Mohon tunggu...
Aliet Candra Seviyanti
Aliet Candra Seviyanti Mohon Tunggu... -

a wife, a mother and a blue collar worker

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Pengalaman Mengurus E KTP

28 Agustus 2012   08:57 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:13 740
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat mudik beberapa hari yang lalu, agenda saya (dan suami) bukan sekedar silaturahim dan liburan. Ada misi yang penting bagi kami selaku perantau yang hanya bisa pulang setahun sekali ke daerah asal. Ya, kami juga tidak ingin ketinggalan dengan trend 2012,,yaitu E KTP :) .

Walaupun saya mengadu nasib di kota besar tapi tanda pengenal saya masih dari kota asal. Alasannya sederhana saja, saya belum punya alamat tetap. Terbayang ribetnya mahalnya mengurus KTP di kota besar ini. Itupun ilegal (ya iyalah), bahkan ada teman saudara saya yang sudah susah-susah mengurus surat pindah dari kota asal pas akan mengurus KTP hanya diberitahu oleh oknum ketua RT tarif pembuatannya sekian ratus ribu tanpa menghiraukan surat-surat yang sudah dia urus tadi. InshaAllah nanti kalau sudah punya tempat tinggal yang tetap barulah saya akan pindah secara resmi ;) .

Berdasarkan info dari ayah mertua saya, untuk mendaftar e ktp kami harus pergi ke kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota. Setelah mencari-cari akhirnya sampai juga kami sekitar jam setengah dua siang di hari pertama masuk kerja. Setelah parkir, kami masuk ke lobi tempat resepsionis/ informasi untuk menanyakan dimana ruangan Dinas Catatan Sipil karena kami tidak mendapati tanda atau petunjuk apapun di lobi dan ruangan pun gelap, entah desain nya kurang memperhatikan cahaya alami atau memang lampunya tidak dinyalakan. Saat itu ada seorang bapak-bapak juga yang sepertinya berkepentingan yang sama dengan kami.

Sambil melongok ke belakang meja informasi, kami mendapati seorang bapak pegawai (sepertinya memang bagian informasi) tertidur bersandar di kursi dengan mulut ternganga sedang terlelap dengan nyenyaknya, sampai-sampai suara saya dan pengunjung lain tadi yang bertanya tidak terdengar oleh beliau (kami hanya bisa saling berpandangan dan geleng-geleng kepala). Untungnya ada pegawai lain yang lewat, berdasarkan keterangannya, tempat mengurus KTP ada di lantai 3, beliau juga menginfokan kami harus naik tangga karena lift nya rusak. Terlihat memang ada 2 buah lift bersebelahan dan tidak berfungsi dua-duanya!( ada kertas ditempel di pintu lift).

Sesampainya di lantai 3, kami memasuki ruangan tempat pelayanan pembuatan dokumen kependudukan (KTP, KK, Surat Pindah, Surat Kematian, etc) sebelum memasuki ruangan kami melewati ruangan (yang sepertinya) dipakai untuk toilet tapi kondisinya sudah rusak, alhasil seperti gudang tua saja yang ditumpuki kayu-kayu tidak jelas.

Di dalam ruangan ada sekitar 15 an orang yang sedang duduk mengantri, hanya terlihat 2 pegawai yang melayani, beberapa waktu kemudian bertambah 1 orang lagi yang melayani ternyata baru kembali dari luar. Saya yang sok tahu asal mengisi formulir saja untuk membuat KTP karena tidak ada petunjuk apapun disana, pas datang ke meja pelayanan ternyata untuk E KTP kita langsung mengantrikan fotokopi KK atau KTP di meja yang ada di ujung tempat petugas mengambil sidik jari, foto dan scan retina. Walahh,,,sekali lagi informasi yang minim dan saya yang enggan bertanya juga membuat saya kecele, hehe. Jadilah kami mencari fotokopian, kebetulan tersedia di ruang Tata Usaha. Saya fotokopi 2 lembar terkena tarif 4 ratus rupiah saja. Cukup jujur menurut saya, alias tidak me mark up harga dan semoga uangnya masuk ke  tempat yang tepat.

Setelah menunggu antrian sekitar 45 menit, suami saya dipanggil terlebih dulu baru kemudian saya difoto, diambil sampel sidik jari dan scan retina mata. Petugasnya cukup ramah walaupun sebelumnya saya sempat agak dibentak salah satu petugas (mbak-mbak) karena waktu giliran saya dipanggil, saya belum mengakhiri pembicaraan saya di telepon. Saya sadar saya salah tapi tidak selayaknya juga ya membentak seperti itu.

Dan satu lagi, jam kerja para pegawai berakhir pukul 3 sore tapi dari pukul 2 beberapa pegawai dari ruangan (atau dinas) lain sudah 'ngariung' alias berkumpul di ruangan tersebut untuk mengobrol sambil menunggu jam 3. Semoga itu hanya terjadi karena hari tersebut adalah hari pertama masuk setelah libur idul fitri dan beban kerja atau tugas mereka sudah selesai, semoga tidak setiap hari begitu.

Salam Kompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun