Hari ke 878998 Taufan Grii di Planet Sokorg Galaksi Andromeda AH, selama terdampar di planet bumi, terutama di Indonesia, aku seringkali harus berusaha keras menahan senyum melihat bagaiamana lucunya makhluk yang bernama manusia. Seperti yang sekarang aku saksikan. Hanya di planet bumi, sebagian besar penduduknya merasa bisa menjadi pemimpin. Bahkan di Indonesia, mereka yang merasa diri pantas menjadi pemimpin tanpa malu-malu 'menjajakan diri' di depan umum.
Jualan mereka pun luar biasa. Ada yang mengklaim diri sebagai "bersih" (mungkin karena dalam sehari dia bisa sembilan kali mandi), ada yang menegaskan dirinya "jujur" (mungkin karena dia suka makan kue cucur), ada yang menyatakan dirinya "bermartabat" (mungkin karena dia suka martabak), dan lain-lain.
[caption id="attachment_299944" align="alignnone" width="275" caption="Ilustrasi (kidscanpress.com)"][/caption]
Di bumi bernama Indonesia, mereka yang punya uang tiba-tiba merasa bisa jadi pemimpin. Mereka yang memiliki orang tua pemimpin, tiba-tiba merasa mewarisi gen kepemimpinan sang ayah (walau yang dijadikan jualan hanya nama besar orang tua semata, bukan prestasi diri sendiri). Mereka yang orang tuanya pernah jadi pejabat, tiba-tiba merasa bisa menjadi wakil rakyat.
Mereka, menjajakan diri untuk menjadi calon anggota legislatif. Atau wakil rakyat. Dalam praktek, setidaknya yang aku lihat di negara bernama Indonesia, mereka yang mengaku sebagai wakil rakyat sebenarnya tak memperlihatkan perilaku sebagai wakil rakyat. (Sebagian) para wakil rakyat yang terhormat ini justru menganggap rakyat semata sebagai bawahan.
Sementara para wakil rakyat adalah kelompok terhormat. Sebagai majikan. Apalagi menurut undang-undang, para wakil rakyat itu posisinya setara dengan pemerintah. Legislator di kabupaten/kota posisinya setara dengan bupati/walikota. Legislator di provinsi posisinya setara dengan gubernur. Sementara yang duduk di DPR posisinya setara dengan presiden. Bahkan, para legislator yang terhormat itu bisa mengundang pemerintah untuk diwawancarai. Atau disidang. Keren kan?
Sementara rakyat, mereka hanya dibutuhkan untuk mendulang suara. Jika kuota terpenuhi dan kursi empuk di dewan sudah didapat, sayonara untuk rakyat.
Di masa-masa ketika para calon rakyat 'menjual diri', mereka tampil luar biasa ramah. Sikap ramah terutama ditujukan kepada mereka yang masuk dalam lingkup daerah pemilihannya. Penjual sate disapa dan didekati, tukang sol sepatu diajak berbincang-bincang, sopir angkot diajak berdiskusi sambil menepuk pundak, dan sebagainya. Para calon wakil rakyat ini akan berusaha menciptakan citra bahwa mereka dekat dengan masyarakat kelas bawah. Bahwa mereka merupakan sahabat para wong cilik.
Namun begitu kursi DPR sudah didapat, masyarakat kelas bawah yang tadinya (pura-pura) dianggap sebagai sahabat akan diabaikan. Jangankan menyapa. Para wakil rakyat ini akan melaju dengan mobil mewahnya yang ditutup rapat dengan kaca hitam pekat. Para wakil rakyat pun sesekali mendatangi konstituennya sambil mengenakan kacamata hitam. Mungkin, supaya masyarakat tak bisa mengetahui kalau para wakilnya itu sebenarnya enggan bertatap mata dengan mereka.
***
Saat tulisan ini dibuat, di negara bernama Indonesia yang ada di planet bumi sedang memasuki apa yang disebut sebagai kampanye. Semua pihak yang merasa bisa memimpin, kini 'menjual kecap' sampai berbusa-busa.