Mohon tunggu...
Alief Viona
Alief Viona Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Uninersitas Pendidikan Indonesia

Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Sebuah Ulasan Apresiasi: Menggali Mitos Jawa dalam Pertunjukan Drama Siji dan Telu

18 Mei 2024   21:44 Diperbarui: 18 Mei 2024   21:46 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seni. Sumber ilustrasi: Unsplash


Sinopsis pada pertunjukan drama Siji dan telu ini menceritakan tentang sepasang kekasih yang begitu saling mencintai satu sama lain, kemudian mereka berencana untuk melajukan hubungan mereka ke tahap yang lebih serius yaitu menikah. Namun itikad baik itu ditentang oleh kedua belah pihak keluarga, terutama oleh pihak keluarga sang wanita, karna hal tersebut bertentangan dengan sebuah mitos atau isu pada budaya jawa yaitu bahwa anak pertama dalam suatu keluarga tidak boleh menikah dengan anak ketiga dalam suatu keluarga karna itu akan mendatangkan suatu musibah bagi mereka berdua. Namun dengan tekad yang kuat mereka berdua tidak hanya tinggal diam saja, sepasang kekasih itu pun menentang mitos atau isu tersebut. Keduanya pun menikah diam-diam tanpa sepengetahuan kedua belah pihak keluarga. Dan benar saja kekhawatiran yang sebelumnya dicegah itu terjadi pada sepasang kekasih tersebut.

            Siji dan telu, dalam bahasa jawa berarti satu dan tiga. Pada pertunjukan Drama siji dan telu mengangkat isu budaya jawa yaitu larangan anak pertama dengan anak ketiga untuk menikah, Drama ini merupakan sebuah alih wahana dari Puisi karya Sapardi Djoko Damono yang berjudul "Pada suatu hari nanti". Yang di mana dalam Drama siji dan telu menceritakan tentang kisah cinta Bima Setiadi (Bima) dengan Diajeng Sekar Ayu (Ajeng) yang tidak mendapatkan restu untuk menikah oleh kedua belah pihak keluarga terutama oleh keluarga Diajeng Sekar Ayu, karna keluarga Diajeng Sekar Ayu yang masih sangat kental dengan Budaya jawa, Pada kepercayaan budaya Jawa seorang anak pertama tidak boleh menikah dengan anak ketiga, karna jika anak pertama dan anak ketiga menikah maka pernikahan itu akan mendatangkan suatu musibah, oleh karna itu keluarga ajeng yang masih kental dengan budaya jawa sangat menentang keras pernikahan Ajeng dan Bima karna keluarga Ajeng tidak mau kalau Ajeng mendapatkan musibah dari pernikahan tersebut. Namun karna kekuatan cinta Bima dan Ajeng yang sedang mekar, mereka membantah kepercayaan adat Jawa tersebut, hingga pada akhirnya Bima dan Ajeng memutuskan untuk menikah secara diam-diam dan mereka pergi dari rumah masing-masing untuk menetap berdua di rumah yang baru. Konflik utama dalam drama ini yaitu dilarangnya Bima dan Ajeng untuk menikah karna menentang larangan adat jawa bahwa anak pertama dan ketiga tidak diperbolehkan unutk menikah. Kemudian konflik berkembang bahwa Bima dan Ajeng tetap memutuskan untuk menikah namun secara diam-diam tidak ada satu keluarga pun yang mengetahui niat keduanya, konflik pun terus memuncak dengan diketahuinya bima dan ajeng yang menikah secara diam-diam dan benar saja apa yang ditakutkan oleh keluarga ajeng pun terjadi, bahwa bima dan ajeng ditimpa masalah yaitu Bima jatuh sakit dan ia pun meninggal dan ibu Bima merasa sedih kemudian beliau menyalahkan keluarga Ajeng. Namun konflik sempat menurun saat ajeng membagikan kabar gembira pada bima bahwa ia telah hamil. Konflik selesai saat Ajeng dan Ibun Bima Ikhlas atas kepergian Bima.

            Menurut saya Pertunjukan Drama siji dan telu dikemas sangat menarik, dari segi alur penceritaan drama siji dan telu sangat mudah untuk dipahami dan dimengerti sehingga banyak sekali yang tertarik pada Drama siji dan telu, walaupun Drama ini mudah untuk dipahami namun masih terdapat nilai-nilai moral yang bisa diambil, selain itu yang membuat Drama siji dan telu sangat menarik ialah Drama ini mengambil tema percintaan yang di mana hampir semua orang pernah merasakan jatuh cinta sehingga saat konflik dalam Drama siji dan telu datang para penonton bisa memahami dengan baik adegan konflik tersebut, selain itu juga drama ini mengambil tentang budaya adat jawa, dengan mengambil budaya adat jawa bisa menjadi nilai Plus dalam pertunjukan Drama ini, karna bisa menjadi suatu ilmu pengetahuan baru bagi orang-orang yang belum mengetahuinya, sehingga budaya adat jawa bisa dikenal lebih oleh masyarakat. Tidak hanya mengambil unsur adat jawa, para tokoh pemain menggunakan dialek bahasa jawa dalam menampilkan pertunjukan siji dan telu, yang di mana dengan menggunakan dialek bahasa jawa menurut saya sangat menarik karna para pemain tokoh Drama siji dan telu kebanyakan sehari-hari menggunakan dialek bahasa sunda, saat mementaskan pertunjukan Drama tersebut para tokoh pemain sangat profesional dalam melanturkan tutur kata bahasa jawa. Pada Drama siji dan telu terdapat 13 tokoh pemain Drama, tokoh utama pada Drama ini tentu saja Bima dan Ajeng, selain itu terdapat pula tokoh pendukung yang menguatkan drama tersebut yaitu:  Bintari dalam Drama siji dan telu berperan sebagai Adik Bima dan juga teman Ajeng, Eyang dalam dalam Drama tersebut diceritakan sebagai nenek Ajeng, peran Eyang dalam Drama siji dan telu ini cukup kuat karna tokoh Eyanglah  yang sangat menentang keras bila terjadinya pernikahan antara Bima dan Ajeng, kemudian Ayah dan Ibu Ajeng, Ibunda Bima, Bu Kus (bude ajeng), Bu As, Bu Yur, Mbak Miyem, Mas Salah, dan yang terakhir Pak RT. Semua peran pendukung pada Drama siji dan telu tentunya sangat membantu penguatan Pertunjukan Drama siji dan telu, masing-masing dari para tokoh dapat membawakan perannya dengan sangat baik sekali.

            Tidak hanya itu saja, dari segi tata panggung saat pementasan menurut saya cukup bagus sehingga saya sebagai penonton pertunjukan Drama Siji dan Telu mengerti dengan baik latar waktu dan latar tempat yang dimaksud dalam pertunjukan Drama siji dan telu. Pada Drama ini terdapat 3 latar tempat dan 2 latar waktu. Latar tempat yang terdapat pada Drama siji dan telu yaitu, rumah Ajeng, rumah Bima, dan kontrakan Bima dan Ajeng. 

Sedangkan latar waktu yang terdapat pada Drama tersebut yaitu, siang dan malam hari. Alur yang terdapat pada Drama Siji dan Telu merupakan alur maju, setiap peristiwa dalam Drama siji dan telu dimulai secara teratur dari awal hingga akhir. Banyak sekali pesan Moral yang dapat diambil dari pertunjukan Drama Sji dan Telu ini. Salah satunya adalah kita sebagai anak alangkah baiknya untuk tidak melawan orang tua dan wajar-wajarlah untuk mencintai seseorang jangan sampai mengambil suatu hal perbuatan yang gegabah.

            Terdapat salah satu scene pada Drama ini yang cukup menarik perhatian saya, yaitu ketika scene ketiga saat pertemuan dua keluarga, Bima yang berniatan untuk melamar Ajeng, pada saat adegan tersebut mulai munculnya puncak permasalahan pada Drama siji dan telu, yaitu saat Eyang Ajeng mengetahui bahwa Bima anak pertama dan Ajeng adalah anak ketiga. Tidak sampai disitu saja permasalahan terus memuncak ketika Ajang dan Bima memutuskan untuk kawin lari dan pergi dari rumah masing-masing. Adapun pesan yang dapat saya ambil secara pribadi dari keseluruhan pertunjukan Drama Siji dan Telu, yaitu terlepas dari aturan adat yang terdapat pada pertunjukan Drama Siji dan Telu, janganlah terlalu mencintai seseorang hingga sampai mengambil langkah yang gegabah kemudian restu Orang tua sangatlah penting hingga sampai terdapat satu kutipan yang menyebutkan bahwa "ridho Allah tergantung ridho Orang tua" sangatlah penting keridhoan Orang tua bagi kelurusan hidup kita, oleh karna itu janganlah membantah orang tua. Drama siji dan telu ini sukses membuat saya terpukau terlebih terdapat pula dukungan dari akting pemeran tokoh, tata panggung dan lain sebagainya. Pertunjukan Drama ini sebuah hasil karya yang patut untuk diapresiasi.

Pertunjukan Drama ini siji dan telu ini sukses membuat pandangan saya tidak lepas memperhatikan tiap-tiap pergerakan alur pada pertunjukan ini, menurut saya semua yang ditampilkan pada pertunjukan drama ini begitu bagus sehingga pertunjukan tersebut sukses untuk ditampilkan, alur pengaluran yang mudah untuk dipahami. 

Pertunjukan  dram siji dan telu ini tidak hanya menunjukan mitos atau isu budaya adat jawa saja namun saya sebagai penonton pertunjukan drama ini dapat mengambil beberapa nilai moral yang mungkin bisa saya pelajari didalam kehidupan saya. Menurut saya dengan keseluruhan yang terdapat pada Pertujukan drama Siji dan Telu baugus utnuk disaksikan namun mungkin pertunjukan Siji dan Telu tidak dapat disaksikan oleh umur 13 tahun kebawah karna dalam drama ini terdapat suatu adegan yang mungkin di umur 13 tahun kebawah belum layak unutk dilihat. Saya sebagai penonton pertunjukan drama Siji dan Telu sangat mengapresiasi sekali atas semua usaha dan kerja keras para pemain dan orang-orang yang terlibat pada pertunjukan Drama Siji dan Telu ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun