Sudah awam didengar Dubai dan Abu Dhabi, sebuah kota ditengah gemerlapnya negeri negeri petro dollar di teluk arabia, telah menjadi tempat singgah liburan para penduduk lokal Saudi arabia maupun kuwait, negara GCC lainnya sampai dari seluruh penjuru Dunia.Â
Dubai dan Abu Dhabi misalkan agak berbeda, disana banyak berjejer tempat hiburan berbagai kelas, mulai resort, mall, gedung tertinggi, pantai2, klub malam, skydiving, formula one,olahraga laut bahkan konser2 artis terkemuka. Dibalut dengan infrastruktur terbaik dunia, seperti jalan 5 lines, MRT dan keamanan yang tinggi, Dubai dan Abu Dhabi seakan menjadi primadona, tempat plesiran penduduk lokal negara negara tetangga.
Keadaan ini sangat "disesali" oleh rezim baru Saudi Arabia. yaitu diwakili oleh wakil putera mahkotanya yaitu Pangeran Muhammad bin Salman Al Saud yang mengatakan selama ini Saudi Arabia tidak membangun serius sektor "Hiburan" dan tertinggal jauh dari negara negara sebelah. Yang berakibat, hilangnya potensi ekonomi yang bisa mencapai puluhan Milyar Dolar jika sekiranya dibangun jauh jauh hari. Tentunya, transformasi di sektor hiburan nnti masih sesuai dengan tradisi arab dan islam yang sopan menurut sang pangeran.
Kurangnya potensi hiburan, merupakan langkah yang tidak seharusnya terjadi, sebagai misal, Saudi  sebagai satu negara yang memerankan peranan penting di Dunia islam namun tidak mempunyai museum islam yang canggih, modern dan besar. Kalah dengan Doha yang sudah mempunyai Museum of Islamic Art yang sangat megah. Mungkin ini bisa dicontoh oleh Indonesia juga?
Memang bisa dibayangkan di saudi arabia bahwa dunia hiburan lekat dengan yang namanya keharaman, fitnah dan syubhat. Dan sepertinya "rijaluddin" atau para polisi penasehat agama (hi'ah amr bil ma'ruf wa nahi anil munkar) telah lama keblabasan dalam ikut mengatur pola kehidupan kemasyarakatan disana. Sebagai contoh polisi dakwah disana mempunyai hak untuk menyetop kendaraan ditengah jalan, cinema pun disana hampir tidak ada, tidak bisa kongkonw kongkow dengan teman sambil nonton film yang ditunggu2 di bioskop apalagi bersama pacar he he he.Â
Agaknya ada perubahan yang mecolok pada saat ini yaitu adanya upaya pelucutan wewenang polisi dakwah, contoh yang terbaru adalah tidak dibolehnya lagi bagi polisi dakwah untuk menyetop kendaraan di jalan. Agar kehidupan lebih ada "rasa". Mungkin
Penyesalan lain yang mendorong untuk transformasi adalah hal klasik yang sudah di indonesia sendiri telah diselesaikan semenjak dipimpin oleh presiden jokowi yaitu subsidi yg salah sasaran. Sebelum raja Salman berkuasa, subsidi bbm maupun air dan listrik sifatnya untuk semua, sehingga mirip indonesia di jaman SBY, yang punya kendaraan banyak lebih menikmati subsidi itu, yang punya rumah banyak lebih diuntungkan oleh subsidi itu. Pada era pangeran muda ini hal ini tidak akan terjadi lagi, seperti pada era jokowi di indonesia. Bahkan pangeran muda ini pernah berseloroh "Bagi yang tidak setuju pencabutan subsidi ini, biar mereka turun kejalan, alias egp bahasa slang gaulnya" he he he he
Penyesalan selanjutnya adalah Saudi Arabia yang merupakan negara dengan proporsi belanja terbesar relative to GDP nomer 3 sedunia tetapi belum memiliki Industri Alutsista yang mumpuni. Pangeran Muda pun menganggap selama ini ada mark up dan pemborosan dengan bukti belanja sebesar itu, namun kekuatan militer saudi tetap berada dibawah dua puluh besar urutan dunia tanpa memiliki industri alutsista seperti yang Indonesia punyai yaitu PT Dirgantaran ataupun Pindad.
Walaupun begitu, Â Bagi Indonesia, Saudi Arabia adalah salah satu negara yang paling penting dalam menjalani hubungan bilateral khususnya terkait karena negara dengan sesama Mayoritas Muslim. Kedua negara mempunyai potensi yang besar untuk sekedar bersynergi untuk kepentingan bersama
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H