Tanggal 457 bulan ke 44 tahun 23232 menurut penanggalan di Planet Gromico7, di Nebula Quirrin
Ah, waktu rasanya cepat berlalu, bahkan di planet bumi. Terakhir aku menulis di Kompasiana pada Desember tahun 2014 lalu. Bulan Desember tahun 2015 tinggal enam bulan lagi, dan aku bahkan belum pernah menulis di Kompasiana. Hingga saat ini.
Ya. Setelah punya waktu, aku iseng buka Kompasiana. Dan... ternyata sudah berubah. Perubahan bukan hanya pada tampilan, namun juga secara keseluruhan. Artinya, perubahan bukan hanya pada "raga" namun juga "jiwa".
Lalu, apakah perubahan tampilan ini positif? Seharusnya begitu. Perubahan, apapun itu, tujuannya untuk menjadi lebih baik. Dan untuk Kompasiana, perubahan ini merupakan pertanda bahwa platform ngeblog terbesar di dunia yang berbahasa Indonesia ini memang bertekad untuk melangkah ke depan.
Tentu saja, perubahan ini bukan semata untuk kepentingan Kompasiana sebagai pemilik. Kepentingan pengguna, para Kompasianer, juga harus (dan pasti) dipertimbangkan. Secara jujur aku harus mengakui, tampilan baru Kompasiana ini tidak terlalu nyaman. Entahlah apakah ini karena kesan pertama, atau memang tampilannya memang tidak sesuai harapan.
Bagaimanapun, ada hubungan "simbiosis mutualisme" antara Kompsiana sebagai penyedia dan Kompasianer sebagai pengguna. Kompasianer memerlukan wadah untuk menyalurkan ide menulis, sekaligus berinteraksi dengan sesama penulis. Di pihak lain, sebagai penyedia, Kompasiana tak hanya berkepentingan pada penyediaan sarana, namun juga dengan bisnis. Ya. Pada akhirnya, hitung-hitungan bisnis yang bakal menjadi penentu. Semakin banyak pengguna, semakin banyak jumlah klik, tarif iklan di Kompasiana akan semakin besar.
Apalagi, harus diakui, Kompasiana sudah diperhitungkan dengan sangat serius oleh berbagai pihak di Tanah Air. Dimuatnya tulisan yang menohok petinggi KPK beberapa bulan lalu merupakan bukti. Juga, diundangnya beberapa Kompasianer menemui Presiden Joko Widodo menjadi bukti yang lain.
Jadi, kalau kemudian ada suara bernuansa negatif yang mengekspresikan kekecewaan pada tampilan Kompasiana, itu alamiah. Dan itu memang tipikal manusia bumi yang tak pernah puas pada sesuatu. Selalu saja ada kekurangan yang terlihat, baik itu dibuat-buat atau memang benar-benar ada.
Kalau memang Kompasiana versi baru ini punya banyak kekurangan (dan memang begitulah adanya), itu merupakan resiko dari sebuah perubahan. Bahwa terkadang, niat baik untuk mengubah sesuatu bisa saja tidak berjalan sesuai yang dimaksudkan.
Olahraga juga
Di dimensi yang berbeda, pada latar yang lain, perubahan (atau upaya perubahan) terkadang juga tidak berjalan dengan lancar. Upaya Menpora untuk memperbaiki sepakbola nasional, misalnya. Karena miskin prestasi internasional, pemerintah membekukan PSSI dan membentuk Tim Transisi. Imbasnya, FIFA menjatuhkan sanksi pada Indonesia.