Menuju kepada bagian terkahir yaitu Bab VI dengan judul Menetapkan Tradisi Kemiliteran dan Musuh -- Musuh Negara. Pada bab VI ini menjelaskan bahwa kaum militik yang berpolitik berusaha menggali informasi dari masa lalu dan melihat masa depan untuk mencari dan memperoleh sumber -- sumber legitimasi. Selain itu, kaum militer yang berpolitik juga perlu membuktikan adanya kebutuhan akan keberlanjutan peran militer di masa depan.
Sementara itu pada akhir dekade kekuasaan Soeharto, kaum militer mengalami perubahan generasi dan sebagai kekuatan politik yang mengalami marginalisasi yang semakin meningkat. Akibat dari adanya perubahan generasi ini, membuat Pusat Sejarah ABRI bergerak untuk mengkosolidasi berbagai sumber legitimasi sejarah yang ada sementara juga mencari sumber -- sumber yang baru. Terjadi masa penilaian yang kembali kepada sumber -- sumber legitimasi militer baik yang bersejarah maupun yang kontemporer.
Lama tak mendengar kabar dari Nugroho Notosusanto, membuat banyak orang yang merasa kehilangan. Nugroho Notosusanto dikabarkan meninggal tahun 1985 pada bulan Juni akibat Pendarahan Otak. Hal ini membuat Pusat Sejarah ABRI mengurangi momentum dalam hal memajukan militer melalui sejarah. Semasa hidupnya Nugroho telah menyumbangkan banyak teks Sejarah, menerbitkan tulisan -- tulisan dan berperan besar dalam hal sejumlah proyek pembangunan museum yang sangat besar dan ambisius. Setelah wafatnya Nugroho, muncul seorang tokoh lain yang bernama Jenderal Murdani yang merupakan seorang Panglima Angkatan bersenjata. Peran Jenderal Murdani selama ini tercatat pada tahun 1950, beliau berpartisipasi dalam penghancuran pemberontakan Darul Islam dan Permesta. Jenderal Murdani memberikan sumbangasih nya terhadap proyek -- proyek besar Pusat Sejarah ABRI dalam pembangunan 2 museum sekitar pertengahan tahun 1980.
Sejak awal periode Orde Baru, militer telah menekankan pada peran sebagai pembela Pancasila terhadap ancaman baik. Di bawah pengaruh dari Panglima Jenderal Benny Murdani, pengaruh yang datang dari kelompok Islam semakin ditekan oleh Panglima Jenderal Benny Murdani. Melihat usaha kudeta yang terjadi 1965, tetap menjadi hal yang melatar belakangi terbentuknya Museum Pengkhianatan PKI. Di Museum Pengkhianatan PKI , memiliki tema pengkhiatan komunis dengan menampilkan secara inci adegan -- adegan yang terjadi di masa itu. Selain itu di Museum ini menonjolkan metode komunis yang terjadi di masa lalu sebagai bahan untuk melawan "ancaman".
Museum -- museum yang dibangun ketika rezim Orde Baru masa pemerintahan Soeharto, membuktikan bahwa adanya peran militer disetiap pembangunan nya. Namun peran militer di sini sangat mendominasi di segala unsur kehidupan bahkan mempengaruhi kehidupan masyarakat dan membuat masyarakat sangat tertekan di masa Orde Baru. Selain adanya peran militer, Pusat Sejarah ABRI juga memiliki peran penting terutama dalam hal pembangunan proyek negara. Sebenar nya proyek negara seperti Museum Sejarah Monumen merupakan sebuah proyek sejak masa pemerintahan Soekarno namun terhenti di tengah jalan dan dilanjutan pembangunan nya di masa Orde Baru dengan Soeharto sebagai Presiden nya.
Sepanjang era Rezim Orde Baru, Pusat Sejarah ABRI secara aktif memperluas proyek -- proyek sejarah militer dibuktikan dengan pembangunan Museum. Museum sendiri merupakan produk dari sebuah organisasi militer yang tersentralisasi. Banyak museum -- museum di Indonesia yang menggunakan diorama di dalam pembangunan nya, biasa nya tergambar pada dinding -- dinding museum. Diorama sebagai representasi masa lalu dalam bentuk gambar, lebih dapat menafsirkan masa lalu lebih jauh daripada benda -- benda. Sikap penggunaan diorama pada Museum menjadi sebuah sikap yang sesuai dengan kecenderungan -- kecenderungan di dalam Historiografi Orde Baru.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI