Seperti pepatah “Sejauh-sauh bangau terbang akan kembali ke pelimbahan”. Begitu pula dengan pesepeda jarak jauh, akan mendambakan tempat istirah. Inilah rumah singgah penjelajahsepeda di kota Bandung. Lokasinya di Jl. Cigadung Selatan no. 108. Letaknya tak jauh dari rumah Walikota Bandung, Ridwan Kamil. Jadi, jika goweser darimana pun datangnya ke Bandung tak perlu bingung mencari tempat menginap.
“Rumah singgah ini, sekarang bukan hanya disinggahi goweser dari negeri sendiri, tapi sekarang sudah dikenal goweser dari berbagai mancanegara,” kata Nuki Nugaraha, sang kuncen rumah singgah ini, sambil menunjukan berbagai foto dan pesan serta kesan yang ditulis yang pernah menginap di sini.
Bagi para penjelajah bersepeda tempat singgah menjadi suatu keniscayaan. Suatu kebutuhan yang didambakan. Pertimbangan inilah menjadi dasar mengapa rumah singgah diadakan. Bagi goweser yang melakukan perjalanan jauh di negeri kita, kebanyakan pilihan untuk destinasi biasanya di masjid, kantor polisi atau Koramil dan sekolah.
Namun pilihan ini, terkadang kurang “nyaman”. Alih-alih ingin beristirahat untuk memulihkan tenaga untuk memulai gowes besok hari, malah tak bisa dilakukan. Misalnya pilihan istirahat di masjid, terkadang sering tak bisa istirahat karena diajak berbincang oleh jamaah. Begitu juga di kantor polisi sering terganggu suara handly takly (HT).
Awalnya, tempatnya singgahhanya sederhana. Hanya berupa rumah kosong dan gudang tua. Namun kini berubah dengan makin banyaknya penjelajah sepeda. Selain dilengkapi ruang untuk menginap, juga musola. Ada juga tempat menjual berbagai keperluan para goweser yang senang bersepeda jauh. Namun , tak membedakan jenis sepeda yang digunakan.
Banyaknya penjelajah sepeda yang singgah rekomendasi dari peturing Bandung yang telah mendunia, Bambang Hertadi “Paimo” Mas. Malahan keberadaannya lebih dikenal lagi, ketika Dony, Dendy, Isac, Idos masuk ke dalam form komunitas pesepeda penjelajah dunia, yaitu warmshower.org.
Saat goweser berkumpul seringkali area parkir di rumah singgah ini, penuh sesak dengan parkir sepeda. Keriuhan ini, lebih semarak manakala diadakan pertunjukan musik akustik dari goweser yang senang bermusik seperti Yuda dan rekan-rekannya.
Suasana ini, menambah kehangatan para penjelajah sepeda yang singgah disini. Sebut saja seperti Jean Bapiste Haules (Perancis), Florian Schale (Jerman), Manuel Martines (Spanyol), dua goweser perempuan Laura (Spanyol) dan Rubina (Inggris). Bulan Agustus dan September kedatangan Jonas Pi (Jerman), Laurent (Perancis) dan penjelajah sepeda suami istri Alex dan Jana asal Jerman.
Awal bulan Maret, sepasang peturing sepeda Daniele Carletti dan Simona Pergola dari negeri pizza Italia singgah disini. Sedangkan goweser dari dalam negeri seperti Afif Bae (Padang), Budi Contador Chandra (Jakarta), Bagus Aburahman Wahid dengan rekan-rekannya dari Yogya, Widodo bersama tiga rekannya dari Kediri, Wing Irawan (Magelang), Adet seorang goweser perempuan asal Tasik menyempatkan singgah manakala gowes ke Lampung.
Seperti di Rumah Sendiri
Meski di sini ada semacam kafe, namun mereka dipersilahkan untuk memasak seperti di rumah sendiri. Hal ini, dilakukan Jonas Pi yang datang pada awal Agutus tahun lalu. Dia tak sungkan menyediakan makanan sendiri, bahkan mencuci piring pun dilakukannya tanpa canggung. Dia menulis kesan dan pesannya dengan lucu: Awesome people! Cool place! Great Time! Anjis Nguenah pisan!Sedangkan Laurent yang paling lama singgah di sini. Bahkan sngkin terkesannya, dia datang kembali sehingga goweser disini mengganti namanya jadi “Somad”. Sebuah nama familiar orang Sunda. “Nami abdi Somad,” katanya ketika memperkenalkan diri.