Siapa yang tak menginginkan negara menjadi digdaya? Nyaris semua bangsa berlomba-lomba untuk menjadi yang terbaik. Saat ini, Amerika dengan sekutu-sekutunya dan Rusia dengan sekutu-sekutunya adalah negara yang besar.Indonesia -- sebagai negara berkembang -- sempat menjadi negara yang ditakuti. Era Soekarno, misalnya, Indonesia pernah menjadi pemimpin bagi negara-negara berkembang sebagai kekuatan baru (new emerging forces) dengan menginisiasi Konferensi Asia Afrika (KAA).
Tapi seiring waktu, konteks bangsa hebat dan maju, misalnya perkembangan kali ini, itu diindikasikan dengan semakin tingginya kualitas sumber daya manusianya. Ini sejalan dengan cita-cita kemerdekaan bangsa ini, bahwa untuk memajukan sebuah bangsa, maka perlu memajukan kualitas SDM-nya.
Makanya, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka memberikan perhatian besar pada aspek penguatan di bidang pendidikan, terutama sistem pendidikan nasional. Dalam hal ini, jika kita menilik apa yang tertuang di dalam Visi, Misi, dan Program Prabowo-Gibran, maka terlihat di situ beberapa poin penting yang mengindikasikan perhatian besarnya terhadap pendidikan.
Paling tidak ada dua poin disebutkan di sana terkait penguatan sistem pendidikan nasional. Pertama, Prabowo-Gibran berkomitmen untuk menguatkan sistem pendidikan nasional dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang produktif dan berdaya saing global.
Kata kunci penting di sini di antaranya: sistem pendidikan. Jadi, dalam hal ini, Prabowo-Gibran akan melakukan penguatan pada sistemnya, sesuatu yang sangat mendasar. Sehingga apabila sistem dibenahi, maka sudah tentu aspek-aspek turunan lainnya akan ikut dibenahi. Dengan kata lain, sorotan pembenahan pada aspek yang sangat mendasar, inti.
Lalu peningkatan kualitas SDM supaya produktif dan berdaya saing global. Dalam hal ini, kita melihat sisi visioner seorang Prabowo dan Gibran, di mana mereka mampu melihat bahwa ke depan, SDM kita akan bersaing dengan SDM lain yang bukan hanya di tingkat lokal, tapi juga global. Maka produktivitas mutlak harus dimiliki oleh SDM kita. Sebab itu, SDM kita harus memiliki keterampilan yang lebih baik lagi, harus terus terupgrade dengan keterampilan baru yang lebih dibutuhkan dengan konteks hari ini.
Kedua, selain sistem, Prabowo-Gibran juga memberi perhatian secara lebih spesifik untuk membenahi kurikulum Perguruan Tinggi, Pendidikan Vokasi dan Politeknik berbasis riset, inovatif, aplikatif, dan inkubasi yang terhubung dengan industri.
Pada poin kedua ini, kita semakin melihat secara lebih jelas bahwa upaya pembenahan pada sistem pendidikan diarahkan oleh Prabowo-Gibran untuk bisa menghasilkan suatu SDM yang memiliki keterampilan yang dibutuhkan di tengah semakin terbukanya peluang kerja lewat hilirisasi dan industrialisasi. Tenaga kerja yang akan diserap dalam bidang industri tentu saja tenaga yang terampil dan tidak gagap dengan perkembangan teknologi. Sebab jika SDM kita gagap, maka industri tentu bisa mengganti mereka dengan SDM lain. Dan di era keterbukaan ini, sangat mungkin tenaga lokal digantikan tenaga luar (meskipun tentu saja ini telah dipertimbangkan oleh Prabowo-Gibran untuk membatasi adanya tenaga luar).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H