Mohon tunggu...
Alief El_Ichwan
Alief El_Ichwan Mohon Tunggu... Administrasi - Jurnalis

mantan wartawanI Penulis LepasI Menulis artikel-cerpen-puisi-perjalan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Di India, Sebelum Menikah Anda Harus Punya Toilet

14 Februari 2017   08:22 Diperbarui: 14 Februari 2017   10:20 828
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintah India mensyaratkan pasangan yang ingin menikah harus memiliki toilet di rumah| Sumber: Shutterstock

Sebuah berita menarik dari sebuah stasiun televisi swasta, menyiarkan: para ulama di India berdemo. Mereka menutut setiap pasangan pengantin yang akan menikah, harus memiliki toilet. Jika tidak, maka pasangan pengantin ditolak untuk menikah. Tuntutan ini, mungkin sebuah keanehan. Apa hubungan toilet di rumah dengan pernikahan. Jika di Indonesia di beberapa daerah, pasangan pengantin harus menanam bibit pohon. Alasannya sederhana, yaitu untuk penghijauan bagi kelangsungan hidup anak cucu. Sedangkan toilet?

Bagi kaum agamawan kita, mungkin alasan ini tak terpikirkan. Bahwa keberadaan toilet di rumah sangat melindungi kaum perempuan dari berbagai macam bahaya. Diantara, bahaya berbagai tindak kekerasan, pelecehan sampai pemerkosaan. Selain itu, bahaya dari serangan binatang buas. Sudah bisa dibayangkan, binatang harimau dan ular kobra di negeri Mahatma Gandhi masih banyak ditemui. Satu hal penting lainnya, mencegah dari bahaya penyakit yang menyerang perempuan. Keadaan ini, sering berakhir dengan kematian bayi dan ibu hamil. Disinyalir, terhadap bahaya penyakit ini, pihak Unesco harus mengeluarkan biaya yang tak sedikit.

Seorang teman penjelajah sepeda mengungkapkan, dua negara yang paling jorok dalam budaya membuang kotoran, yaitu India dan China. Seringkali dia tak jadi untuk melaksanakan keinganan, karena keadaannya begitu kotor.

Barangkali kita sering melihat ditayangan layar kaca, di negeri India masih banyak orang mandi di sungai-sungai, yang kebersihan airnya sudah tercemar. Dapat kita bayangkan: apabila kaum perempuan harus ke luar rumah di malam, jika ingin buang hajat tanpa diantar suaminya. Seperti halnya di Indonesia, menuju ke toilet di luar rumah tidaklah dekat. Terlebih lagi, di negeri India dalam sebuah perkawinan, posisi perempuan masih dianggap rendah. Jadi, para perempuan sangat enggan meminta diantar, sementara suaminya sedang tidur pulas.

Bagaimanapun, toilet umum tak akan terjamin kebersihannya.  Jika toilet umum di desa-desa di Indonesia, terutama di Jawa Barat, yang sering disebut “pacilingan” keadaanya lebih bersih. Meski hanya terbuat dari bambu, baik lantai maupun dindingnya, namun dengan ketersediaan air yang terus mengalir, dapat menunjang kebersihannya.  Apalagi dibangun di atas balong (kolam). Ketika setelah buang hajat, kotoran akan segera disantap oleh ikan. Begitu juga di bangun di atas sungai. Hanya saja masalahnya, jika musim kemarau tiba.

Namun bagaimanapun toilet di luar rumah, di atas kolam maupun di atas sungai, keberadaannya dipandang kurang sehat. Terlebih apabila hanya dibangun seadanya. Lain halnya, jika toilet umum dibangun dengan memadai. Seperti pernah sebuah toilet umum di desa Cisayong Kabupaten Tasikmalaya. Toilet di luar rumah itu, selain dibangun cukup representatif, juga kotoran yang ditampung dijadikan biogas. Kemudian dialirkan melalui pipa ke rumah-rumah sekitarnya sebagai bahan gas untuk kompor.

Kang Enton, redaktur koran Galamedia Kota Bandung, belum lama ini, memposting di FB yang berhubungan dengan toilet: obrolan soal kemiskinan di pinggir jalan, menyeruak pertanyaan, "Lebih penting mendirikan negara bersyariah, atau mendirikan sarana MCK dulu?". Postingan ini, mendapat tanggapan yang beragam. Bahkan ada yang menganggap, ini suatu “penistaan”, karena membandingkan MCK yang dianggapnya “kotor” dengan negara syariah, yang dianggapnya “suci”.

Padahal sejatinya, dalam pandangan Islam, justru masalah ini mendapat perhatian sangat serius dari Rasululah. Dengan hadisnya, yang sering didengar yaitu: kebersihan merupakan sebagian dari iman, apabila kurang bersih maka dianggap kurang beriman. Namun hadis ini, jarang sekali di bahas dalam berbagai kesempatan dalam pengajian atau khutbah khatib pada salat Jum’at.

Bukan rahasia umum lagi, bahwa kebersihan toilet di tempat-tempat ibadah pun, seringkali keadaannya memprihatikan. Selain sanitasi yang kurang bersih, juga ketersediaan pasokan air yang kurang memadai.

Keberadaan toilet di luar rumah, memang masih banyak kita lihat. Tidak perlu jauh di luar kota Bandung, di desa-desa seputaran kota Bandung pun, ketika saya bersepeda ke wilayah itu, keadaan toilet di luar masih banyak dijumpai. Ironisnya, di seputaran warga desa yang tak memiliki toilet di rumah, ada warga lain membangun toilet  dalam kamar mandi yang cukup mewah. Yaitu pada vila atau rumah-rumah tempat peristirahan yang dibangun “orang kota”.

Barangkali, para kaum agamawan kita, terutama ulama belum sampai memikirkan seperti ulama di India. Namun tidak harus dengan cara demo atau mogok melayani. Malah sebaliknya, dengan selalu memberikan tausiah pentingnya kebersihan dengan membangun toilet di dalam rumah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun