Mohon tunggu...
Alief SyarochmanSutrisno
Alief SyarochmanSutrisno Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Kedokteran Gigi Universitas Airlangga

Seorang INFP yang memiliki minat dalam hal keilmiahan dan kepenulisan. Selain itu menonton film dan memasak adalah hal yang tidak bisa saya lewatkan. Menuangkan ide dan imajinasi dalam media gambar dan lukisan juga adalah satu minat dan hobi saya ketika bosan melanda

Selanjutnya

Tutup

Healthy

2045, Menuju Indonesia Emas atau Indonesia Cemas?

8 Juni 2024   10:47 Diperbarui: 8 Juni 2024   10:53 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar : https://www.halodoc.com/artikel/perlu-tahu-ini-4-gejala-diabetes-tipe-2-yang-sering-diabaikan

Tahun 2045, tepat 100 tahun setelah Indonesia merdeka. Bertepatan dengan peringatan hari kemerdekaan Indonesia sekaligus dapat menjadi momentum yang tepat untuk menyukseskan visi Indonesia merdeka, maju, berdaulat, adil, dan makmur. Menurut data dari BAPPENAS yang disajikan melalui infografis, Indonesia telah memasuki bonus demografi sejak 2015 hingga 2045. Dimana ditahun 2030, Indonesia diperkirakan memasuki ageing population. Hal tersebut ditandai dengan persentase penduduk usia produktif (15-65 Tahun) yang lebih banyak daripada penduduk usia non-produktif (0-14 Tahun dan diatas 65 Tahun).

Tentunya fenomena bonus demografi ini dapat menjadi sebuah peluang ataupun boomerang bagi bangsa Indonesia. Fenomena bonus demografi dapat menjadi sebuah peluang besar apabila mampu memanfaatkan sumber daya manusia dengan baik. Ketersediaan usia produktif dalam jumlah yang banyak dapat menjadi penunjang pemerintah tanpa mengambil tenaga kerja dari luar untuk memperkuat pertumbuhan perekonomian Indonesia (Qomariyah, et al., 2023). Sebaliknya, bonus demografi dapat menjadi sebuah boomerang apabila pengelolaan sumber daya manusia tidak dikelola dengan baik. Termasuk faktor-faktor pendukung bonus demografi seperti kualitas pendidikan dan pelatihan, besar kecilnya pasar tenaga kerja, dan tingkat kesehatan masyarakat (Setiawan, 2019).

Untuk mendukung peningkatan SDM dalam rangka memanfaatkan bonus demografi, faktor kesehatan merupakan faktor yang tidak bisa di abaikan. Khususnya tingkat kesehatan pada Gen-Z dan Gen-Alpha yang kelak nantinya menjadi generasi emas di tahun 2045. Salah satu faktor penentu terhadap peningkatan kualitas sumberdaya manusia (SDM) adalah peningkatan status gizi masyarakat (Salim, 2020). Apabila seseorang mendapat asupan gizi yang cukup maka kondisi tubuhnya akan lebih prima dibandingkan dengan seseorang yang kelebihan/kekurangan asupan gizi.

Baru-baru ini ramai dibincangkan di media sosial adanya lonjakan angka diabetes, namun yang mengejutkan penderitanya adalah kebanyakan Gen-Z yang baru berumur 20-27 tahun. Dilansir dari IDF (International Diabetes Federation), pada tahun 2021 tercatat bahwa Indonesia berada pada posisi ke-5 dari 10 negara dengan jumlah pengidap diabetes sebanyak 19,47 juta dengan prevalensi diabetes sebesar 10,6% (Pahlevi & Mutia, 2021). Kondisi ini disebabkan adanya kelebihan asupan gizi terutama konsumsi gula pada masyarakat dan anak-anak. Jika hal ini tidak segera ditangani dan dicegah, akan berdampak pada kondisi generasi di masa depan.

Fenomena ini terjadi karena banyak sekali faktor yang saat ini masih menjamur dan menjadi kebiasaan di masyarakat. Buruknya lifestyle dan kurang menjaga pola makan menjadi faktor utama penyebab diabetes (Yuantari, 2022). World Health Organization (WHO) menberikan batas konsumsi gula per hari yakni 10% dari asupan total energi (20-30 gram/hari) baik untuk orang dewasa maupun anak-anak. Namun, fakta di lapangan berkata lain. Makanan dan minuman kemasan yang beredar luas di pasar justru memiliki kandungan gula yang sangat banyak. Diambil dari akun Instagram Kemenkes, konsumsi 1 susu kotak mengandung 19 gram gula yang mana sudah hampir memenuhi kebutuhan gula dalam sehari bagi anak-anak. Selain itu kebiasaan mengonsumsi minuman bersoda yang mengandung 27 gram gula sangat beresiko menyebabkan diabetes di usia muda.

Oleh karena itu, demi mewujudkan Indonesia emas 2045 perlu adanya gerakan dan perubahan untuk terus membenahi, meningkatkan, dan mengimplementasikan segala aspek dan faktor pendukung bonus demografi, terutama faktor kesehatan. Dimulai dari diri sendiri untuk dapat mengontrol pola makan dan memperbaiki lifestyle, serta selalu memperhatikan nutrition facts pada kemasan makanan sebelum membeli dapat memberikan sumbangsih menyukseskan   bonus demografi untuk mewujudkan Indonesia emas 2045.

SUMBER :

Pahlevi, R., & Mutia, A. (2021). Jumlah penderita diabetes indonesia terbesar kelima di dunia. Diakses dari https://databoks.katadata.co. id/datapublish/2021/11/22/jumlah-penderita-diabetes-ind onesia-terbesar-kelima-di-dunia.

Setiawan, S. (2019). MENGOPTIMALKAN BONUS DEMOGRAFI UNTUK MENGURANGI TINGKAT KEMISKINAN DI INDONESIA. Jurnal Analis Kebijakan, 2(2). https://doi.org/https://doi.org/10.37145/jak.v2i2.34

Yuantari, Maria G.C. (2022). KAJIAN LITERATUR: HUBUNGAN ANTARA POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN DIABETES MELITUS. JKM, 9(2)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun