjadi secara internasional menyebabkan isu-isu yang hadir teramplifikasi dengan kuat.Â
Masalah-masalah seperti kemiskinan, utang, gender, anak-anak, dan perbedaan budaya serta agama menantang para penerus bangsa untuk mengevaluasi keberjalanan dunia. Tidak jarang pertanyaan-pertanyaan yang muncul turut mengkontestasikan konsep teknis hingga fundamental keberjalanan tersebut. Lalu, masalah seperti taraf kebebasan dan bagaimana Ia dapat membawa kesejahteraan kepada masyarakat juga menjadi poin pemikiran, di mana masih terdapat 58 negara yang menyandang status semi-bebas. Lebih-lebih lagi, isu digitalisasi yang berefek kepada perubahan yang masif membawa warna tersendiri di era revolusi industri 4.0, seperti bagaimana media sosial dapat membentuk arah gerak suatu pemerintah.1
Dengan kehidupan regional, nasional, dan internasional yang saling terhubung dan bersifat sangat dinamis, suatu kompetensi yang harus dimiliki oleh para pemuda dalam berempati dengan tantangan yang ada dan mengolahnya menjadi suatu inovasi semakin terasa mendesak. Rangkaian kompetensi ini harus dapat menjadi satu pola pikir yang memudahkan para penggunanya dalam menemukan ide-ide yang akurat dan tepat sasaran namun masih mengedepankan prinsip adaptif sebagai pengembangan empati lebih lanjut terhadap arus informasi yang deras. Bahkan, kompetensi ini wajib mudah dibawa oleh para pemimpin milenial, baik dari diri mereka sendiri ataupun secara bersama-sama. Tuntutan kepada kompetensi ini agar dapat diterapkan, diajarkan, dan disebarkan oleh para pemimpin muda lainnya menambah kompleksitas dari kompetensi ini. Oleh karena itu, sebuah konsep bernama design thinking datang untuk menjawab ragam tuntutan tersebut.
Design Thinking: Sebuah Pendekatan Solutif
Design thinking adalah suatu proses yang digunakan dalam berpikir yang mengedepankan desain human-center dalam menelaah dan menyelesaikan suatu masalah. Satu ide yang dapat menjelaskan mengenai design thinking adalah kemungkinan yang besar bahwa orang-orang yang menghadapi masalah tiap harinya adalah orang yang mengetahui kunci-kunci dari solusi yang dapat diambil. Alih-alih dari menggunakan pendekatan dari atas ke bawah dalam menyelesaikan suatu masalah, di mana para pemangku kebijakan atau pihak-pihak pakar mendiskusikan pemecahan yang mungkin dan mengimplementasikannya kepada pelaksana lapangan, design thinking menggunakan pendekatan dari bawah ke atas, yaitu pendekatan masalah bersama beragam stakeholder dan mengikutsertakan mereka dalam perangkaian solusi yang akan disajikan.2
Tahap-tahap yang dilakukan dalam design thinking cukup mudah untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Pertama, kita harus dapat mendefinisikan terlebih dahulu masalah yang hendak diangkat. Empati dapat menjadi satu alat yang kuat dalam membantu mendefinisikan problem tersebut. Kedua, melakukan riset dan mencari standar baku emas dapat memberikan pemahaman yang lebih menyeluruh mengenai problematika dan ragam solusi yang pernah diangkat.Â
Aspek ini akan memudahkan para pemimpin dalam masuk ke tahap ketiga, yaitu mengideasikan solusi. Dengan ide yang telah ditetapkan dan divalidasi bersama para stakeholder, perancangan prototipe solusi dapat dilaksanakan sebagai tahap keempat. Prototipe kemudian diminta untuk ditelaah dan diberi masukan agar para pemimpin dapat menciptakan solusi yang telah teruji dan siap untuk diimplementasi sebagai penutup dari rangkaian tahap-tahap yang dilakukan dalam design thinking. 3,4
Berdasarkan dari penelitian yang ada, design thinking memberikan efek yang positif dalam skala kelompok atau organisasi. Design thinking mendukung pengembangan dari budaya-budaya yang hendak diterapkan suatu lembaga dan simbiosis tersebut pun berjalan secara mutualisme. Bahkan, penggunaan design thinking yang optimal dapat meningkatkan empati penggunanya dan membantu mereka dalam memahami bahwa budaya berorganisasi dan bekerja yang baik dapat meningkatkan efektivitas dari pekerjaan atau solusi yang mereka bawa.5 Dalam ranah yang lebih luas, design thinking dipakai untuk memecahkan masalah oleh para pemangku kebijakan. Australia dan Selandia Baru telah menerapkan pola pikir ini dalam melakukan pendekatan terhadap masalah pelayanan publik dan menuangkannya dalam membentuk kebijakan publik yang inklusif dan akurat.6
Pemuda dan Design Thinking