Dewasa ini, masyarakat tidak bisa luput dari penggunaan sosial media. Semua lapisan masyarakat mulai dari anak-anak sampai orang-orang tua menggunakan sosial media.Â
Dengan adanya sosial media ini, banyak hal positif yang dapat kita rasakan seperti dapat berkomunikasi dengan teman, keluarga, dan kerabat yang tinggal jauh dengan kita, mudahnya akses informasi, sebagai saran mengekpresikan diri, sebagai tempat untuk promosi bisnis, dan masih banyak lagi. Selain hal-hal tersebut, adanya sosial media menyebabkan adanya suatu profesi baru yang disebut sebagai 'influencer'.
Apa sih yang sebenarnya disebut dengan profesi influencer ini? Influencer adalah orang yang bisa memberikan pengaruh kepada orang lain karena kapasitas yang dimilikinya. Kapasitas disini dapat berupa otoritas, pengetahuan, dan paras atau yang biasa disebut goodlooking.
Bebricara tentang influencer yang memiliki paras rupawan, ada fenomena yang menarik untuk dibahas. Yap, fenomena tersebut adalah 'keadilan sosial bagi seluruh rakyat goodlooking.' Fenomena tersebut kerap kali terjadi di masyarakat. Contoh, saat ada influencer dengan paras goodlooking dinyatakan positif menggunakan narkoba, banyak sekali pengikut influencer tersebut di sosial media yang mendukung artis tersebut.Â
Dukungan tersebut membanjiri kolom komentar sang influencer dengan bentuk yang berbeda-beda. Sebagian berbentuk dukungan terhadap sang influencer agar ia tidak mengulangi lagi perbuatannya setelah proses rehab dan hukum selesai, sebagian dukungan lain berbentuk permohonan agar proses penyelesaian masalah tersebut berjalan dengan lancar dan mudah.
Sekarang kita bandingkan dengan influencer yang kapasitasnya bukan paras goodlooking. Dalam kejadian yang sama, dimana mereka berdua sama-sama positif mengonsumsi narkoba, perlakuan yang diberikan netizen sangat berbeda. Kolom komentar influencer ini juga dibanjiri, tetapi bukan dukungan melainkan cibiran dan cacian. Beberapa dari komentar tersebut bahkan menyerang perawakan fisik sang influencer.
Contoh lain, saat influencer goodlooking melakukan suatu kebaikan, netizen sangat mengapresiasi hal tersebut. Beda cerita kalau kebaikan tersebut dilakukan oleh orang biasa. Hal-hal baik yang dilakukan oleh orang-orang biasa seringkali kurang diapresiasi padahal semestinya hal baik memang harus diapresiasi tanpa melihat siapa yang melakukan bukan? Dan juga bukankah perlakuan kita terhadap orang yang melakukan hal buruk semestinya sama tanpa melihat orang yang melakukan hal tersebut?
Jika kita melihat kembali ideologi bangsa kita yaitu Pancasila, pada sila kelima tertulis 'Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia' bukan 'Keadilan sosial bagi seluruh rakyat goodlooking'. Tapi pada kenyataannya, perbedaan perlakuan seperti yang disebutkan diatas masih sering terjadi. Ini menunjukkan bahwa penerapan nilai Pancasila masih rendah di kalangan masyarakat. Kita sebagai generasi muda seharusnya lebih peka terhadap urgensi penerapan Pancasila di kalangan masyarakat.Â
Kita bisa mulai dari diri sendiri dulu, seperti tidak membeda-bedakan perlakuan terhadap orang yang melakukan hal yang sama. Saat kita melihat hal baik, tidak peduli siapa yang melakukannya, kita harus mengapresiasi dan mendukung orang tersebut untuk tetap terus melanjutkan hal baik tersebut. Sebaliknya, saat kita melihat ada orang yang berbuat hal buruk, sanksi sosial maupun sanksi hukum yang ditimpakan harus setimpal tanpa melihat siapa yang melakukannya.
Setelah kita menerapkan sila kelima pada diri sendiri, tanpa disadari kita juga sudah mengajak orang lain untuk melakukan hal serupa. Semakin banyak orang yang menerapkan nilai dari sila kelima, kehidupan bermasyarakat pun akan lebih rukun dan adil tanpa membeda-bedakan perlakuan berdasarkan paras.Â
Untuk mencapai kehidupan bermasyarakat yang lebih rukun dan adil tentunya tidak cukup hanya dengan menerapkan sila kelima, tetapi semua nilai dari setiap sila harus diterapkan. Menerapkan semua nilai dalam Pancasila memang tidak semudah membalikkan telapak tangan, tapi dengan perlahan kita semua pasti bisa.