Mohon tunggu...
Alia Urrahman
Alia Urrahman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Makan/gak suka keramaian/konten mukbang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Peran Lingkungan Dan Budaya Dalam Perkembangan Sosial- Emosional

17 Januari 2025   21:21 Diperbarui: 17 Januari 2025   21:21 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

1. Peran Lingkungan dan Budaya dalam Perkembangan Sosial-Emosional 

Perkembangan sosial-emosional adalah proses di mana individu belajar mengenali, memahami, mengelola emosi, serta membangun hubungan yang sehat dengan orang lain. Dalam proses ini, lingkungan dan budaya memiliki peran yang sangat besar. Keduanya tidak hanya memengaruhi cara seseorang berinteraksi dengan dunia, tetapi juga membentuk pola pikir, nilai-nilai, dan keterampilan sosial-emosional yang penting.

2. Peran Lingkungan dalam Perkembangan Sosial-Emosional

Lingkungan merupakan salah satu faktor utama yang membentuk perkembangan sosial-emosional. Lingkungan ini mencakup keluarga, sekolah, teman sebaya, masyarakat, dan lingkungan fisik di sekitar individu.  

a. Keluarga 

Keluarga adalah lingkungan pertama dan utama bagi seorang anak. Pola asuh yang diterapkan oleh orang tua sangat memengaruhi kemampuan anak dalam memahami dan mengelola emosi.  

  • Pola asuh otoritatif: Orang tua memberikan dukungan emosional yang seimbang dengan aturan, sehingga anak cenderung lebih percaya diri dan mampu mengelola emosinya.  
  • Pola asuh otoriter atau permisif:Anak dapat mengalami kesulitan dalam mengatur emosi atau membangun hubungan sosial yang sehat karena kurangnya panduan atau dukungan yang memadai.  

Hubungan antara orang tua dan anak juga membangun fondasi untuk keterampilan sosial, seperti empati, kerja sama, dan kemampuan menyelesaikan konflik. Anak yang tumbuh dalam keluarga yang penuh kasih sayang cenderung memiliki kesehatan emosional yang lebih baik dibandingkan dengan anak yang tumbuh dalam keluarga yang penuh konflik.  

b. Sekolah dan Guru

Sekolah menjadi tempat kedua setelah keluarga di mana anak belajar berinteraksi dengan orang lain. Guru berperan sebagai figur otoritas sekaligus pendukung emosional. Di lingkungan sekolah, anak juga belajar keterampilan seperti:  

  • Kerja sama: Melalui tugas kelompok atau permainan bersama.  
  • Resolusi konflik: Ketika menghadapi perbedaan pendapat dengan teman sebaya.  
  • Regulasi emosi: Melalui aturan sekolah yang mengajarkan disiplin dan tanggung jawab.  

c. Teman Sebaya

Interaksi dengan teman sebaya menjadi sarana penting dalam membangun keterampilan sosial-emosional. Anak belajar memahami perspektif orang lain, berbagi, dan menghargai perbedaan. Hubungan dengan teman juga dapat memengaruhi tingkat kepercayaan diri dan kesejahteraan emosional seorang anak.  

d. Lingkungan Fisik dan Sosial

Lingkungan yang aman, mendukung, dan memberikan stimulasi positif sangat penting bagi perkembangan emosional anak. Sebaliknya, lingkungan yang penuh tekanan, seperti lingkungan dengan tingkat kekerasan yang tinggi, dapat menghambat perkembangan sosial-emosional.  

3. Peran Budaya dalam Perkembangan Sosial-Emosional

Budaya memberikan kerangka nilai, norma, dan tradisi yang memengaruhi cara individu berpikir, bertindak, dan merasakan. Peran budaya dalam perkembangan sosial-emosional terlihat dalam berbagai aspek, seperti ekspresi emosi, interaksi sosial, dan pembentukan identitas.  

a. Nilai dan Norma 

Budaya menentukan apa yang dianggap pantas atau tidak dalam ekspresi emosi dan perilaku sosial. Misalnya, budaya Barat cenderung lebih mendukung ekspresi emosi secara terbuka, sementara budaya Timur lebih menekankan pengendalian emosi untuk menjaga harmoni kelompok.  

b. Ekspresi Emosi  

Budaya juga memengaruhi cara seseorang mengekspresikan emosinya. Dalam budaya kolektif seperti di banyak negara Asia, menahan diri untuk tidak menunjukkan emosi negatif dianggap penting agar tidak mengganggu keharmonisan kelompok. Sebaliknya, budaya individualis seperti di Amerika Serikat cenderung mendorong individu untuk mengekspresikan emosinya secara jujur dan terbuka.  

c. Identitas Sosial dan Diri 

Budaya membentuk cara individu melihat dirinya dalam hubungannya dengan orang lain. Dalam budaya kolektif, identitas seseorang sering kali didasarkan pada hubungan dan peran sosialnya dalam keluarga atau masyarakat. Sementara itu, dalam budaya individualis, identitas lebih fokus pada kemandirian dan pencapaian pribadi.  

d. Tradisi dan Ritual 

Tradisi dan ritual budaya, seperti perayaan hari raya, upacara adat, atau kegiatan keagamaan, memberikan kesempatan bagi individu untuk belajar nilai-nilai sosial dan emosional seperti kebersamaan, rasa syukur, dan solidaritas. Tradisi ini juga memperkuat rasa identitas budaya individu.  

4. Interaksi antara Lingkungan dan Budaya

Lingkungan dan budaya saling berinteraksi dan membentuk perkembangan sosial-emosional secara kompleks. Misalnya, seorang anak yang tumbuh dalam lingkungan keluarga kolektif mungkin belajar untuk lebih menghargai kebersamaan, sementara anak dari budaya individualis akan lebih fokus pada pengembangan kemandirian. Namun, jika seorang anak dari budaya kolektif tumbuh di lingkungan sekolah yang lebih individualis, anak tersebut akan menghadapi tantangan adaptasi dalam menyelaraskan nilai-nilai dari kedua lingkungan tersebut.  

5. Tantangan dalam Peran Lingkungan dan Budaya 

Perubahan sosial seperti globalisasi, urbanisasi, dan perkembangan teknologi menciptakan tantangan baru dalam perkembangan sosial-emosional. Anak-anak sering kali menghadapi konflik antara nilai-nilai tradisional dari budaya mereka dengan nilai-nilai modern yang mereka pelajari dari lingkungan digital atau masyarakat global.  

6. Kesimpulan

Lingkungan dan budaya adalah fondasi utama dalam perkembangan sosial-emosional individu. Lingkungan menyediakan pengalaman langsung untuk belajar dan mengembangkan keterampilan sosial-emosional, sementara budaya memberikan kerangka nilai dan norma yang membentuk pola pikir dan perilaku. Interaksi antara keduanya membentuk individu yang unik dengan cara pandang dan keterampilan sosial-emosional yang berbeda. Oleh karena itu, penting bagi keluarga, pendidik, dan masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang mendukung serta mempertahankan nilai-nilai budaya yang positif demi mendukung perkembangan sosial-emosional yang sehat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun