Mohon tunggu...
Alief El_Ichwan
Alief El_Ichwan Mohon Tunggu... Administrasi - Jurnalis

mantan wartawanI Penulis LepasI Menulis artikel-cerpen-puisi-perjalan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Siasat dari Pura-pura sang Kura-kura

5 Mei 2017   13:53 Diperbarui: 5 Mei 2017   14:02 823
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dongeng yang paling saya ingat dari Ibu: Sakadang Kuya jeung Monyet (Sang Kura-kura dengan Kera). Ini memang cerita legendaris. Didongengkan secara turun temurun untuk diambil moral kisahnya. Ceritanya begini: Sakadang kuya(Sang kura-kura) dikurung dalam kandang ayam. Pak tani menangkapnya, karena dia bersama sakadang monyet (sang kera) telah mencuri cabai di kebun. Sang kura-kura merasa dizalimi. Betapa tidak? Semua ini, ulah sang kera. Dia juga yang mengajak untuk mengambil cabai milik pak Tani. Tapi pada akhirnya, dia malah kena getahnya.

Niat sang kera memang ingin mencelakai sang kura-kura, maka dia sengaja berteriak-teriak: “Sehah lata-lata,” berulang-ulang. Akibatnya sang kura-kura ditangkap, karena dia begitu lelet berlari. Sementara sang kera kabur entah kemana?

Merasa tak adil, sang kura-kura berpikir menjelang eksekusi besok harinya. Pak Tani berkata pada anak gadisnya, dia akan menyembelih sang kura-kura, lalu akan dibuat sate.

Sang kura-kura yang panjang akal, menemukan ide cermerlang. Dia berdendang, bahwa dia akan dinikahkan dengan anak pak tani. “Heuheuy, isukan urang rek dikawinkeun ka anak patani nu geulis nyari,” ujar sang kura-kura, dia tahu sang kera tak lari jauh.

Benar saja! Sang kera tertarik nyanyian sang kura-kura, yang begitu gembira dia di tangkap dan di kurung. Akhirnya, dia mau pasang badan menggantikan sang kura-kura. Apa lacur, ternyata semuanya hanya dusta. Sang kera pun mencari akal, jangan sampai pak tani menyembelihnya. Dia pura-pura sakit bahkan dalam keadaan sekarat.

Pak tani kecewa berat. Awalnya ingin menyantap sate kura-kura. Malah didapatinya, sang kera yang sedang sekarat dalam kurungan. Maka dibuanglah sang kera ke sungai.

Cerita ini, merupakan cerita klasik dari tatar Sunda. Dongeng atau kisah “ Sakadang kuya jeung sakadang monyet”, sudah berulang-ulang diceritakan secara turun temurun.

Ada terpikirkan: bahwa mungkin para pelaku korupsi,  terilhami oleh cerita ini. Semoga saja cerita-cerita atau dongeng-doneng yang diceritakan dulu oleh Ibu, bukan mengilhami untuk berbohong. Terutama generasi berikutnya.

Sejatinya tujuannya bukanlah demikian. Pesan moral cerita doneng Sang Kura-kura dan Kera adalah agar jangan mencelakakan teman. Perbuatan buruk, akan dibalas dengan hal yang sama. Seperti ungkapan, “melak bonteng moal jadi cabe, lakulampah goreng moal jadi hade.” Artinya, menanam mentimun tak akan menjadi cabe, begitu pula melakukan perbuatan keburukan, tidak akan berbalas dengan keburukan.

Akan tetapi, apa yang dilakukan sang kura-kura dan sang kera, seperti pemandangan yang sudah lazim sekarang ini. Banyak tersangka atau terdakwa pelaku korupsi mendadak sakit seperti yang dilakukan sang kera. Tindakan ini, agar terbebas dari jeratan hukum atau kurungan dalam sel. Lebih baik mengeluarkan uang untuk (pura-pura) berobat, ketimbang dikurung dalam hotel prodeo.

Kebohongan sang kura-kura, juga banyak dilakukan untuk menyelamatkan diri sendiri. Dia tak mau dikorbankan, maka dia harus berbohong. Begitulah cerita rekaan jadi kenyataan setelah direkayasa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun