Sejak tragedi tsunami 2004 silam, provinsi Aceh yang terletak diujung barat pulau Sumatra ini semakin menunjukkan perubahan yang sangat signifikan, hal ini dibuktikan dengan pembangunannya yang semakin berkembang pasca musibah tsunami tersebut. Namun, jika ditelaah lebih lanjut perkembangan aceh bukan hanya dalam sisi pembangunan kotanya saja, tetapi juga diikuti dengan situasi politik yang semakin rumit.
Aceh merupakan salah satu provinsi yang diberikan otonomi khusus beserta 2 provinsi lainnya yaitu DKI Jakarta dan papua. Bisa dikatakan bahwa ketiga provinsi ini memiliki hak istimewa yang diberikan oleh pemerintah, tetapi otonomi Aceh sangat-sangat berbeda dengan 2 provinsi lainnya, hal ini dikarenakan Aceh dapat memberlakukan sebuah aturan yang namanya “qanun”, terakhir pengakuan tersebut diberikan melalui UU no. 11 Tahun 2011 tentang pemerintahan aceh. Aturan itu disahkan pemerintah pusat dengan alasan bahwa Aceh memiliki sejarah religi yang tidak bisa dipisahkan dari masyarakatnya serta juga sebagai apresiasi kepada rakyat Aceh yang berjuang pada era penjajahan oleh Belanda.
Namun yang menjadi pertanyaan adalah mengapa Aceh yang notabennya sebuah provinsi diberikan wewenang dalam mengibarkan sebuah bendera selain bendera merah putih. Pengesahan bendera (Aceh) tersebut tertera dalam qanun no 3 tahun 2013. Mungkin aceh merupakan satu-satunya provinsi didunia yang memiliki bendera sendiri, sungguh mengagumkan !!!
Selanjutnya, hal lain yang mengherankan adalah mengapa bendera Aceh tersebut sangat kembar “tulen” dengan bendera GAM (Gerakan Aceh Merdeka) yang bercorak bulan bintang. Banyak masyarakat berpendapat bahwa mengapa lambang bendera tersebut tidak diganti dengan lambang yang lain karena sangat identik dengan lambang GAM.
Inikah yang disebut dengan otonomi khusus atau otonomi yang sangat-sangat khusus ? secara tidak langsung Aceh dibiarkan “mandiri” secara “perlahan”. Terlebih lagi, baru-baru dilakukan pengibaran bendera bulan bintang (Aceh) oleh TGK Zulkarnaini yang menjabat sebagi ketua partai Aceh, pengibaran tersebut dilakukan mekkah, Arab Saudi.
Memang pada dasarnya bendera aceh tersebut sudah disahkan, tapi ! etiskah pengibaran tersebut dilakukan di negara lain yang notabennya bukan merupakan lambang dari sebuah negara? dalam aturannya bendera tersebut “hanya” diberi kekhususan untuk dikibarkan di Provinsi aceh, tidak untuk daerah lain apalagi negara lain. Sekarang bendera !!! selanjutnya apa ? apakah nantinya juga akan disahkan lagu untuk pengibaran bedera aceh? Mungkinkah yang dulunya sebuah “gerakan” berganti kulit menjadi sebuah partai untuk mencapai tujuan yang sama tapi dengan “kulit yang berbeda” ?
Mungkin hal-hal tersebut hanya dimengerti oleh pemerintah pusat dan pemerintah Aceh saja serta pihak-pihak lainnya yang memiliki kepentingan, yang jelas pemerintah mengerti dan memiliki alasan untuk mengesahkan otonomi khusus untuk Aceh demi kebaikan, keharmonisan dan “keutuhan” NKRI serta menjaga agar daerah-daerah lain tidak menuntut otonomi yang sama. Bisa kita bayangkan jika daerah lainnya menuntut hak yang sama, akan banyak “bendera lain” yang berkibar di negara ini selain Bendera Merah Putih. Walapun seperti itu, setidaknya Aceh masih menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan berbagai polemic yang harus dilalui. Dan kita harus bangga bahwa Indonesia masih tetap bersatu dan utuh walaupun banyak rintangan yang harus dilalui.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H