Bagi pesepeda dengan membawa pannier di depan dan dibelakang, bahkan di bagian handle bar (stang), di tambah membawa perlengkapan lainnya seperti tenda, dua buah botol bidon tempat air serta bidon khusus untuk spirtus, dianggap orang asing atau bule.
Sapaan: halo mister, good morning mister (walaupun siang atau sore),how are youmister sampai I love you mister, seringkali terdengar ketika turing di Sulawesi juga Sumatra. Mereka anggap, hanya orang asing (baca: bule) yang melakukan seperti ini.
Menepis anggapan, bahwa saya orang asing,, maka sering berhenti dulu apabila ada sekumpulan anak-anak. Terlebih bila mereka juga bersepeda. Seperti halnya di Desa Denge Kecamatan Pinogaloman arah ke Kota Poso.
Kami sempat balapan dengan mereka. Kami berfoto sejenak di pinggir pantai. Juga gowes bareng sepanjang jalan yang ada di pinggir pantai. Mereka begitu bersemangat mengiringi saya gowes.
Para jamaah sering tertegun sejenak, manakala saya datang untuk destinasi. Ketika masuk ke halaman masjid, ada pula yang berteriak: “Ada bule masuk masjid,” dengan logat khasnya Sulawesi.
Begitu juga pemilik warung sesaat nampak rikuh dengan kedatangan saya bersama sepeda yang penuh beban. Tak terkecuali pemilik hotel di Engrekang, seorang ibu agak sepuh meyakinkan: “Apakah betul bukan orang bule?” tanyanya, ketika saya yakinkan dengan memberikan identitas E-KTP, maka saya diberikan kamar ber-AC dengan tarip biasa. Tapi agak jengkel kalau meminta petunjuk arah, ketika ditanya seperti “sawan kuya” atau teunggar kalongeun(tertegun karena heran). Padahal saya menggunakan bahasa Indonesia. Setelah diulang untuk keduakalinya, barulah dijawab.
Rupanya, anggapan asing bagi peturing sepeda bukan hanya bagi masyarakat di daerah, tapi persangkaan anjing, kerbau dan sapi. Selama perjalanan di Pulau Celebes tak kurang lima kali di hadang anjing. Situasi ini, sudah saya sering dihadapi beberapa kali di berbagai tempat saat turing bersepeda.
Sebuah trik manakala ada anjing yang menggonggong hendak menyerang, maka berhenti menggowes. Agaknya anjing tertarik saat memutar pedal. Dianggap mengajak bercanda, namun jika masih seperti hendak menyerang maka turun dari sepeda.
Tapi dua kali, sang anjing keukeuh menguntit padahal sudah dilarang tuannya. Jalan satu-satunya, mengusir dengan melemparnya dengan batu. Bahkan sebagai jaga-jaga membekali batu yang disimpan dibagian luar handle bar bag.
Satu kali, ketika anjing menghadang dan menggongong saya beradu balap, karena memungkinkan jalanan agak menurun. Cara seperti sedikit memacu adrenalin. Dan, merasa puas saat luput dari kejarannnya.
Lain halnya dengan dua ekor sapi ketika gowes menanjaki jalan ke arah Kota Rantepao dari Palopo. Seperti kebiasaan di sana, hewan sapi atau kerbau dibiarkan merumput tanpa diikat. Sekumpulan sapi yang sedang merumput di tepi jalan, mendadak terkejut demi melihat kehadiran saya dengan bersepeda penuh gembolan. Dua ekor langsung lari terbirit-birit. Lainnya cuma mengawasi dengan mata penuh curiga. Barangkali handlebar (setang) yang ditambahi adaptor, dianggap seperti tanduk. Begitu pula tas pannier dan handlebar bagpenampilan sepeda jadi mirip binatang bertanduk.