Mohon tunggu...
Ali Benarbia
Ali Benarbia Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Mahasiswa

Hobi saya memotret, suka bergaul dengan banyak teman, saya suka sekali topik mengenai photography

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengenang Jendral Besar A.H Nasution: Perjalanan Hidup dan Karir Militer

8 Juli 2024   15:20 Diperbarui: 8 Juli 2024   18:37 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Profil Jendral A.H Nasution https://id.m.wikipedia.org/wiki/Abdul_Haris_Nasution

Abdul Haris Nasution atau yang dikenal Jendral A.H Nasution adalah seorang tokoh yang sangat berperan besar pada masa era orde lama dan jua era orde baru,A.H Nasution sangat memiliki peran penting dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Dari latar belakang keluarga non-militer, ia tumbuh menjadi pemimpin militer yang berperan dalam perjuangan kemerdekaan melawan penjajahan Belanda.

Biografi Jenral A.H Nasution

Jenderal Besar TNI Purn. Abdul Haris Nasution dikenal sebagai peletak dasar perang gerilya dalam perang melawan penjajahan Belanda yang tertuang dalam buku yang beliau tulis berjudul "Strategy of Guerrilla Warfare". Buku yang kini telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa asing dan menjadi buku wajib akademi militer di sejumlah negara, termasuk sekolah elite bagi militer dunia, West Point Amerika Serikat.

Meski pernah menuai kecaman atas perannya sebagai konseptor Dwi Fungsi ABRI yang dikutuk di era reformasi, jasa besar beliau tak dapat dilepaskan dari perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI hingga masa Orde Baru. Dwi Fungsi ABRI akhirnya dihapus karena desakan gerakan reformasi tahun 1998. Dwi Fungsi ABRI dianggap sebagai  legalitas tentara untuk campur tangan dengan urusan politik di Indonesia sehingga memunculkan pemerintahan otoriter dan represif.

Sejak kecil, Pak Nas senang membaca cerita sejarah. Anak kedua dari tujuh bersaudara ini melahap buku-buku sejarah, dari Nabi Muhammad SAW sampai perang kemerdekaan Belanda dan Prancis. Lulus dari AMS-B (SMA Paspal) pada 1938, beliau menjadi guru di Bengkulu dan Palembang. Tetapi kemudian beliau tertarik masuk Akademi Militer. Dalam Revolusi Kemerdekaan I (1946-1948), beliau diberi wewenang untuk memimpin Divisi Siliwangi. Ketika itulah muncul ide tentang perang gerilya sebagai bentuk perang rakyat. Metode perang ini dikembangkan setelah Pak Nas menjadi Panglima Komando Jawa dalam masa Revolusi Kemerdekaan II (948-1949).

Tahun 1948, Pak Nas memimpin pasukan Siliwangi yang menumpas pemberontakan PKI di Madiun. Ia nyaris tewas bersama mendiang putrinya, Ade Irma yang tewas tertembak di rumahnya ketika pemberontakan PKI (G-30-S) meletus kembali tahun 1965. Meskipun sangat mengagumi Bung Karno, kedua tokoh besar itu nyatanya sering berselisih paham. Pak Nas menganggap Bung Karno intervensi dan bias ketika terjadi pergolakan internal Angkatan Darat tahun 1952. Dalam "Peristiwa 17 Oktober”, yang menuntut pembubaran DPRS dan pembentukan DPR baru, Pak Nas dituding hendak melakukan kudeta terhadap presiden RI yang berujung Bung Karno memberhentikannya sebagai KSAD.

Setelah akur kembali, Pak Nas diangkat sebagai KSAD pada tahun 1955 setelah meletusnya pemberontakan PRRI/Permesta. Pak Nas dipercaya Bung Karno sebagai co-formatur pembentukan Kabinet Karya dan Kabinet Kerja. Keduanya tidak akur lagi usai pembebasan Irian Barat lantaran sikap politik Bung Karno yang cenderung pro-PKI. Dia merupakan salah satu tokoh yang menjadi sasaran dalam peristiwa Gerakan 30 September, namun yang menjadi korban adalah putrinya Ade Irma Suryani Nasution dan ajudannya, Lettu Pierre Tendean

Usai tugas memimpin MPRS tahun 1972, jenderal besar yang pernah 13 tahun duduk di posisi kunci TNI ini, menepi dari panggung kekuasaan. pak Nas lalu menyibukkan diri menulis memoar. Sampai pertengahan 1986, lima dari tujuh jilid memoar perjuangan beliau telah beredar. Kelima memoarnya, Kenangan Masa Muda, Kenangan Masa Gerilya, Memenuhi Panggilan Tugas, Masa Pancaroba, dan Masa Orla. Selain itu beliau juga menulis buku dan memoar berjudul Masa Kebangkitan Orba dan Masa Purnawirawan, Pokok-Pokok Gerilya, TNI (dua jilid), dan Sekitar Perang Kemerdekaan (11 jilid). Jenderal Besar Nasution menghembuskan nafas terakhir di RS Gatot Subroto, pukul 07.30 WIB (9/9-2000), pada bulan yang sama ia masuk daftar PKI untuk dibunuh.

Jendral yang merupakan salah satu dari tiga jendral yang berpangkat bintang lima di Indonesia ini sedari kecil hidup sederhana, dan beliau tak mewariskan harta pada keluarganya, kecuali kekayaan pengalaman dalam perjuangan dan idealisme. Rumahnya di Jalan Teuku Umar, Jakarta, tetap tampak kusam, hingga kini tak pernah direnovasi.

Pendidikan

•HIS, Yogyakarta (1932)
•HIK, Yogyakarta (1935)
•AMS Bagian B, Jakarta (1938)
•Akademi Militer, Bandung (1942)
•Doktor HC dari Universitas Islam Sumatera Utara, Medan (Ilmu Ketatanegaraan, 1962)
•Universitas Padjadjaran, Bandung (Ilmu Politik, 1962)
•Universitas Andalas, Padang (Ilmu Negara 1962)
•Universitas Mindanao, Filipina (1971)

Karir

•Guru di Bengkulu (1938)
•Guru di Palembang (1939-1940)
•Pegawai Kotapraja Bandung (1943)
•Dan Divisi III TKR/TRI, Bandung (1945-1946)
•Dan Divisi I Siliwangi, Bandung (1946-1948)
•Wakil Panglima Besar/Kepala Staf Operasi MBAP, Yogyakarta (1948)
•Panglima Komando Jawa (1948-1949)
•KSAD (1949-1952 dan 1955-1962)
•Ketua Gabungan Kepala Staf (1955-1959)
•Menteri Keamanan Nasional/Menko Polkam (1959-1966)
•Wakil Panglima Besar Komando Tertinggi (1962-1963 dan 1965)
•Ketua MPRS (1966-1972)

Penghargaan

•Pada tahun 1997 dianugerahi pangkat Jendral Besar bintang lima
•Pada tahun 1958 dianugrahi penghargaan Bintang Sakti
•Pada tahun 1959 dianugrahi penghargaan Bintang Mahaputra Adipurna
•Pada tahun 1959 dianugrahi penghargaan Bintang Republik Indonesia Adipradana
•Pada tahun 2002 Jendral A.H. Nasution dianugrahi oleh pemerintah Indonesia menjadi Pahlawan Nasional Indonesia

Perjalanan Karir Militer Dari Awal Hingga Menjadi Jenderal Besar

1.Awal Karir Militer (1940 – 1945)

Pendidikan dan Lulus dari Militaire Academie:
A.H. Nasution memulai karir militernya dengan memasuki Sekolah Tinggi Militer di Bandung pada tahun 1940. Beliau lulus pada tahun 1942, pada masa pendudukan Jepang di Indonesia.

Pelatihan dan Pengalaman Awal:
Selama masa pendudukan Jepang, Nasution mendapatkan pelatihan militer lebih lanjut dan mulai mengembangkan pemikirannya tentang strategi militer.

2.Masa Perang Kemerdekaan (1945 – 1949)

Bergabung dengan TKR:
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, Nasution bergabung dengan Tentara Keamanan Rakyat (TKR), yang kemudian menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Komandan Divisi Siliwangi:
Pada tahun 1946, Nasution diangkat sebagai Komandan Divisi Siliwangi, salah satu unit militer yang bertugas mempertahankan Jawa Barat dari serangan Belanda. Divisi ini dikenal karena ketangguhannya dalam menjalankan perang gerilya.

Strategi Gerilya dan Buku “Pokok-Pokok Gerilya”:
Nasution menyusun dan menerapkan strategi perang gerilya yang efektif melawan pasukan Belanda. Strategi ini kemudian dituangkan dalam bukunya "Pokok-Pokok Gerilya" pada tahun 1948, yang menjadi panduan bagi TNI dalam melawan penjajah.

3.Konsolidasi TNI dan Peran Politik (1950 – 1965)

Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD):
Pada tahun 1952, Nasution diangkat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD). Dalam peran ini, beliau melakukan banyak reformasi untuk memperkuat dan memodernisasi TNI.

Peristiwa 17 Oktober 1952:
Nasution terlibat dalam Peristiwa 17 Oktober 1952, di mana sekelompok perwira militer mengajukan tuntutan politik kepada Presiden Sukarno. Meskipun peristiwa ini kontroversial, Nasution tetap mempertahankan posisinya sebagai KSAD.

Peran dalam Operasi Penumpasan Pemberontakan:
Nasution memimpin berbagai operasi militer untuk menumpas pemberontakan di berbagai daerah, termasuk DI/TII dan PRRI/Permesta, yang memperkuat posisi TNI sebagai penjaga stabilitas nasional.

4.Masa G30S/PKI dan Pasca Kejadian (1965 – 1966)

Upaya Pembunuhan dalam G30S/PKI:
Pada malam 30 September 1965, Nasution menjadi salah satu target utama dalam peristiwa Gerakan 30 September (G30S/PKI). Meskipun beliau berhasil selamat, putrinya Ade Irma Suryani Nasution tewas dalam serangan tersebut.

Pemulihan Stabilitas Nasional:
Setelah kejadian tersebut, Nasution berperan penting dalam memulihkan stabilitas nasional dan membersihkan pengaruh PKI dari militer dan pemerintahan. Perannya ini memperkuat posisinya sebagai salah satu tokoh militer yang paling berpengaruh di Indonesia.

5.Pengangkatan sebagai Jendral Besar (1962)

Puncak Karir Militer:
Pada tahun 1962, A.H. Nasution dianugerahi pangkat Jenderal Besar, pangkat tertinggi dalam militer Indonesia. Penghargaan ini mengakui kontribusinya yang luar biasa terhadap kemerdekaan dan keamanan nasional.

Warisan dan Pengaruh:
Karir militer Nasution tidak hanya ditandai oleh prestasi di medan perang, tetapi juga oleh kontribusi intelektualnya dalam pengembangan strategi militer Indonesia. Buku dan pemikirannya tentang perang gerilya masih menjadi referensi penting bagi militer Indonesia.

Peran Penting Jenderal A.H. Nasution dalam Perang Kemerdekaan Indonesia

Jenderal Besar Abdul Haris Nasution memainkan peran yang sangat penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Berikut adalah beberapa kontribusi utama mengenai perannya.

1.Memimpin Divisi Siliwangi

Pembentukan dan Kepemimpinan: Nasution diangkat sebagai Komandan Divisi Siliwangi pada tahun 1946. Divisi ini merupakan salah satu unit militer yang paling penting dalam mempertahankan Jawa Barat dari serangan Belanda.

Perjuangan di Jawa Barat: Di bawah kepemimpinan Nasution, Divisi Siliwangi terlibat dalam berbagai pertempuran dan operasi gerilya melawan Belanda, termasuk dalam mempertahankan Bandung saat Agresi Militer Belanda I pada tahun 1947.

Hijrah ke Jawa Tengah: Pada awal tahun 1948, berdasarkan Perjanjian Renville, Divisi Siliwangi dipindahkan dari Jawa Barat ke Jawa Tengah. Nasution memimpin perpindahan ini dengan sukses, meskipun menghadapi berbagai tantangan logistik dan serangan dari pasukan Belanda.

2.Strategi Perang Gerilya

Pokok-Pokok Gerilya: Nasution dikenal karena strategi perang gerilyanya yang efektif. Pada tahun 1948, ia menulis buku "Pokok-Pokok Gerilya", yang menjadi panduan penting bagi TNI dalam menghadapi pasukan Belanda. Buku ini memberikan dasar-dasar teori dan taktik perang gerilya yang kemudian diterapkan secara luas oleh pejuang Indonesia.

Operasi dan Taktik Gerilya: Nasution menerapkan strategi perang gerilya yang menggabungkan serangan kilat, mobilitas tinggi, dan pemanfaatan medan yang sulit dijangkau oleh musuh. Taktik ini terbukti efektif dalam mengganggu dan melemahkan kekuatan Belanda, serta mempertahankan wilayah-wilayah strategis.

3.Peran dalam Agresi Militer Belanda

Agresi Militer Belanda I (1947): Selama Agresi Militer Belanda I, Nasution memimpin pertahanan Jawa Barat dengan taktik perang gerilya, yang berhasil menahan laju pasukan Belanda meskipun menghadapi kekuatan yang lebih besar dan lebih lengkap.

Agresi Militer Belanda II (1948-1949): Ketika Belanda melancarkan Agresi Militer Belanda II, Nasution kembali memainkan peran kunci. Ia memimpin serangan-serangan gerilya yang signifikan, termasuk pertempuran di Yogyakarta dan sekitarnya. Operasi ini membantu mempertahankan semangat juang para pejuang dan rakyat Indonesia, serta menarik perhatian dunia internasional terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia.

4.Kontribusi pada Kesatuan TNI

Konsolidasi Pasukan: Sebagai Komandan Divisi Siliwangi, Nasution berperan penting dalam konsolidasi pasukan TNI. Ia berhasil mengintegrasikan berbagai kelompok pejuang yang sebelumnya bergerak secara terpisah, membentuk satu kesatuan militer yang lebih terorganisir dan efektif.

Disiplin dan Reformasi: Nasution menekankan pentingnya disiplin dan profesionalisme dalam tubuh TNI. Ia melakukan berbagai reformasi untuk meningkatkan kemampuan tempur dan moral pasukan, termasuk dalam hal pelatihan, logistik, dan peralatan militer.

5.Diplomasi dan Perundingan

Perjanjian Renville: Meskipun Perjanjian Renville (1948) sering dianggap sebagai kekalahan diplomatik bagi Indonesia, Nasution memainkan peran dalam memastikan implementasi perjanjian tersebut, termasuk relokasi Divisi Siliwangi dari Jawa Barat ke Jawa Tengah. Ini menunjukkan kemampuannya untuk beradaptasi dengan situasi politik yang kompleks dan menjaga semangat juang pasukan.

Perundingan Linggarjati dan Roem-Roijen: Nasution juga terlibat dalam berbagai perundingan yang bertujuan untuk mencapai kesepakatan dengan Belanda. Meskipun bukan peran utama, keterlibatannya dalam perundingan menunjukkan kemampuannya untuk menggabungkan strategi militer dengan diplomasi.

Kontribusi Jenderal A.H. Nasution dalam Pembentukan Doktrin Perang Gerilya

1.Pengalaman Pribadi dalam Perang Gerilya

Latihan dan Pengalaman di Masa Pendudukan Jepang: Sebelum Perang Kemerdekaan Indonesia, Nasution menerima pelatihan militer yang memberikan dasar pengetahuan tentang strategi dan taktik militer.

Pertempuran di Sumatra dan Jawa Barat: Nasution terlibat langsung dalam pertempuran melawan penjajah Belanda, yang memberinya pengalaman praktis tentang kondisi medan dan perilaku musuh. Pengalaman ini sangat berharga dalam mengembangkan strategi perang gerilya.

2.Konseptualisasi Doktrin Perang Gerilya

Pokok-Pokok Gerilya (1948): Salah satu kontribusi paling signifikan Nasution adalah penulisan buku "Pokok-Pokok Gerilya". Buku ini memuat prinsip-prinsip dasar perang gerilya yang menjadi panduan bagi TNI. Buku ini memberikan landasan teori dan taktik yang mencakup:

•Kecepatan dan Mobilitas: Menekankan pentingnya kecepatan dan mobilitas untuk menghindari bentrokan langsung dengan musuh yang lebih kuat.
•Penggunaan Medan: Memanfaatkan kondisi geografis Indonesia yang bervariasi untuk keuntungan strategi gerilya.
•Dukungan Rakyat: Menekankan peran penting dukungan rakyat dalam menyediakan logistik, informasi, dan perlindungan bagi pasukan gerilya.

3.Implementasi Strategi dalam Perang Kemerdekaan

Agresi Militer Belanda I (1947) dan II (1948-1949): Nasution menerapkan strategi gerilya dalam berbagai operasi melawan Belanda. Taktik ini terbukti efektif dalam menghambat dan melemahkan pasukan Belanda, meskipun mereka memiliki keunggulan dalam hal peralatan dan jumlah pasukan.

Peristiwa “Hijrah Siliwangi”: Relokasi Divisi Siliwangi dari Jawa Barat ke Jawa Tengah setelah Perjanjian Renville menunjukkan kemampuan Nasution dalam mengadaptasi strategi gerilya dalam situasi yang kompleks dan penuh tantangan.

4.Penyebaran dan Pengajaran Doktrin Gerilya

Pendidikan dan Pelatihan Militer: Setelah menulis "Pokok-Pokok Gerilya", Nasution memastikan bahwa prinsip-prinsip tersebut diajarkan dalam pendidikan militer Indonesia. Ini termasuk pelatihan bagi perwira dan prajurit di berbagai akademi militer.

5.Pengaruh Jangka Panjang pada TNI dan Strategi Militer Indonesia

Doktrin Militer Resmi: Prinsip-prinsip yang dikembangkan Nasution dalam perang gerilya menjadi bagian integral dari doktrin militer resmi Indonesia. Ini mencakup panduan operasi, pelatihan, dan strategi pertahanan negara.
Relevansi Kontemporer: Konsep-konsep perang gerilya yang diperkenalkan Nasution tetap relevan dalam konteks modern, terutama dalam menghadapi ancaman non-konvensional dan asimetris.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun